158 belakang hutan. Dengan demikian maka dapat dikatakan bahwa meskipun tiap
jenis kepiting bakau memiliki preferensi terhadap habitat tertentu sehingga sangat mempengaruhi distribusi kepiting bakau secara spasial, namun hal
tersebut tidak mutlak menjadi faktor pembatas bagi distribusi spasial jenis kelamin kepiting bakau. Dalam memenuhi kebutuhan-kebutuhan biologisnya
seperti mencari makan serta mencari daerah berlindung dan bereproduksi, kepiting bakau akan berdistribusi secara luas pada zona-zona lainnya, walaupun
distribusi tersebut hanya bersifat temporal.
4.1.7.3 Distribusi Spasial Kelas Ukuran Kepiting Bakau
Untuk mengkaji distribusi spasial kelas ukuran kepiting bakau dilakukan analisa Faktorial koresponden
Correspondence Analysis, CA. Hasil analisa CA Lampiran 14 memperlihatkan bahwa informasi utama mengenai distribusi
spasial kelompok ukuran dari tiap jenis kepiting bakau terhadap substasiun- substasiun pada stasiun penelitian, terpusat pada dua sumbu utama F1, F2 dan
F3, dengan tingkat penjelasan sebesar 88, dan masing-masing sumbu dapat memberikan penjelasan sebesar 51, 19 dan 10.
Diagram profil baris dan kolom pada perpotongan sumbu F1 dan F2 Gambar 62 memperlihatkan terbentuknya tiga kelompok asosiasi. Asosiasi
yang nampak antara kelas ukuran dari tiap jenis kepiting bakau dengan substasiun dalam satu kelompok menggambarkan keterkaitan yang erat diantara
keduanya. Kelompok pertama, yang berkontribusi membentuk sumbu F1 positif, merupakan kelompok asosiasi antara substasiun B1, B2, M1, M3, dan M4
dengan jenis S paramamosain ukuran kecil sedang dan besar, S. olivacea
ukuran kecil dan sedang dan S. tranquebarica ukuran sedang. Bila dirujuk pada
hasil analisa karakteristik habitat kepiting bakau, maka substasiun-substasiun ini dicirikan oleh parameter lingkungan fraksi substrat liat dan kerapatan mangrove
Rhizophora yang tinggi, serta parameter salinitas, pH air, kedalaman, kecerahan dan fraksi substrat pasir yang rendah B1, B2, dan M1, fraksi substrat debu,
kerapatan Avicennia, produksi serasah dan kelimpahan makrozoobentos yang
rendah M3, serta parameter suhu dan oksigen terlarut yang rendah; kelompok kedua, yang berkontribusi membentuk sumbu F2 positif, merupakan kelompok
asosiasi antara substasiun B4, T1, dan T3 dengan jenis S. olivacea ukuran
besar, dicirikan oleh parameter fraksi substrat liat, dan kerapatan Rhizophora
159 yang tinggi, serta salinitas, pH air, kedalaman, kecerahan, dan fraksi substrat
pasir yang rendah; kelompok ketiga, yang berkontribusi membentuk sumbu F1 negatif, merupakan kelompok asosiasi antara substasiun B3, B5, T3, T4, T5, dan
M2, dengan jenis S. serrata kecil dan S. serrata sedang, yang dicirikan oleh
parameter suhu dan oksigen terlarut yang tinggi B2 dan T4 dan rendah M2, parameter fraksi substrat debu, kerapatan
Avicennia, produksi serasah dan kelimpahan makrozoobentos yang tinggi B5, fraksi substrat liat kerapatan
Rhizophora yang tinggi dan rendah, serta parameter salinitas, pH air, kedalaman, kecerahan dan fraksi substrat pasir yang tinggi dan rendah T3 dan T5.
