Distribusi Spasial Jenis Kelamin Kepiting Bakau

153 Salah satu parameter lingkungan perairan yang terlihat sangat menonjol mempengaruhi perbedaan preferensi kepiting bakau jenis S. serrata dengan ketiga jenis kepiting bakau lainnya, adalah salinitas perairan. Keenan et al. 1998, berdasarkan hasil penelitiannya tentang distribusi kepiting bakau pada tingkat larva dan juvenil, menyatakan bahwa keempat jenis kepiting bakau memiliki perbedaaan preferensi dan tingkat adaptasi terhadap salinitas perairan. Jenis S. serrata dominan pada perairan dengan salinitas diatas 34 ppt, dan pada perairan mangrove dengan salinitas yang tinggi sepanjang tahun, sedangkan ketiga jenis kepiting bakau lainnya melimpah pada perairan yang secara umum memiliki salinitas dibawah 33 ppt, serta mampu berkoloni pada habitat estuari dengan periode salinitas musiman yang rendah. Dengan merujuk pada pendapat tersebut, maka dapat dikatakan bahwa preferensi kepiting bakau terhadap habitat tertentu yang terbentuk pada usia muda akan terbawa terus sampai dewasa, atau meskipun dalam tahapan perkembangan selanjutnya, kepiting bakau mampu berdistribusi secara spasial pada wilayah yang luas, untuk memenuhi kebutuhan biologisnya ketika kemampuan beradaptasi terhadap variasi lingkungan perairan telah berkembang secara baik, namun preferensinya terhadap habitat tertentu, yang terbentuk ketika masa muda akan terus dipertahankan.

4.1.7.2 Distribusi Spasial Jenis Kelamin Kepiting Bakau

Untuk mengkaji distribusi spasial kepiting bakau antar jenis kelamin, maka dilakukan analisa Faktorial Koresponden Correspondence Analysis, CA. Hasil analisa CA Lampiran 13, memperlihatkan bahwa informasi tentang distribusi spasial jenis kelamin dari tiap jenis kepiting bakau, terhadap substasiun- substasiun pada stasiun penelitian ini terpusat pada dua sumbu utama, yakni sumbu faktorial F1 dan F2 sebesar 91, dan masing-masing sumbu faktorial memberikan penjelasan sebesar 79 dan 12. Diagram profil baris dan kolom pada perpotongan sumbu F1 dan F2 Gambar 58, memperlihatkan terbentuknya empat kelompok yang merupakan asosiasi yang kuat antara jenis kelamin per jenis kepiting bakau dengan substasiun penelitian. Kelompok pertama yang berkontribusi membentuk sumbu F1 positif, merupakan kelompok asosiasi antara substasiun B3, B5, B6, T2, T4, T5, dan M2 dengan kepiting bakau jenis S. serrata jantan dan betina. Apabila dirujuk pada 154 hasil analisa karakteristik kepiting bakau maka substasiun-substasiun tersebut dicirikan oleh parameter suhu dan oksigen terlarut yang tinggi B3 dan T4, suhu dan oksigen terlarut yang rendah M2, Kerapatan Rhizophora, kerapatan Avicennia, produksi serasah dan kelimpahan makrozoobentos yang tinggi B5 dan T2, serta salinitas, pH air, kedalaman, kecerahan, fraksi substrat pasir yang tinggi dan rendah, kerapatan Rhizophora dan Avicennia yang rendah B6 dan M5; Kelompok kedua yang berkontribusi membentuk sumbu F2 positif, merupakan asosiasi yang kuat antara substasiun M5 dengan kepiting bakau jenis S. paramamosain, S. olivacea, dan S. tranquebarica betina, yang dicirikan oleh parameter salinitas, pH air, kedalaman, dan kecerahan yang tinggi, serta fraksi substrat liat, dan kerapatan