129 Dari penjelasan tersebut di atas, dapat dikatakan bahwa perkembangan
populasi kepiting bakau pada wilayah perairan mangrove Desa Blanakan, Tanjung Laut, maupun Mayangan adalah stasioner karena perbandingan ukuran
populasi antar kelas ukuran dan umur melalui analisa von Bertalanffi kepiting bakau, berada dalam keadaan seimbang. Hal ini disebabkan karena ukuran
populasi tertinggi dijumpai pada kelas ukuran sedang. Kelas ukuran tersebut mengandung sebagian individu muda dan sebagian individu tua; kelas ukuran
kecil mengandung individu muda; sebaliknya kelas ukuran besar mengandung individu tua. Heddy dan Kurniati 1994, menyatakan bahwa populasi yang
stasioner mengandung individu dengan pembagian umur yang merata, sedangkan populasi yang sedang berkembang cepat mengandung sebagian
besar individu muda. Sebaliknya pada populasi sedang menurun, mengandung sebagian besar individu tua.
4.1.6.2 Pola Distribusi
Berdasarkan data kelimpahan kepiting bakau, dilakukan analisa untuk menentukan indeks distribusi ID kepiting bakau pada tiap stasiun penelitian baik
menurut individu, jenis kelamin, jenis, maupun ukuran per jenis kelamin dari masing-masing jenis kepiting bakau, dengan menggunakan analisa Indeks
Distribusi Morisita. Berdasarkan hasil analisa ini maka dapat ditentukan pola distribusi kepiting bakau Tabel 15.
Hasil analisa menunjukkan bahwa indeks distribusi kepiting bakau pada stasiun penelitian Blanakan, Tanjung Laut, dan Mayangan berturut-turut adalah
1.64; 1.31; dan 1.54. Indeks distribusi kepiting bakau menurut jenis pada masing- masing stasiun penelitian, menunjukan bahwa indeks distribusi jenis
S. paramamosain, S. olivacea, S. serrata, dan S. tranquebarica pada stasiun penelitian Blanakan, berkisar antara 1.66-2.26; indeks distribusi keempat jenis
pada stasiun penelitian Tanjung Laut, berkisar antara 1.12-1.75; sedangkan indeks distribusi keempat jenis kepiting bakau pada stasiun penelitian Mayangan,
berkisar antara 1.60-2.12. Hasil analisa indeks distribusi kepiting bakau menurut kelas ukuran dari
tiap jenis kepiting bakau per jenis kelamin, memperlihatkan bahwa pada stasiun penelitian Blanakan, indeks distribusi kelas ukuran kecil, sedang, dan besar dari
individu jantan jenis S. paramamosain berkisar antara 1.88-3.18,
130
131 sedangkan indeks distribusi ketiga kelas ukuran individu betina jenis
S. paramamosain berkisar antara 1.91-2.13; indeks distribusi ketiga kelas ukuran
dari individu jantan jenis S. olivacea berkisar antara 1.21-3.68, sedangkan indeks
distribusi ketiga kelas ukuran dari individu betina jenis S. olivacea berkisar antara
0.91-2.84; indeks distribusi ketiga kelas ukuran dari individu jantan jenis S. serrata berkisar antara 1.12-3.19, sedangkan indeks distribusi ketiga kelas
ukuran dari individu betina jenis S. serrata berkisar antara 1.97-2.30; indeks
distribusi ketiga kelas ukuran dari individu jantan jenis S. tranquebarica berkisar
antara 1.47-2.58, sedangkan indeks distribusi ketiga kelas ukuran individu betina dari jenis
S. tranquebarica berkisar antara 1.89-2.00. Pada stasiun penelitian Tanjung Laut, indeks distribusi kelas ukuran kecil,
sedang, dan besar dari kepiting bakau jantan jenis S. paramamosain berkisar
antara 1.46-1.92, sedangkan indeks distribusi ketiga kelas ukuran dari individu betina jenis
S. paramamosain berkisar antara 1.33-1.92; indeks distribusi ketiga kelas ukuran dari individu jantan jenis
S. olivacea berkisar antara 1.87-2.54, sedangkan indeks distribusi ketiga kelas ukuran dari individu betina jenis
S. olivace berkisar antara 1.48-1.97; indeks distribusi ketiga kelas ukuran dari individu jantan jenis
S. serrata berkisar antara 1.07-2.11, sedangkan indeks distribusi ketiga kelas ukuran dari individu betina jenis
S. serrata berkisar antara 1.19-2.31; indeks distribusi ketiga kelas ukuran dari individu jantan jenis