Gambar 62 Diagram profil kelas ukuran tiap jenis kepiting bakau Scylla spp. dan
substasiun penelitian pada perpotongan sumbu faktorial F1 dan F2 Spk: S.
paramamosain kecil, Sps: S. paramamosain sedang, Spb: S. paramamosain besar, Ssk: S. serrata kecil, Sss: S. serrata sedang, Ssb:
S. serrata besar, Sok: S.olivacea kecil, Sos: S. olivacea sedang, Sob: S. olivacea besar, Stk: S. tranquebarica kecil, Sts: S. tranquebarica sedang,
Stb:
S. tranquebarica besar Diagram profil baris dan kolom pada perpotongan sumbu F1 dan F3
Gambar 63, memperlihatkan terbentuknya satu kelompok asosiasi, yang berkontribusi membentuk sumbu F3 positif. Kelompok ini merupakan kelompok
asosiasi antara substasiun B3, B4, B6, dan M5, dengan jenis S serrata ukuran
besar, S. paramamosain ukuran besar, dan S. tranquebarica ukuran besar.
Substasiun-substasiun ini dicirikan oleh parameter lingkungan suhu dan oksigen terlarut yang tinggi B3, fraksi substrat liat dan kerapatan mangrove
Rhizophora yang tinggi dan rendah, serta parameter salinitas, pH air, kedalaman, kecerahan
dan fraksi substrat pasir yang rendah yang tinggi dan rendah.
Spk Sps
Spb Sok
Sos Sob
Ssk Sss
Ssb Stk
Sts Stb
B1 B2
B3 B4
B5 B6
T1
T2 T3
T4 T5
M1 M2
M3 M4
M5 -0,6
-0,4 -0,2
0,2 0,4
0,6 0,8
1 1,2
1,4 1,6
-1 -0,8
-0,6 -0,4
-0,2 0,2
0,4 0,6
0,8 1
-- axis 1 51 -- --
a x
is 2
1 9
--
160
Gambar 63 Diagram profil kelas ukuran kepiting bakau Scylla spp. dan substasiun pada
perpotongan sumbu faktorial F1 dan F2 Spk: S. paramamosain kecil, Sps:
S. paramamosain sedang, Spb: S. paramamosain besar, Ssk: S. serrata kecil, Sss:
S. serrata sedang, Ssb: S. serrata besar, Sok: S.olivacea kecil, Sos:
S. olivacea sedang, Sob: S. olivacea besar, Stk: S. tranquebarica kecil, Sts:
S. tranquebarica sedang, Stb: S. tranquebarica besar Hasil analisa Faktorial Koresponden
Correspondence Analysis, CA untuk mengkaji distribusi spasial antar kelas ukuran kepiting bakau pada tiap zona
dalam wilayah perairan mangrove Desa Blanakan, Tanjung Laut, dan Mayangan tersaji pada skema distribusi spasial kelas ukuran kepiting bakau Gambar 64, 65
dan 66. Hasil analisa menunjukkan bahwa distribusi kelas ukuran dari masing- masing jenis kepiting bakau pada tiap zona dalam wilayah perairan mangrove
cenderung mengikuti preferensi jenis kepiting bakau tersebut terhadap habitat tertentu.
Meskipun demikian, secara umum terlihat bahwa kepiting bakau berukuran kecil memiliki wilayah distribusi yang sempit, yakni memiliki preferensi pada zona
tengah hutan mangrove. Sedangkan kepiting bakau berukuran sedang dan besar memiliki wilayah distribusi yang relatif lebih luas, yakni memiliki pada zona
belakang, tengah, dan depan hutan mangrove. Sehingga dapat dikatakan bahwa meskipun tiap jenis kepiting bakau memiliki preferensi terhadap habitat tertentu,
namun hal tersebut bukan menjadi faktor mutlak yang membatasi distribusinya menurut klasifikasi kelas ukuran adalah individu dewasa.