Rhizophora serta Avicennia yang rendah; kelompok ketiga yang berkontribusi dalam pembentukan sumbu F1 negatif, merupakan kelompok asosiasi antara substasiun B1, B2, T1, M3, dan M4 dengan kepiting bakau jenis S. paramamosain, S. olivacea, dan S. tranquebarica jantan, yang dicirikan oleh salinitas, pH air, kedalaman, kecerahan dan fraksi substrat pasir yang tinggi serta fraksi substrat liat dan kerapatan Rhizophora yang rendah B1, B2 dan T1, parameter fraksi substrat debu, kerapatan Avicennia, produksi serasah, dan kelimpahan makrozoobentos yang rendah M3, serta parameter suhu dan oksigen terlarut yang rendah M4; Gambar 58 Diagram profil jenis kelamin tiap jenis kepiting bakau Scylla spp. dan substasiun penelitian pada perpotongan sumbu faktorial F1 dan F2 SpB : S. paramamosain betina, Sp: S. paramamosain jantan, SsB: S. serrata betina, SsJ: S. serrata jantan, SoB: S. olivacea betina, SoJ: S. olivacea jantan, StB : S. tranquebarica betina, StJ: S. tranquebarica jantan Spj Spb Soj Sob Ssj Ssb Stj Stb B1 B2 B3 B4 B5 B6 T1 T2 T3 T4 T5 M1 M2 M3 M4 M5 -0,4 -0,2 0,2 0,4 0,6 0,8 -1 -0,8 -0,6 -0,4 -0,2 0,2 0,4 0,6 0,8 1 -- axis 1 79 -- -- a x is 2 1 2 -- 155 sedangkan kelompok keempat yang berkontribusi terhadap pembentukan sumbu F2 negatif merupakan kelompok asosiasi antara substasiun B4 dan T3 dengan kepiting bakau kepiting bakau S. serrata jantan, yang dicirikan oleh parameter fraksi substrat liat dan kerapatan Rhizophora yang tinggi, serta parameter salinitas, pH air, kedalaman, kecerahan, dan fraksi substrat pasir yang rendah. Hasil tangkapan kepiting bakau menurut klasifikasi jenis kelamin menunjukkan bahwa kepiting bakau jantan maupun betina, dijumpai pada semua zona dalam wilayah perairan mangrove Desa Blanakan, Tanjung Laut, maupun Mayangan. Hal itu berarti kepiting bakau jantan maupun betina dapat beradaptasi terhadap variasi kondisi lingkungan perairan pada ketiga wilayah tersebut. Meskipun demikian hasil analisa CA untuk mengkaji distribusi spasial kepiting bakau jantan dan betina dari tiap jenis kepiting bakau pada tiap zona dalam wilayah perairan mangrove Desa Blanakan, Tanjung Laut, dan Mayangan, yang tertuang dalam skema distribusi spasial kepiting bakau menurut klasifikasi jenis kelamin Gambar 59, 60, dan 61, menunjukan secara umum bahwa kepiting bakau jantan memiliki preferensi pada zona belakang dan tengah hutan mangrove, sebaliknya kepiting bakau betina memiliki preferensi pada zona depan hutan mangrove dan zona laut. Penyebab perbedaan distribusi ini diduga karena adanya perbedaan pola migrasi reproduksi antara kepiting bakau jantan dan kepiting bakau betina. Arriola 1940; Hill 1974; dan Le Reste et. al. 1976, menyatakan bahwa kepiting bakau melangsungkan perkawinan di perairan hutan mangrove dan secara berangsur-angsur sesuai dengan perkembangan telurnya, kepiting bakau betina akan bermigrasi ke perairan laut untuk memijah. Selanjutnya Hill 1979, menyatakan bahwa kepiting bakau jantan biasanya akan tetap tinggal di perairan hutan mangrove dan estuaria, yakni pada bagian-bagian perairan berlumpur yang organisme makanan alaminya melimpah. Proses migrasi pemijahan ke perairan laut hanya dialami oleh kepiting bakau betina. Individu jantan tidak ikut melakukan migrasi karena dalam proses kopulasi sebelumnya umumnya berlangsung di perairan hutan mangrove, jantan telah melakukan transfer dan menyimpan spermathopore di dalam spermatheca, yang ada di dalam tubuh betina. Dengan demikian maka dalam proses pembuahan ketika pemijahan berlangsung tidak diperlukan lagi individu jantan. 