Empat Perspektif dalam Balanced Scorecard

pembelajaran dan pertumbuhan, kinerja eksekutif diukur dengan dua ukuran, yaitu skill coverage ratio dan quality work life. Berikut ini pada Tabel 3 dijelaskan empat perspektif Balanced Scorecard. Tabel 3. Perspektif Balanced Scorecard Perspektif Ukuran Kinerja Eksekutif yang Berimbang Keuangan Finance a. Economic value added EVA b. Petumbuhan pendapatan Revenue Growth c. Pemanfaatan aktiva yang diukur dengan asset turnover d. Berkurangnya biaya secara signifikan yang diukur dengan cost effectivenes Konsumen Customer a. Jumlah customer baru b. Jumlah customer yang menjadi non-customer c. Kecepatan waktu layanan customer d. Tingkat kepuasan customer Proses Process a. Ketepatan waktu produksi Cycle Time b. Ketepatan pesanan On-Time Delivery c. Perputaran kefektifan Cycle Effectiveness Pembelajaran dan Pertumbuhan Learning And Growth a. Rasio ketersedian informasi b. Tingkat kepuasan karyawan c. Tingkat pemberdayaan karyawan d. Tingkat produktivitas karyawan e. Persentase saran yang diimplementasikan Sumber : Moeheriono, 2009 1. Pespektif Keuangan Balanced Scorecard menggunakan tolok ukur kinerja keuangan, seperti laba bersih dan ROI Return On Invesment, karena tolok ukur tersebut secara umum digunakan dalam organisasi yang mencari laba. Tolok ukur keuangan adalah penting, akan tetapi tidak cukup mengarahkan kinerja dalam menciptakan nilai Value. Tolok ukur non keuangan juga tidak memadai untuk menyatakan angka paling bawah Bottom Line. BSC, mencari suatu keseimbangan dari tolak ukur kinerja yang multipel baik keuangan maupun nonkeuangan untuk mengarahkan kinerja organisasional terhadap keberhasilan Tunggal, 2009. Menurut Luis 2009, Balanced Scorecard menggariskan usaha apa yang harus dilakukan untuk dapat berhasil secara keuangan dan bagaimana kinerja kita secara keuangan di mata para pemegang saham. Keuangan organisasi dapat dilihat dari dua sudut pandang yaitu jangka pendek dan jangka panjang. Pendekatan keuangan yang bertujuan jangka pendek, strategi yang digunakan adalah strategi peningkatan produktivitas, meliputi upaya-upaya yang dapat dilakukan agar produktivitas dapat optimal. Strategi produktivitas ini dapat dicapai dengan perbaikan struktur biaya dan memaksimalkan utilisasi aset. Pendekatan keuangan yang bertujuan jangka panjang dilakukan strategi khusus disebut strategi pertumbuhan yang meliputi peningkatan pendapatan dan peningkatan nilai bagi pelanggan. Menurut Kaplan dan Norton 1996, tujuan keuangan mungkin sangat berbeda untuk setiap tahap siklus hidup bisnis. Teori strategi bisnis menawarkan beberapa strategi yang berbeda yang dapat diikuti oleh unit bisnis, dari pertumbuhan pangsa pasar yang agresif sampai kepada konsolidasi bisnis, keluar dan likuidasi. Kaplan dan Norton menyederhanakan menjadi tiga tahap yaitu bertumbuh Growth, Bertahan Sustain, dan menuai Harvest. Perusahaan yang sedang berkembang berada pada awal siklus hidup perusahaan. Mereka menghasilkan produk dan jasa yang memiliki potensi pertumbuhan. Pada potensi ini, mereka harus melibatkan sumber daya yang cukup banyak untuk mengembangkan dan meningkatkan berbagai produk dan jasa baru, membangun dan memperluas produksi, membangun kemampuan operasi menanamkan investasi dalam sistem, infrastruktur dan jaringan distribusi yang akan mendukung terciptanya hubungan global dan memeliharan serta mengembangkan hubungan yang erat dengan pelanggan. Perusahaan dalam tahap pertumbuhan mungkin beroperasi dengan arus kas yang negatif dan pengembalian modal investasi