Stb
Sts Stk
Ssb
Sss Ssk
Sob Sos
Sok Spb
Sps Spk
M5 M4
M3 M2
M1 T5
T4 T3
T2 T1
B6
B5 B4
B3
B2 B1
-0,4 -0,2
0,2 0,4
0,6 0,8
-1 -0,8
-0,6 -0,4
-0,2 0,2
0,4 0,6
0,8 1
-- axis 1 51 -- -- a
x is
3 1
--
161
Gambar 64 Skema distribusi spasial kelas ukuran kepiting bakau Scylla spp. pada zona-zona dalam wilayah perairan mangrove Desa Blanakan
Gambar 65 Skema distribusi spasial kelas ukuran kepiting bakau Scylla spp. pada zona-zona dalam wilayah perairan mangrove Desa Tanjung Laut
B1 B3
B2 B5
B6
B4
sal= 34.00‰ pH=7.10
ked=2.45 m kec=0.63 m
pasir=87.00
Rhizophora =291 indha
Serasah=3.38 kgthn liat=76.20
Rhizophora =163 indha
Avicennia =98 indha
Serasah=2.53 kgthn Mzoobentos=23 860 indm
2
lliat=54.20 sal=34.00‰
DO=7.83 Rhizophora
=297 indha Avicennia
=189 indha Serasah=5.34 kgthn
Mzoobentos=2 5000 indm
2
debu=62.00
Avicennia =114 indha
suhu=31.30˚C lliat=54.20
K. S.serrata kecil
50-100 indha K S.
S.serrata kecil 50 indha
Kelimp. S.serrata kecil
100 indha
K. S. paramamosain
sedang 50-100 indha K.
S. paramamosain sedang 50 indha
K. S.paramamosain
sedang 100 indha K.
S. olivacea kecil 50-100 indha
K. S. olivacea kecil
50 indha K.
S.olivacea kecil 100 indha
K. S. tranquebarica
sedang 50-100 indha K.
S. tranquebarica sedang 50 indha
K. S. tranquebarica
sedang 100 indha Kelimp.
S.serrata besar 50-100 indha
Kelimp. S.serrata besar
50 indha Kelimp.
S.serrata besar 100 indha
K. S. olivacea besar
50-100 indha K.
S. olivacea besar 50 indha
K. S. olivacea besar
100 indha K.
S.serrata sedang 50-100 indha
K. S.serrata sedang
50 indha K.
S.serrata sedang 100 indha
K. S. paramamosain
kecil 50-100 indha K.
S. paramamosain kecil 50 indha
K. S. paramamosain
kecil 100 indha K.
S. paramamosain besar 50-100 indha
K. S. paramamosain
besar 50 indha K.
S. paramamosain besar 100 indha
K. S. olivacea sedang
50-100 indha K.
S. olivacea sedang 50 indha
K. S.olivacea sedang
100 indha K.
S. tranquebarica kecil 50-100 indha
K. S. tranquebarica
kecil 50 indha K.
S. tranquebarica kecil
100 indha K.
S. tranquebarica besar 50-100 indha
K. S. tranquebarica
besar 50 indha K.
S. tranquebarica besar 100 indha
DO=7,20 Rhizophora
=118 indha Avicennia
=129 indha Serasah=2,52 kgthn
Mzoobentos=9 590 indm
2
DO=8.10 Rhizophora
=163 indha Serasah=2.57 kgthn
Mzoobentos=1 7540 indm
2
suhu=29.70˚C debu=54.20
sal= 31.00‰ pH=7.00
ked=4.70 mkec=0.60 m
pasir=74.00
debu=53.00 Avicennia
=107 indha
T2
T1 T5
T3 T4
K. S.serrata kecil
50-100 indha K S.
S.serrata kecil 50 indha
Kelimp. S.serrata kecil
100 indha
K. S. paramamosain
sedang 50-100 indha K.
S. paramamosain sedang 50 indha
K. S.paramamosain
sedang 100 indha K.
S. olivacea kecil 50-100 indha
K. S. olivacea kecil
50 indha K.
S.olivacea kecil 100 indha
K. S. tranquebarica
sedang 50-100 indha K.
S. tranquebarica sedang 50 indha
K. S. tranquebarica
sedang 100 indha Kelimp.
S.serrata besar 50-100 indha
Kelimp. S.serrata besar
50 indha Kelimp.
S.serrata besar 100 indha
K. S. olivacea besar
50-100 indha K.
S. olivacea besar 50 indha
K. S. olivacea besar
100 indha K.