156 Gambar 59 Skema distribusi spasial jenis kelamin kepiting bakau Scylla spp. pada wilayah perairan mangrove Desa Blanakan Gambar 60 Skema distribusi spasial jenis kelamin kepiting bakau Scylla spp. pada wilayah perairan mangrove Desa Tanjung Laut Kelimp. S.serrata jantan 50-100 indha Kelimp. S.serrata jantan 50 indha Kelimp. S.serrata jantan 50-100 indha Kelimp. S.serrata betina 50-100 indha Kelimp. S.serrata betina 50 indha Kelimp. S.serrata betina 50-100 indha Kelimp. S.paramamosain jantan 50-100 indha Kelimp. S.paramamosain jantan 50 indha Kelimp. S.paramamosain jantan 50-100 indha Kelimp. S.paramamosain betina 50-100 indha Kelimp. S.paramamosain betina 50 indha Kelimp. S.paramamosain betina 50-100 indha Kelimp. S.olivace jantan 50-100 indha Kelimp. S.olivace jantan 50 indha Kelimp. S.olivace jantan 50-100 indha Kelimp. S.olivace betina 50-100 indha Kelimp. S.olivace betina 50 indha Kelimp. S.olivace betina 50-100 indha Kelimp. S.tranquebarica jantan 50-100 indha Kelimp. S.tranquebarica jantan 50 indha Kelimp. S.tranquebarica jantan 50-100 indha Kelimp. S.tranquebarica betina 50-100 indha Kelimp. S.tranquebarica betina 50 indha Kelimp. S.tranquebarica betina 50-100 indha B1 B3 B2 B5 B6 B4 sal= 34.00‰ pH=7.10 ked=2.45 m kec=0.63 m pasir=87.00 Rhizophora =291 indha Serasah=3.38 kgthn lliat=76.20 Rhizophora =163 indha Avicennia =98 indha Serasah=2.53 kgthn Mzoobentos=23 860 indm 2 lliat=54.20 sal=34.00‰ DO=7.83 Rhizophora =297 indha Avicennia =189 indha Serasah=5.34 kgthn Mzoobentos=2 5000 indm 2 debu=62.00 Avicennia =114 indha suhu=31.30˚C lliat=54.20 T3 T5 T2 T4 sal= 31.00‰ pH=7.00 ked=4.70 m kec=0.60 m pasir=74.00 DO=7.20 Rhizophora =118 indha Avicennia =129 indha Serasah=2,52 kgthn Mzoobentos=9 590 indm 2 DO=8.10 Rhizophora =163 indha Serasah=2.57 kgthn Mzoobentos=1 7540 indm 2 suhu=29.70˚C debu=54.20 debu=53.00 Avicennia =107 indha Kelimp. S.serrata jantan 50-100 indha Kelimp. S.serrata jantan 50 indha Kelimp. S.serrata jantan 50-100 indha Kelimp. S.serrata betina 50-100 indha Kelimp. S.serrata betina 50 indha Kelimp. S.serrata betina 50-100 indha Kelimp. S.paramamosain jantan 50-100 indha Kelimp. S.paramamosain jantan 50 indha Kelimp. S.paramamosain jantan 50-100 indha Kelimp. S.paramamosain betina 50-100 indha Kelimp. S.paramamosain betina 50 indha Kelimp. S.paramamosain betina 50-100 indha Kelimp. S.olivace jantan 50-100 indha Kelimp. S.olivace jantan 50 indha Kelimp. S.olivace jantan 50-100 indha Kelimp. S.olivace betina 50-100 indha Kelimp. S.olivace betina 50 indha Kelimp. S.olivace betina 50-100 indha Kelimp. S.tranquebarica jantan 50-100 indha Kelimp. S.tranquebarica jantan 50 indha Kelimp. S.tranquebarica jantan 50-100 indha Kelimp. S.tranquebarica betina 50-100 indha Kelimp. S.tranquebarica betina 50 indha Kelimp. S.tranquebarica betina 50-100 indha T1 157 Gambar 61 Skema distribusi