yang rendah. Investasi yang dibuat untuk masa depan mungkin menggunakan uang kas yang lebih banyak dari yang dapat dihasilkan saat ini oleh produk, jasa dan pelanggan perusahaan yang masih terbatas. Tujuan keuangan keseluruhan perusahaan dalam tahap pertumbuhan adalah persentase tingkat pertumbuhan pendapatan, tingkat pertumbuhan penjualan di berbagai pasar sasaran, kelompok pelanggan dan wilayah. Sebagian besar unit bisnis dalam sebuah perusahaan mungkin berada pada tahap bertahan, situasi di mana unit bisnis masih memiliki daya tarik bagi penanaman investasi dan investasi ulang, tetapi diharapkan mampu menghasilkan pengembalian modal yang cukup tinggi. Unit bisnis seperti ini diharapkan mampu mempertahankan pangsa pasar yang dimiliki dan secara bertahap tumbuh tahun demi tahun. Proyek investasi akan lebih diarahkan untuk mengatasi berbagai kemacetan, perluasan kapasitas dan peningkatan aktivitas perbaikan yang berkelanjutan, dibanding investasi yang memberikan pengembalian modal dan pertumbuhan jangka panjang seperti yang dilakukan pada tahap pertumbuhan. Sebagian unit bisnis juga akan mencapai tahap kedewasaan dalam siklus hidupnya, tahap di mana perusahaan ingin menuai investasi yang dibuat pada dua tahap sebelumnya. Bisnis tidak lagi membutuhkan investasi yang besar untuk pemeliharaan peralatan dan kapabilitas, bukan perluasan atau pembangunan berbagai kapabilitas baru. Setiap proyek investasi harus memiliki periode pengembalian investasi yang definitif dan singkat. Tujuan utamanya adalah memaksimalkan arus kas kembali ke korporasi. Tujuan keuangan keseluruhan untuk bisnis pada tahap menuai adalah arus kas operasi sebelum depresiasi dan penghematan berbagai kebutuhan modal kerja. 2. Perspektif Pelanggan Perspektif pelanggan memfokuskan pada bagaimana organisasi memperhatikan pelanggannya agar berhasil. Menurut Kaplan dan Norton 1996, kelompok pengukuran pada perspektif pelanggan pada umumnya sama untuk semua jenis perusahaan, yaitu: a. Pangsa Pasar b. Retensi Pelanggan c. Akuisisi Pelanggan d. Kepuasan dan Profitabilitas Pelanggan Tolok ukur kepuasan pelanggan menunjukkan apakah perusahaan memenuhi harapan pelanggan atau bahkan menyenangkannya. Tolok ukur retensi atau loyalitas pelanggan menunjukkan bagaimana baiknya perusahaan berusaha mempertahankan pelanggannya. Perusahaan yang mencari untung, garis paling bawah Bottom Line adalah kemampulabaan pelanggan, yakni pelanggan yang memberikan keuntungan kepada perusahaan. Mempunyai pelanggan yang puas dan setia dari pangsa pasar yang besar adalah baik, akan tetapi pencapaian tersebut tidak menjamin kemampulabaan Tunggal, 2009. Menurut Luis 2009, pada penyusunan strategi ini, kita harus menggunakan kacamata pelanggan yang menikmati produk atau jasa pelayanan kita. Tujuannya adalah untuk mengetahui bagaimana pelanggan menilai produk atau jasa dan organisasi kita. Hal-hal yang dinilai antara lain adalah atribut produk atau jasa, hubungan dengan pelanggan, tingkat kepuasan pelanggan, citra dan reputasi organisasi. Nilai-nilai tersebut dapat diukur dengan cara melakukan survei kepuasan pelanggan, baik yang dilakukan oleh organisasi kita sendiri, maupun lembaga independen. Selain itu kita juga dapat menilai tanggapan pelanggan atas organisasi dan produk kita berdasarkan hasil survei mengenai reputasi atau peringkat organisasi kita di mata masyarakat umum. Pada perspektif pelanggan terdapat dua kelompok pengukuran, yaitu customer core measurement dan customer value propositions. Pada customer core measurement, memiliki beberapa komponen pengukuran, yaitu: 1. Market share. Pengukuran ini mencerminkan bagian yang dikuasai perusahaan atas keseluruhan pasar yang ada, meliputi, jumlah pelanggan, jumlah penjualan dan volume unit penjualan. 