S.serrata sedang 50-100 indha
K. S.serrata sedang
50 indha K.
S.serrata sedang 100 indha
K. S. paramamosain
kecil 50-100 indha K.
S. paramamosain kecil 50 indha
K. S. paramamosain
kecil 100 indha K.
S. paramamosain besar 50-100 indha
K. S. paramamosain
besar 50 indha K.
S. paramamosain besar 100 indha
K. S. olivacea sedang
50-100 indha K.
S. olivacea sedang 50 indha
K. S.olivacea sedang
100 indha K.
S. tranquebarica kecil 50-100 indha
K. S. tranquebarica
kecil 50 indha K.
S. tranquebarica kecil
100 indha K.
S. tranquebarica besar 50-100 indha
K. S. tranquebarica
besar 50 indha K.
S. tranquebarica besar 100 indha
162
Gambar 66 Skema distribusi spasial kelas ukuran kepiting bakau Scylla spp. pada
zona-zona dalam wilayah perairan mangrove Desa Mayangan Yang menjadi faktor pembatas distribusi kepiting bakau antar kelas ukuran
adalah perkembangan kemampuan adaptasinya terhadap perubahan nilai parameter lingkungan. Hill 1975; 1978 dan Hill
et al. 1982 berdasarkan hasil penelitiannya tentang kelimpahan dan distribusi populasi kepiting bakau jenis
S. serrata, pada perairan estuari dan areal pasang surut menemukan bahwa distribusi dan kelimpahan kepiting bakau tergantung pada tahap
perkembangannya. Pada stadia juvenil, kepiting bakau yang berukuran lebar karapaks diatas delapan sentimeter umumnya melimpah pada perairan
intertidal, pada stadia menjelang dewasa dan dewasa, melimpah pada perairan
subtidal. Demikian pula dengan Le Vay
et al. in press dalam Le Vay 2001, menjumpai juvenil kepiting
S. paramamosain berukuran lebar karapaks 3-4 cm tertangkap pada malam hari di
intertidal mudflats, sedangkan proporsi terbesar dari populasi di
subtidal adalah individu dewasa. Wilayah distribusi yang sempit dari kepiting bakau berukuran kecil, yakni
hanya pada zona tengan hutan mangrove, mengindikasikan bahwa kepiting bakau berukuran kecil hanya mampu beradaptasi terhadap lingkungan perairan
yang sempit, karena kemampuan adaptasinya terhadap perubahan nilai
M5 M2
M1 M3
M4
sal= 31.50‰ pH=7.20
ked=4,50 m kec=0.70 m
pasir=91.30
Rhizophor a= 91 indha
Avicennia =215 indha
Serasah=2.71 kgthn Mzoobentos=20 480 indm
2
liat=59.10 Rhizophora
=329 indha Avicennia
=127 indha Serasah=5.13 kgthn
Mzoobentos=27400 indm
2
debu=34.20 suhu=30.10˚C
liat=85.60
K. S.serrata kecil
50-100 indha K S.
S.serrata kecil 50 indha
Kelimp. S.serrata kecil
100 indha
K. S. paramamosain
sedang 50-100 indha K.
S. paramamosain sedang 50 indha
K. S.paramamosain
sedang 100 indha K.
S. olivacea kecil 50-100 indha
K. S. olivacea kecil
50 indha K.
S.olivacea kecil 100 indha
K. S. tranquebarica sedang
50-100 indha K.
S. tranquebarica sedang 50 indha
K. S. tranquebarica sedang
100 indha Kelimp.
S.serrata besar 50-100 indha
Kelimp. S.serrata besar
50 indha Kelimp.
S.serrata besar 100 indha
K. S. olivacea besar
50-100 indha K.
S. olivacea besar 50 indha
K. S. olivacea besar
100 indha K.
S.serrata sedang 50- 100 indha
K. S.serrata sedang 50
indha K.
S.serrata sedang 100 indha
K. S. paramamosain
kecil 50-100 indha K.
S. paramamosain kecil 50 indha
K. S. paramamosain
kecil 100 indha K.
