34
2.3.1 Suhu
Menurut Queensland Department of Primary Industries 1989a, kepiting bakau dapat mentolelir perairan dengan kisaran suhu antara 12.0-35.0
°
C. Sedangkan menurut Baliao 1983, kepiting bakau dapat tumbuh cepat pada
23.0-32.0
°
C. Menurut Hill 1982; Hill et al. 1989; Queensl
a perairan dengan kisaran suhu 28.8
°
C-36.0
°
C Wahyuni Sunaryo ngkan di perairan Laguna Segara Anakan, kepiting bakau dijumpai
pada
k memijah kepiting bakau mencari perair
urut Baliao 1983
perairan dengan kisaran suhu and Department of Primary Industries 1989a, suhu air dapat
mempengaruhi pertumbuhan, aktifitas dan nafsu makan kepiting bakau. Suhu air yang lebih rendah dari 20
°
C akan mengakibatkan aktifitas dan nafsu makan kepiting bakau menurun secara drastis. Pada saat itu pertumbuhan akan berhenti
walaupun kepiting masih dapat tetap hidup.
Di perairan hutan mangrove Muara Dua Segara Anakan, kepiting bakau dijumpai pad
1981, seda kisaran 13-40
°
C Sulistiono et al. 1994. Toro 1987, menjumpai kepiting bakau pada perairan dengan kisaran suhu air 27.6-30.5
°
C. Pada perairan hutan mangrove Tanjung Pasir Tanggerang, kepiting bakau bakau dijumpai pada
perairan dengan suhu rata-rata 28.8
°
C Wahyuni Ismail 1987, sedangkan pada perairan hutan mangrove Teluk Pelita jaya Seram Barat Maluku, kepiting
dijumpai pada perairan dengan suhu air berkisar antara 26.0-30.5
°
C. Brick 1974, menyatakan bahwa di Hawai, kepiting bakau betina
bermigrasi untuk memijah ke perairan dengan kisaran suhu air antara 24-28
°
C rata-rata 25
°
C, sedangkan di Thailand untu an dengan suhu rata-rata 29.0
°
C Varikul et al. 1970. Menurut Fielder dan Heasman 1978, perairan yang bersuhu tinggi cenderung akan meningkatkan
pertumbuhan kepiting bakau sehingga waktu untuk mencapai dewasa menjadi singkat.
Suhu perairan juga dapat mempengaruhi tingkat perkembangan larva kepiting bakau. Tingkat zoea V pertama kali dapat dicapai dalam waktu 15 hari
pada suhu air rata-rata 27.5
°
C Ong 1964; 14-15 hari pada suhu air rata-rata 22.5
°
C Brick 1974; 13-14 hari pada suhu air rata-rata 27
°
C Motoh 1977; dan 14-18 hari pada suhu air rta-rata 27.0
°
C Heasman 1980. Men 0, disamping kepadatan makanan, suhu perairan diduga berperan terhadap
efisiensi pemanfaatan makanan dan peningkatan kelulushidupan larva kepiting
35 bakau. Dikatakan juga bahwa kepiting bakau tumbuh lebih cepat pada perairan
dengan kisaran suhu 23-32
°
C. 2.3.2 Salinitas
lebih kecil dari 0.5‰, perairan payau salinitas .5-30.0‰, perairan hypersaline salinitas 40-80‰ dan brine water salinitas
um kisaran salinitas yang dapat ditolelir oleh kepiting bakau cukup
Menurut Kinne 1964 dalam Sara 1994, salinitas perairan diduga mempengaruhi struktur dan fungsi organ organisme perairan, melalui perubahan
tekanan osmotik, proporsi relatif bahan pelarut, koefisien absorsi dan kejenuhan kelarutan, kerapatan dan fiskositas, perubahan penyerapan sinar, pengantaran
suara dan daya hantar listrik. Hal ini akan mengubah komposisi spesies pada situasi ekologis saat itu. Selanjutnya ditambahkan bahwa keanekaragaman
organisme dan jumlah spesies akan mencapai maksimum pada perairan- perairan samudera salinitas 30-40‰, dan kemudian berturut-turut menurun
pada perairan tawar salinitas lebih dari 80‰.