2. Customer retention. Mengukur tingkat dimana perusahaan dapat mempertahankan hubungan dengan konsumen. 3. Customer acquisition. Mengukur tingkat di mana suatu unit bisnis mampu menarik pelanggan baru atau memenangkan bisnis baru. 4. Customer satisfaction. Menaksir tingkat kepuasan pelanggan terkait dengan kriteria spesifik value proposition. 5. Customer profitability. Mengukur laba bersih dari seseorang pelanggan atau segmen setelah dikurangi biaya yang khusus diperlukan untuk mendukung pelanggan tersebut. 3. Perspektif Proses Bisnis Internal Menurut Luis 2009, yang dimaksud dengan proses bisnis internal adalah serangkaian aktivitas yang ada dalam bisnis kita secara internal yang kerap disebut dengan rantai nilai Value Chain. Pada umumnya rantai nilai terdiri dari pengembangan produk baru, produksi, penjualan dan marketing, distribusi Product Delivery, layanan puna jual After Sales Service serta keamanan dan kesehatan lingkungan Enviroment Safety And Health. Pada Gambar 4 dapat dilihat secara lebih jelas proses yang terkait dalam Generic Value Chain. Develop New Product Product Manufacturing Sell And Marketing Deliver and Distribution After Sales Service Environment Safety Health Gambar 4. Generic value chain Luis, 2009 Pada proses pengembangan produk baru, organisasi berupaya untuk menciptakan produk-produk baru yang memiliki nilai jual. Setelah produk selesai dikembangkan, organisasi memasuki tahapan selanjutnya, yaitu proses operasional penghasilan produk. Pada tahapan ini, bakal produk mengalami proses produk sampai menjadi produk jadi atau siap pakai. Pada perspektif disusun strategi yang memungkinkan proses produksi itu dapat berjalan lancar, efisien, efektif dan optimal. Setelah selesai dibuat, produk itu dijual ke pelanggan. Kategori pelanggan di sini meliputi calon pelanggan baru yang diharapkan akan membeli dan menikmati produk kita, maupun pelanggan yang telah memakai produk kita kembali di masa mendatang. Pada pengelolaan pelanggan, dilakukan manajemen hubungan pelanggan Customer Relationship Management. Fokusnya tidak hanya menjual barang sebanyak-banyaknya, tetapi juga berusaha memenuhi kebutuhan pelanggan dan memberikan nilai tambah kepada mereka. Setelah mendapatkan pelanggan yang berminat membeli produk, organisasi dapat berfokus pada proses delivery yaitu proses dimana produk yang dipesan diselesaikan dan didistribusikan kepada pelanggan. Selanjutnya, kita sediakan juga sarana yang dapat membantu pelanggan bila produk yang dihasilkan ternyata bermasalah atau rusak. Pada tahapan terakhir merupakan tahapan yang mencakup proses kebijakan dan lingkungan. Strategi harus selaras juga dengan peraturan-peraturan yang berlaku yang bertujuan memelihara lingkungan. Penentuan sasaran strategi SS, kita memastikan bahwa SS tersebut sesuai atau menunjang strategi yang kita tentukan dalam perspektif pelanggan. Organisasi yang telah memilih strategi operation excellence perlu menekankan SS yang berkaitan dengan value chain produksi dan distribusi. Organisasi yang memilih product leadership akan menekankan aspek value chain new product development. Pada organisasi yang memilih strategi customer intimacy perlu memperhatikan value chain selling and marketing serta after sales service. Menurut Luis 2009, terdapat 3 pendekatan Value Proposition dalam memberikan nilai