S. paramamosain besar 50-100 indha
K. S. paramamosain
besar 50 indha K.
S. paramamosain besar 100 indha
K. S. olivacea sedang 50-
100 indha K.
S. olivacea sedang 50 indha
K. S.olivacea sedang
100 indha K.
S. tranquebarica kecil 50-100 indha
K. S. tranquebarica
kecil 50 indha K.
S. tranquebarica kecil 100 indha
K. S. tranquebarica besar
50-100 indha K.
S. tranquebarica besar 50 indha
K. S. tranquebarica besar
100 indha
163 parameter lingkungan belum berkembang secara baik. Sebaliknya wilayah
distribusi yang relatif luas dari kepiting bakau berukuran besar, mengindikasikan adanya kemampuan beradaptasi yang tinggi terhadap perubahan nilai parameter
lingkungan yang telah berkembang baik. Sementara distribusi yang luas dari kepiting bakau berukuran sedang selain mengindikasikan preferensinya terhadap
wilayah tertentu sehingga merupakan habitat alaminya, juga memberikan indikasi tentang kemampuan adaptasinya yang sudah mulai berkembang.
Berdistribusinya kepiting bakau berukuran kecil atau kepiting bakau muda pada zona hutan mangrove yang memiliki tingkat kerapatan vegetasi yang tinggi,
disebabkan karena areal ini dapat menjadi tempat perlindungan dan pengasuhan yang baik. Sistem perakaran mangrove yang padat dan kusut, selain dapat
menjadi tempat berlindung, juga merupakan perangkap sedimen lumpur sehingga kepiting mudah menggali dan membenamkan dirinya untuk berlindung
ketiga berganti kulit. Perakaran mangrove juga menjadi perangkap serasah terutama serasah mangrove, yang dalam proses pembusukan akan menjadi
detritus yang merupakan makanan alami kepiting bakau. Dengan demikian zona ini tidak hanya menjadi tempat perlindungan dan pengasuhan
nursery ground, tapi juga tempat mencari makan
feeding ground bagi kepiting bakau muda. Le Vay
et al. in press dalam Le Vay 2001 menyatakan bahwa perairan mangrove, estuari dan sekitarnya merupakan pemelihara bagi juvenil kepiting bakau jenis
S. paramamosain. Labih lanjut Hill 1974 dan Le Reste et al. 1976, menyatakan
bahwa pada tahap juvenil dan menjelang dewasa, kepiting bakau akan bermigrasi ke pantai, muara sungai, atau ke hulu estuari untuk mencari makan
dan berlindung. Sedangkan menurut Hill 1982 dan Heasman 1980, kepiting bakau muda menyukai tempat-tempat terlindung seperti pada alur air laut yang
mencorok ke daratan creek, di bawah batu, di bentangan rumput laut, atau
membenamkan diri di dalam lumpur. Distribusi kepiting bakau berukuran besar atau kepiting bakau dewasa
pada wilayah yang luas, selain untuk mencari makan karena kebutuhan makanan kepiting bakau dewasa umumnya relatif lebih banyak dalam jumlah maupun
variasi jenis makanan, juga merupakan upaya membebaskan diri dari persaingan terhadap makanan, tempat tinggal, dan tempat berlindung. Selain itu
juga merupakan upaya penguasaan wilayah kawin mating teritory, dan upaya
164 mencari wilayah yang relatif stabil untuk memijahkan dan menetaskan telur-
telurnya, serta untuk menjamin kelangsungan hidup larva yang dihasilkannya. 4.1.7.4 Distribusi Spasial Individu Betina Matang Gonad
Untuk mengkaji distribusi spasial individu kepiting bakau S. Serrata
betina matang gonad pada wilayah perairan mangrove Desa Blanakan, Tanjung Laut, dan Mayangan, maka dilakukan analisa Faktorial Koresponden
Coresspondence Analysis, CA.