S. tranquebarica berkisar antara 0.95-1.25, sedangkan indeks distribusi ketiga kelas ukuran dari individu betina jenis
S. tranquebarica berkisar antara 1.19-1.43. Pada stasiun penelitian Mayangan, indeks distribusi kelas ukuran kecil,
sedang, dan besar dari kepiting bakau jantan jenis S. paramamosain berkisar
antara 1.08-3.70, sedangkan indeks distribusi ketiga kelas ukuran dari individu betina jenis
S. paramamosain berkisar antara1.28-1.82; indeks distribusi ketiga kelas ukuran dari individu jantan jenis
S. olivacea berkisar antara 1.55-3.68, sedangkan indeks distribusi ketiga kelas ukuran dari individu betina jenis
S. olivacea berkisar antara 1.51-1.77; indeks distribusi ketiga kelas ukuran dari individu jantan jenis
S. serrata berkisar antara 1.58-2.21, sedangkan indeks distribusi ketiga kelas ukuran dari individu betina jenis
S. serrata berkisar antara 1.33-2.60; indeks distribusi ketiga kelas ukuran dari individu jantan jenis
S. tranquebarica berkisar antara 1.60-2.93, sedangkan indeks distribusi ketiga kelas ukuran individu betina dari jenis S
. tranquebarica berkisar antara 1.13-1.92.
132 Individu dalam populasi dapat berdistribusi menurut tiga pola distribusi
yakni distribusi acak, distribusi seragam, dan distribusi berkelompok. Bengen 1998, menyatakan bahwa klasifikasi pola distribusi didasarkan pada kriteria nilai
indeks distribusi. Bila nilai indeks distribusi ID=1.0, maka tergolong pola distribusi Acak; bila ID=0.0, maka tergolong pola distribusi normal; dan bila
ID=n, maka tergolong pola distribusi bergerombol. Dari tabel indeks distribusi kepiting bakau pada wilayah perairan mangrove
Desa Blanakan, Tanjung Laut, maupun Mayangan, baik menurut jenis, jenis kelamin, maupun kelas ukuran tiap jenis per jenis kelamin, kepiting bakau pada
ketiga wilayah perairan mangrove tergolong dalam pola distribusi bergerombol. Menurut Odum 1996, pola bergerombol merupakan pola yang paling umum
dalam populasi yang dijumpai di alam. Dikatakan pula bahwa dalam pola distribusi bergerombol, kelompok-kelompok dapat sama atau berbeda ukuran
populasinya, dan dapat berdistribusi secara acak, seragam, atau bergerombol secara sendiri-sendiri, dengan ruang yang luas dan tidak terisi. Lebih lanjut
Heddy dan Kurniati 1994, menyatakan bahwa tiga pola dasar distribusi organisme dapat diklasifikasikan atas lima tipe distribusi, yakni tipe distribusi
seragam uniform, acak random, bergerombol secara acak, bergerombol
secara seragam, dan bergerombol berkumpul. Menurut klasifikasi tersebut di atas, maka individu dari populasi kepiting
bakau pada perairan mangrove Desa Blanakan, Tanjung Laut, dan Mayangan, tergolong dalam pola distribusi bergerombol dengan tipe bergerombol secara
acak. Hal ini disebabkan karena tingkah laku kepiting bakau adalah cenderung mencari habitat yang cocok, yang dapat mendukung aktifitas kehidupannya.
Menurut Sara 1994, daerah terlindung yang bersubstrat lumpur dengan tingkat penggenangan yang baik, serta ketersediaan makanan alami yang cukup,
merupakan habitat yang disenangi kepiting bakau. Hasil analisa karakteristik habitat kepiting bakau juga memperlihatkan
bahwa habitat seperti ini tidak berdistribusi merata pada semua zona dalam perairan mangrove Desa Blanakan, Tanjung Laut, dan Mayangan, tetapi terdapat
pada zona tertentu. Dengan demikian, distribusi kepiting bakau cenderung mengikuti pola habitat tersebut. Demikian pula dengan pola distribusi populasi
individu betina. Dalam proses reproduksi, individu betina akan bergerombol secara acak di perairan laut, dalam upaya mencari kondisi lingkungan yang stabil
133 untuk memijahkan dan menetaskan telur-telurnya. Kondisi ini mendukung
pendapat Heddy dan Kurniati 1994, bahwa kecendrungan organisme untuk bergerombol terjadi ketika proses berbiak dan membentuk koloni.
4.1.6.3 Pola Pertumbuhan