yang baik kepada pelanggan yang berkaitan dengan produk kita. Value proposition berkaitan dengan penentuan value chain yang menjadi fokus strategis SS di perspektif proses bisnis internal. Pendekatan yang bisa dilakukan adalah: a. Product leadership adalah memproduksi produk unggulan yang selalu terdepan dalam inovasi. b. Operational excellence adalah memproduksi produk yang dirancang dengan sangat ekonomis. c. Customer intimacy adalah memproduksi produk yang dibuat dengan spesial dan tidak massal Non Mass Product dan disesuaikan dengan keinginan pelanggan. 4. Perspektif Pembelajaran dan Pertumbuhan Terdapat hubungan sebab akibat antara perspektif pembelajaran dan pertumbuhan dengan perspektif proses bisnis internal. Karyawan yang melakukan pekerjaan merupakan sumber ide baru yang terbaik untuk proses usaha yang lebih baik Tunggal, 2009. Pada tujuan insentif, perspektif pembelajaran dan pertumbuhan memfokuskan pada kemampuan manusia. Tolok ukur kunci untuk menilai kinerja manajer adalah kepuasan karyawan, retensi karyawan dan produktivitas karyawan. Kepuasan karyawan mengakui bahwa moral karyawan adalah penting untuk memperbaiki produktivitas, mutu, kepuasan pelanggan dan ketanggapan terhadap situasi. Retensi karyawan mengakui bahwa karyawan mengembangkan modal intelektual khusus organisasi dan merupakan aktiva nonkeuangan yang bernilai bagi perusahaan. Produktivitas karyawan mengakui pentingnya keluaran per karyawan, keluaran dapat diukur dalam arti tolak ukur fisik seperti halaman yang diproduksi, atau dalam tolak ukur keuangan, seperti pendapatan per karyawan dan laba per karyawan Tunggal, 2009. Menurut Luis 2009, perspektif pembelajaran dan pertumbuhan ini berfokus pada sumber daya khususnya sumber daya manusia yang ada di dalam organisasi. Perspektif ini berurusan dengan pengembangan sumber daya manusia, agar masing-masing menjadi karyawan yang kompeten dan akan menghasilkan kinerja yang prima bagi organisasi. Oleh karena itu Sasaran Strategis harus merefleksikan strategi dalam pelatihan dan pengembangan karyawan. Ada tiga kategori utama yang dianalisis dan diukur dalam perspektif ini, yaitu: a. Kompetensi karyawan b. Daya dukung teknologi c. Budaya, motivasi dan penghargaan Ketiga hal tersebut merupakan faktor pendorong kepuasan karyawan dalam bekerja. Itu jelas penting, karena karyawan yang terpuaskan akan dapat meningkatkan produktivitas dan tingkat retensi mereka.

2.5.2 Keuntungan Penggunaan Balanced Scorecard

Menurut Moeheriono 2009, Penggunaan sistem pengukuran kinerja pada model BSC yang dipakai banyak perusahaan dapat memberikan beberapa keuntungan, yaitu seperti berikut: a. Memperjelas dan menerjemahkan visi dan strategi organisasi. Proses perancangan manajemen kinerja dengan Balanced Scorecard diawali dengan penerjemahan strategi organisasi ke dalam sasaran strategik organisasi yang lebih operasional dan mudah dipahami. b. Mengkomunikasikan dan menghubungkan sasaran strategik dengan indikator. Indikator kinerja dikembangkan untuk mengukur pencapaian sasaran strategik organisasi. Hal ini akan menjadi alat komunikasi bagi organisasi dengan cara memberikan indikasi bagaimana kinerja dalam mencapai sasaran strategik tersebut. Kinerja yang tinggi diperlukan pada sasaran strategik apabila organisasi menginginkan tercapai dan terealisasikannya misi organisasi. c. Merencanakan, menyiapkan target dan menyesuaikan inisiatif strategik. Tahap awal dari proses manajemen adalah tahapan perencanaan dan penyiapan target kinerja terhadap setiap inisiatif strategik. Pada