Hasil analisa CA Lampiran 15 memperlihatkan bahwa informasi utama mengenai distribusi spasial kepiting
bakau betina pada berbagai tingkat kematangan gonad, terhadap substasiun- substasiun pada stasiun penelitian ini terpusat pada dua sumbu utama F1 dan
F2, dengan tingkat penjelasan sebesar 91, dan masing-masing sumbu dapat memberikan penjelasan sebesar 81 dan 10. Diagram profil baris dan kolom
pada perpotongan sumbu F1 dan F2 Gambar 67, memperlihatkan terbentuknya lima kelompok asosiasi. Asosiasi yang nampak antara kepiting bakau betina
matang gonad pada tiap tingkat kematangan dengan substasiun penelitian dalam satu kelompok menggambarkan keterkaitan yang erat diantara keduanya.
Kelompok pertama, yang berkontribusi membentuk sumbu F1 positif, merupakan kelompok asosiasi antara substasiun B1, B2, B4, T2, T3, M1, M3 dan
M4, dengan kepiting bakau betina matang gonad tingkat I dan tingkat II TKG I dan TKG II. Bila dirujuk pada hasil analisa karakteristik habitat kepiting bakau
maka substasiun-substasiun ini dicirikan oleh parameter fraksi substrat liat dan kerapatan
Rhizophora yang tinggi, salinitas, pH air, kedalaman, kecerahan dan fraksi substrat pasir yang tinggi B1, B2, B4, T3 dan M1, parameter fraksi
substrat debu, kerapatan Avicennia, produksi serasah, dan kelimpahan
makrozoobentos yang tinggi maupun rendah T2 dan M3, serta parameter suhu dan oksigen terlarut yang rendah M4; kelompok kedua yang berkontribusi
membentuk sumbu F2 positif, merupakan kelompok asosiasi antara substasiun B6 dengan TKG V, yang dicirikan oleh parameter salinitas, pH air, kedalaman,
kecerahan dan fraksi substrat pasir yang tinggi; kelompok ketiga yang berkontribusi membentuk sumbu F1 negatif, merupakan kelompok asosiasi
antara B3, T5 dan M5, dengan TKG IV, yang dicirikan oleh parameter suhu dan oksigen terlarut yang tinggi B3, salinitas, pH air, kedalaman, kecerahan dan
fraksi substrat pasir yang tinggi, serta fraksi substrat liat dan kerapatan Avicennia
165 yang rendah T5 dan M5; sedangkan kelompok keempat yang berkontribusi
membentuk sumbu F2 negatif, merupakan kelompok asosiasi antara substasiun B5, T1, T4, dan M2, dengan kepiting bakau betina TKG III, yang dicirikan oleh
parameter kerapatan Avicennia, produksi serasah dan kelimpahan
makrozoobentos yang tinggi B5, parameter fraksi substrat liat dan kerapatan Rhizophora yang tinggi serta salinitas, pH air, kedalaman, kecerahan dan fraksi
substrat pasir yang rendah T1, serta parameter suhu dan oksigen terlarut yang rendah maupun tinggi T4 dan M2.
Gambar 67 Digram profil tingkat kematangan gonad dari kepiting bakau Scylla serrata
betina dan substasiun penelitian pada perpotongan sumbu faktorial F1 dan F2 TKG I-TKG V: tingkat kematangan gonad I-V
Hasil analisa CA kemudian diplot dalam skema distribusi spasial kepiting bakau betina matang gonad yang tertuang dalam Gambar 68, 69, dan 70.
Gambaran skematik tersebut menunjukkan bahwa pada wilayah perairan Desa Blanakan kepiting bakau
Scylla serrata betina matang gonad tingkat I dan II TKG I TKG II, memiliki preferensi pada zona belakang dan tengah hutan.
