Fraksi Substrat Kepiting Bakau .1 Klasifikasi

37 karen g membenamkan diri dalam substrat lumpur atau menggali lubang pada subst i Laguna Talanca Cikaso Sukabumi, kepiting bakau dijumpai pada isaran pH 6.21-8.50. Selain itu, penelitian lain melaporkan bahwa kepiting bakau perairan asam, yaitu pada daerah bersubstrat lumpur deng a terbawa arus dan air pasang, akan menempel pada akar-akar mangrove untuk berlindung. Hutching dan Saenger 1987, menyatakan bahwa kepiting bakau pada stadia juvenil first crab mengikuti pasang tertinggi di zona intertidal untuk mencari makanan, kemudian kembali ke zona subtidal pada saat air surut. Sedangkan kepiting bakau dewasa merupakan penghuni tetap zona intertidal, dan serin rat lunak. Pagcatipunan 1972, menyatakan bahwa kepiting bakau sebelum moulting premoult, membenamkan diri dalam lumpur atau masuk kedalam lubang, sampai karapaksnya mengeras. Dengan demikian kemungkinan besar untuk mendapatkan kepiting bakau yang memiliki karapaks yang lunak, adalah dengan mencarinya pada bagian hutan mangrove yang bersubstrat dasar lumpur.

2.3.4 Derajat Keasaman

Perairan yang mempunyai substrat lumpur cendrung mempunyai pH asam. Sedangkan perairan yang substratnya banyak mengandung kalsium dalam bentuk CaCO3, bersifat basa Clough et al. 1983. Dari hasil penelitian Sudiarta 1988, dikatakan bahwa kisaran pH antara 7.9-8.3 dapat mendukung kehidupan kepiting bakau yang dipelihara. Wahyuni dan Sunaryo 1981, menambahkan bahwa pada perairan mangrove Segara Anakan Cilacap, kepiting bakau dijumpai pada kisaran pH 6.16-7.50,sedangkan di pertambakan Muara Kamal, kepiting bakau dijumpai pada kisaran pH 7.0-8.0 Retnowati 1991. Menurut Hutasoit 1991, d k dapat hidup pada kondisi an pH rata-rata 6.16 Toro 1987; kisaran nilai pH 6.5-7.0 Walsh 1967; dan pada perairan dengan pH rata-rata 6.5 Wahyuni Ismail 1987.

2.3.5 Fraksi Substrat

Fraksi substrat di sekitar hutan mangrove umumnya terdiri atas lumpur dan liat. Hal ini dimungkinkan karena partikel lumpur dan liat dapat mengendap cepat akibat gerakan air di sekitarnya yang relatif tenang dan terlindung Clough et al. 1983. Substrat di hutan mangrove sangat mendukung kehidupan kepiting bakau, terutama untuk melangsungkan perkawinan. Menurut Snedaker dan Getter 38 1985, habitat kepiting bakau adalah pada perairan intertidal dekat hutan mangrove yang bersubstrat lumpur. Substrat di dalam dan di sekitar hutan mangrove yang didominasi oleh kandungan lumpur, mengandung banyak bahan organik yang berasal dari serasah mangrove, yang terurai membentuk partikel detritus yang kemudian akan mengendap pada substrat Robertson 1988. upakan makanan alami kepiting bakau seperti yang dikem

2.4 P

i kemampuan untuk enangkap ikan. Oleh sebab itu, Pagcatipunan 1972; Hill 1976; Hutching dan piting bakau dewasa merupakan pemakan u organisme yang bergerak lambat seperti bivalva, siput, serta jenis kepiting kecil lainnya, kumang hermit crab, cacing, serta jenis-jenis gastr Serasah dikenal mer ukakan oleh Moosa et al. 1985. Substrat halus lumpur dan liat yang mengandung banyak serasah dan bahan organik, juga mendukung kehidupan berbagai organisme, terutama organisme pemakan detritus dari kelompok gastropoda Ellobiidae Potamididae. Gastropoda diketahui merupakan salah satu makanan alami kepiting bakau berdasarkan hasil penelitian Opnai 1986, yang menyatakan bahwa 89 isi lambung kepiting bakau adalah bivalva, gastropoda dan moluska lainnya. Dengan demikian dalam kaitannya dengan kehidupan dan distribusi kepiting bakau, kandungan substrat dasar perairan hutan mangrove merupakan faktor pendukung penting, karena mempengaruhi kehidupan dan distribusi moluska yang merupakan makanan alami kepiting bakau. akan dan Tingkah Laku Makan 2.4.1 Jenis Pakan 2.4.1.1 Pakan alami Menurut Chen 1976 dan Lavina 1977, kepiting bakau mempunyai sifat tidak memilih-milih pakan, dan dapat makan segala jenis makanan seperti isi perut dan daging ikan, isi perut hewan, siput, kulit kodok, daging kerang- kerangan, sampah dapur, atau sisa-sisa makanan lainnya. Chen 1976, menyatakan bahwa kepiting pada fase megalopa bersifat karnivora, dan setelah dewasa bersifat omnivorous scavenger. Dalam kondisi alami, kepiting bakau jarang sekali memakan ikan karena tidak mempunya m Saenger 1987 menyatakan bahwa ke organisme bentos ata opoda dan krustasea. Opnai 1986, menyatakan bahwa dari hasil pemeriksaan isi lambung kepiting bakau di perairan hutan mangrove Purari dan