spasial jenis kelamin kepiting bakau Scylla spp. pada wilayah perairan mangrove Desa Mayangan Migrasi kepiting bakau betina ke zona depan hutan mangrove dan zona laut, merupakan upaya mencari kondisi lingkungan yang relatif stabil untuk memijahkan dan menetaskan telur-telurnya, serta untuk memberikan jaminan kelangsungan hidup bagi larva yang dihasilkannya. Hal ini terjadi karena pada perairan hutan mangrove dan estuari, nilai parameter fisik dan kimia lingkungan berfluktuasi sangat cepat dan besar, sebagai akibat adanya periode pasang surut air laut. Nikolsky 1963 dalam Effendie 2002, menyatakan bahwa migrasi merupakan mata rantai dalam daur hidup, yang tidak dapat dipisahkan dengan mata rantai sebelum dan sesudahnya, serta bertujuan untuk penyesuaian serta peyakinan terhadap kondisi yang menguntungkan. Hasil analisa distribusi spasial tiap jenis kepiting bakau per jenis kelamin, menunjukkan bahwa distribusi spasial jantan dan betina dari satu jenis kepiting bakau, cenderung mengikuti gambaran distribusi spasial jenis kepiting bakau tersebut, dan diduga berkaitan dengan preferensi jenis tersebut terhadap habitat tertentu. Hal ini dapat dilihat melalui gambaran distribusi spasial kepiting bakau jenis S. serrata jantan yang tinggi pada zona depan hutan mangrove, padahal umumnya kepiting bakau jantan dijumpai berdistribusi pada zona tengah dan M5 M2 M1 M3 M4 sal= 31.50‰ pH=7.20 ked=4.50 m kec=0.70 m pasir=91.30 Rhizophora =91 indha Avicennia =215 indha Serasah=2.71 kgthn Mzoobentos=2 0480 indm 2 liat=59,10 Rhizophora =329 indha Avicennia =127 indha Serasah=5.13 kgthn Mzoobentos=2 7400 suhu=30.10˚C lliat=85.60 debu=34.20 Kelimp. S.serrata jantan 50-100 indha Kelimp. S.serrata jantan 50 indha Kelimp. S.serrata jantan 50-100 indha Kelimp. S.serrata betina 50-100 indha Kelimp. S.serrata betina 50 indha Kelimp. S.serrata betina 50-100 indha Kelimp. S.paramamosain jantan 50-100 indha Kelimp. S.paramamosain jantan 50 indha Kelimp. S.paramamosain jantan 50-100 indha Kelimp. S.paramamosain betina 50-100 indha Kelimp. S.paramamosain betina 50 indha Kelimp. S.paramamosain betina 50-100 indha Kelimp. S.olivace jantan 50-100 indha Kelimp. S.olivace jantan 50 indha Kelimp. S.olivace jantan 50-100 indha Kelimp. S.olivace betina 50-100 indha Kelimp. S.olivace betina 50 indha Kelimp. S.olivace betina 50-100 indha Kelimp. S.tranquebarica jantan 50-100 indha Kelimp. S.tranquebarica jantan 50 indha Kelimp. S.tranquebarica jantan 50-100 indha Kelimp. S.tranquebarica betina 50-100 indha Kelimp. S.tranquebarica betina 50 indha Kelimp. Tkg II 20 ind 158 belakang hutan. Dengan demikian maka dapat dikatakan bahwa meskipun tiap jenis kepiting bakau memiliki preferensi terhadap habitat tertentu sehingga sangat mempengaruhi distribusi kepiting bakau secara spasial, namun hal tersebut tidak mutlak menjadi faktor pembatas bagi distribusi spasial jenis kelamin kepiting bakau. Dalam memenuhi kebutuhan-kebutuhan biologisnya seperti mencari makan serta mencari daerah berlindung dan bereproduksi, kepiting bakau akan berdistribusi secara luas pada zona-zona lainnya, walaupun distribusi tersebut hanya bersifat temporal.

4.1.7.3 Distribusi Spasial Kelas Ukuran Kepiting Bakau