Namun ketika telah mencapai TKG III dan IV kepiting bakau betina memiliki preferensi pada zona depan hutan. Selajutnya ketika mencapai TKG V kepiting
bakau betina memiliki preferensi pada zona laut. Pada wilayah perairan mangrove Desa Tanjung Laut, kepiting bakau betina matang gonad tingkat I dan
II TKG I TKG II, tidak hanya memiliki preferensi pada zona tengah hutan saja, tetapi juga pada zona depan hutan. Ketika mencapai TKG III kepiting bakau
betina memiliki prefrensi pada zona depan hutan. Selanjutnya ketika mencapai
TKG I TKG II
TKG III TKG IV
TKG V B1
B2 B3
B4
B5 B6
T1 T2
T3
T4 T5
M1
M2 M3
M4 M5
-0,4 -0,3
-0,2 -0,1
0,1 0,2
0,3 0,4
0,5 0,6
-1 -0,5
0,5 1
1,5
-- axis 1 81 -- -- a
x is
2 1
--
166
Gambar 68 Skema distribusi spasial individu kepiting bakau Scylla serrata betina
menurut tingkat kematangan gonad pada zona-zona dalam wilayah perairan mangrove Desa Blanakan
Gambar 69 Skema distribusi spasial individu kepiting bakau Scylla serrata betina
menurut tingkat kematangan gonad pada zona-zona dalam wilayah perairan mangrove Desa Tanjung Laut
B1 B3
B2 B5
B6
B4
sal= 34.00‰ pH=7.10
ked=2.45 m kec=0.3 m
pasir=87.00
suhu=31.30˚C llat=54.20
Rhizophora=291 indha Serasah=3.38kgthn
liat=76.20 Avicennia
=114 indha sal=34.00‰
DO=7.83 Rhizophora
=297 indha Avicennia
=189 indha Serasah=534 kgthn
Mzoobentos=25000indm
2
Rhizophora =163 indha
Avicennia =98 indha
Serasah=2.53 kgthn Mzoobentos=23860 indm
2
liat=54.0
Kelimp. Tkg I 10 indha Kelimp. Tkg I 10-20 indha
Kelimp. Tkg II 20 indha Kelimp. Tkg II 10 indha
Kelimp. Tkg I 10-20 indha Kelimp. Tkg II 20 indha
Kelimp. Tkg III 10 indha Kelimp. Tkg III 10-20 indha
Kelimp. Tkg III 20 indha Kelimp. Tkg IV 10 indha
Kelimp. Tkg IV 10-20 indha Kelimp. Tkg IV 20 indha
Kelimp. Tkg v 10 indha Kelimp. Tkg V 10-20 indha
Kelimp. Tkg V 20 indha
T5
T2
T3 T1
sal= 31.00‰ pH=7.00
ked=4.70 m kec=0.60 m
pasir=74.00
DO=7.20 Rhizophora
=118 indha Avicennia
=129 indha Serasah=2..52 kgthn
Mzoobentos=9 590 indm
2
DO=8.10 Rhizophora
=163 indha Serasah=2.57 kgthn
Mzoobentos=17 540 indm
2
suhu=29.70˚C debu=54.20
debu=53.00 Avicennia
=107 indha
Kelimp. Tkg I 10 indha Kelimp. Tkg I 10-20 indha
Kelimp. Tkg II 20 indha Kelimp. Tkg II 10 indha
Kelimp. Tkg I 10-20 indha Kelimp. Tkg II 20 indha
Kelimp. Tkg III 10 indha Kelimp. Tkg III 10-20 indha
Kelimp. Tkg III 20 indha Kelimp. Tkg IV 10 indha
Kelimp. Tkg IV 10-20 indha Kelimp. Tkg IV 20 indha
Kelimp. Tkg v 10 indha Kelimp. Tkg V 10-20 indha
Kelimp. Tkg V 20 indha
T4
167
Gambar 70 Skema distribusi spasial individu kepiting bakau Scylla serrata betina
menurut tingkat kematangan gonad pada zona-zona dalam wilayah perairan mangrove Desa Mayangan
TKG IV dan V kepiting bakau betina memiliki prefrensi pada zona laut. Sedangkan pada perairan Desa Mayangan kepiting bakau betina matang gonad
tingkat I dan II TKG I TKG II, memiliki preferensi pada zona tengah hutan dan ketika mencapai TKG III, IV dan V kepiting bakau betina memiliki preferensi pada
zona depan hutan dan zona laut. Dari penjelasan tersebut diatas, maka dapat dikatakan bahwa karena
kondisi lingkungan zona tengah pada wilayah perairan mangrove Desa Tanjung Laut kurang mendukung keberadaan kepiting bakau betina pada tingkat awal