tahap ini, organisasi mengkuantifikasikan dari hasil yang ingin dicapai, mengidentifikasi mekanisme dan sumber daya untuk mencapai hasil dari inisiatif strategik yang direncanakan akan dilaksanakan. Indikator kinerja yang tepat dipersiapkan untuk setiap inisiatif strategik. d. Meningkatkan umpan balik untuk pengambilan keputusan strategik. Sistem pengukuran kinerja akan lebih bermanfaat apabila dapat dipakai sebagai umpan balik dan sumber informasi yang berharga guna pengambilan keputusan strategik yang lebih baik di masa mendatang. Balanced Scorecard menyediakan fungsi umpan balik karena metode penilaian kinerja dirancang dengan mengaitkan indikator kinerja dengan strategi organisasi. Sistem pengukuran kinerja model Balanced Scorecard bermanfaat bagi organisasi sebagai alat penerjemahan strategi dan sekaligus sebagai alat evaluasi sehingga menyediakan informasi umpan balik bagi pengambil keputusan yang lebih baik. Menurut Luis 2009, BSC adalah salah satu metode perencanaan strategi Strategic Planning. Dibandingkan dengan metode-metode lain, BSC memiliki kelebihan-kelebihan berikut ini: a. BSC dapat berfungsi sebagai alat untuk mengkomunikasikan strategi di antara para stakeholders dari sebuah organisasi, yaitu pihak manajemen, karyawan, para pemegang saham, pelanggan dan komunitas lingkungan. Jika menggunakan BSC, para stakeholders dapat melakukan review terhadap strategi dan pencapaiannya dengan menggunakan bahasa yang sama. b. BSC memungkinkan organisasi untuk memetakan semua faktor utama yang ada dalam organsasi tersebut, baik yang berbentuk benda fisik Tangible Asset maupun berupa benda non-fisik Intangible Asset. Sementara konsep perencanaan strategi lain pada umumnya hanya terbatas pada hal-hal yang bersifat tangible. c. BSC dapat mengaitkan strategi dengan kinerja organisasi Performance. Konsep perencanaan strategi yang lain hanya terfokus membangun strategi dan berhenti setelah strategi itu selesai dibangun, sedangkan BSC memungkinkan organisasi untuk mengaitkan strategi yang dibangun dengan proses pelaksanaannya. Proses pelaksanaan itu dapat dipantau tingkat pencapaiannya dengan menggunakan Key Performance Indicators yang biasa disingkat menjadi KPI. Hal ini menunjukan bahwa BSC tidak hanya membantu organisasi dalam menyusun strategi, tetapi juga memonitor pencapaian strategi tersebut. d. BSC memiliki konsep sebab-akibat. Para pelaku strategi mendapat gambaran dan menjadi jelas bahwa bila strategi yang berada dalam tanggung jawab mereka dapat tercapai dengan sukses, hal itu akan membuahkan hasil tertentu dan akan terkait dengan strategi lainnya. Sebaliknya, bila tak tercapai, hal itu pada gilirannya akan mempengaruhi pencapaian strategi lainnya. Hubungan sebab-akibat ini secara tidak langsung dapat menguatkan kerja sama dalam organisasi dan mendorong mereka untuk berada dalam satu payung yang sama dalam rangka mencapai tujuan organisasi. e. BSC dapat membantu proses penyusunan anggaran. Pada saat penyusunan anggaran tahunan, organisasi dapat menggunakan BSC sebagai tolok ukur. Berdasarkan BSC kita dapat mengetahui kegiatan apa saja yang harus dilakukan oleh organisasi guna mencapai target- targetnya, yang meliputi aktifitas sehari-hari sampai dengan proyek- proyek khusus. Kemudian bagi kegiatan-kegiatan itu dapat dihitung keperluan dananya dan dimasukkan ke dalam anggaran.

2.5.3 Peran BSC pada Setiap Tahap Sistem Manajemen Strategik

Menurut Mulyadi 2007, Sistem manajemen strategik terdiri dari enam tahap utama, yaitu: perumusan strategi, perencanaan strategik,