Tiap fase dari siklus hidup suatu spesies membutuhkan kisaran salintas yang berbeda Clark 1974. Hill et al. 1989, menyatakan bahwa salinitas
perairan berpengaruh terhadap tiap fase kehidupan kepiting bakau, terutama pada saat ganti kulit. Walaupun demikian menurut Queensland Department of
Primary Industries 1989a, kisaran salinitas yang ideal untuk pertumbuhan kepiting bakau belum dapat ditentukan, akan tetapi kepiting bakau pada tingkat
zoea sangat sensitif terhadap perairan bersalinitas rendah. Sebaliknya kepiting bakau dewasa kawin dan mematangkan telurnya pada perairan dengan salinitas
15-20‰ dan kemudian beruaya ke perairan laut dalam untuk memijah Kasry 1996.
Secara um luas. Kasry 1996, melaporkan bahwa kepiting bakau dapat hidup pada
kisaran salinitas yang lebih kecil dari 15‰ sampai lebih besar dari 30‰. Di Queensland, kepiting bakau dapat hidup pada kisaran salinitas 2-50‰, walaupun
belum diketahui pengaruh nilai salinitas tersebut terhadap pertumbuhannya Queensland Department of Primary Industries 1989a. Hill 1978, melaporkan
bahwa Scylla serrta mampu mentolelir perairan dengan salinitas sampai 60‰. Wahyuni dan Ismail 1987, menjumpai kepiting bakau dewasa di perairan
mangrove Tanjung Pasir, Tanggerang pada kisaran salinitas 0-18‰. Wahyuni
36 dan Sunaryo 1981 menjumpai kepiting bakau dewasa pada perairan mangrove
Muara Dua Segara Anakan yang bersalinitas 2-34‰, sedangkan Retnowati 1991
lebar karapaks 15.0 cm dan 10.0-15.0 cm, dijumpai melim
di erairan sekitar hutan mangrove ketika air laut surut. Larva kepiting bakau yang
banyak dijumpai di sekitar estuaria dan hutan mangrove ,menjumpai kepiting bakau pada perairan mangrove Muara Kamal dengan
kisaran salinitas 5-30‰. Sirait 1997 melalui penelitiannya pada hutan mangrove RPH Cibuaya
Karawang, melaporkan bahwa jenis Scylla oceanica berukuran antara 10.0-13.8 cm, menyukai perairan bersalinitas 18.4-27.8‰; jenis S. tranquebarica
berukuran antara 6.2-9.9 cm menyukai perairan bersalinitas 8.9-18.4‰, sedangkan jenis S. tranquebarica berukuran 10.0-13.8 cm, banyak dijumpai
pada perairan bersalinitas 18.4-27.8‰. Kepiting bakau jenis S. serrata berukuran antara 6.2-9.9 cm, menyukai perairan bersalinitas 8.9-18.3‰, sedangkan jenis S.
serrata berukuran 10.0-13.8 cm, menyukai sebagian besar wilayah perairan yang disyaratkan bagi kepiting bakau secara umum. Pada perairan hutan mangrove
Teluk Pelita Jaya Seram Barat Maluku Tengah, kepiting bakau jenis Scylla tranquebarica berukuran
pah pada perairan bersalinitas air dan salinitas substrat berturut-turut 26.7-31.5‰ dan 29.1-32.0‰. Sedangkan yang berukuran 10.0 cm, melimpah
pada perairan bersalinitas air dan substrat berturut-turut sebesar 26.5‰ dan 27.1‰. Selain itu ditemukan juga jenis Scylla serrata dan S. oceanica dengan
ukuran lebar karapaks 10.0 cm dan 10.0-15.0 cm, keduanya menyukai perairan bersalinitas air dan substrat berturut-turut sebesar 2.0-15.0‰ dan 2.7-16.3‰.
2.3.3 Kedalaman Air