perkembangan gonad, maka kepiting bakau cenderung berdistribusi ke zona depan hutan. Kondisi lingkungan yang diduga mempengaruhi distribusi tersebut,
adalah fluktuasi tingkat salinitas yang sangat cepat, mengingat wilayah ini sangat dipengaruhi oleh sebuah aliran sungai besar di sekitarnya. Distribusi pada
perairan mangrove Desa Tanjung Laut terlihat agak berbeda dengan distribusi spasial kepiting bakau betina antar tingkat kematangan gonad pada perairan
mangrove Desa Blanakan dan Mayangan. Perbedaan ini terutama terjadi pada distribusi spasial kepiting bakau betina TKG I dan II, atau pada tingkat awal
perkembangan gonad. Hal ini mungkin disebabkan karena rendahnya kerapatan vegetasi mangrove pada zona tengah hutan, sehingga kepiting bakau betina
M5 M2
M1 M3
M4 sal= 31,50‰
pH=7,20 ked=4,50 m
kec=0,70 m pasir=91,30
Rhizophora=91 indha Avicenia=215 indha
Serasah=2,71 kgthn m-zoobentos=20480 indm
2
liat=59,10 Rhizophora=329 indha
Avicenia=127 indha Serasah=5,13 kgthn
m-zoobentos=27400 indm
2
debu=34,20 suhu=30,10˚C
liat=85,60
Kelimp. Tkg I 10 indha Kelimp. Tkg I 10-20 indha
Kelimp. Tkg II 20 indha Kelimp. Tkg II 10 indha
Kelimp. Tkg I 10-20 indha Kelimp. Tkg II 20 indha
Kelimp. Tkg III 10 indha Kelimp. Tkg III 10-20 indha
Kelimp. Tkg III 20 indha Kelimp. Tkg IV 10 indha
Kelimp. Tkg IV 10-20 indha Kelimp. Tkg IV 20 indha
Kelimp. Tkg v 10 indha Kelimp. Tkg V 10-20 indha
Kelimp. Tkg V 20 indha
168 berdistribusi ke zona depan hutan, yang memiliki kerapatan vegetasi mangrove
relatif lebih tinggi, untuk mencari tempat berlindung dan sumber makanan alami. Sistem perakaran mangrove yang khas umumnya dapat menjadi tempat
berlindung bagi kepiting bakau. Selain itu sistem perakaran mangrove dapat memerangkap sedimen sehingga menciptakan substrat dasar lumpur yang
merupakan habitat yang disenangi oleh kepiting bakau. Vegetasi mangrove juga menghasilkan serasah yang selain merupakan salah satu makanan alami
kepiting bakau, melalui proses pembusukan dapat menghasilkan zat-zat hara untuk meningkatkan kesuburan perairan. Perairan yang subur akan
meningkatkan kehadiran organisme-organisme lain, yang diantaranya adalah jenis makanan alami kepiting bakau.
Meskipun distribusi spasial kepiting bakau betina matang gonad pada tiap tingkat perkembangan terlihat berbeda antar wilayah perairan, namun secara
umum kepiting bakau betina matang gonad memperlihatkan migrasi spesifik yakni bergerak dari perairan hutan mangrove dan muara sungai ke perairan laut
untuk memenuhi kebutuhan reproduksinya. Menurut Hill 1974 dan Le Reste et
al 1976, kepiting bakau melangsungkan perkawinan di perairan hutan mangrove dan seiring dengan perkembangan gonadnya, kepiting bakau betina
akan bermigrasi ke laut untuk memijah. Fenomena biologis tersebut memberikan indikasi bahwa kepiting bakau mencari kondisi lingkungan yang selain dapat
mendukung kesempurnaan perkembangan gonad, proses pemijahan dan pembuahan, juga dapat menjamin kelangsungan perkembangan embrio dan
keberhasilan proses penetasan.
4.1.7.5 Distribusi Temporal Individu Betina Matang Gonad