92
Gambar 34 Gonad a dan pleopodgonopod b kepiting bakau Scylla serrata jantan;
ovarium oviduct dan spermatheca kepiting bakau Scylla serrata betina
c dalam rongga tubuh d setelah dikeluarkan dari rongga tubuh Selain organ kelamin tersebut di atas, pada tubuh kepiting bakau betina
terdapat organ pelengkap kelamin yang juga disebut pleopodgonopod. Berbeda dengan fungsinya pada kepiting bakau jantan, pleopodgonopod Gambar 35
pada kepiting bakau betina, berfungsi sebagai tempat menempel massa zigote
selama proses inkubasi berlangsung. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa pleopodgonopod berfungsi juga sebagai alat penunjang inkubasi telur kepiting
bakau.
Gambar 35 Pleopodgonopod kepiting bakau Scylla serrata betina
4.1.3.2 Jenis
Kepiting bakau tergolong dalam famili Portunidae yang secara umum dicirikan oleh bentuk karapaks yang bulat atau oval, ukuran
chela kanan lebih panjang daripada
chela kiri, pasangan kaki terakhir berbentuk pipih dan
pleopod Rambut-rambut
pleopod
-
saluran pembuangan
anus abdominal flap
thorachic sternum bukaan kelamin
testis testis
Ejaculatory duct penis
Vas deferens anterior
Vas deferens posrerior
Vas deferens median
a
abdomen
abdominal flap Saluran
pembuangan First pleopod
second pleopod Thorachic
sternum b
spermatheca oviduct
ovarium oviduct
spermatheca ovarium
ovarium otot ventral
c
ovarium spermatheca
oviduct saluran ke bukaan
kelamin d
93 diadaptasikan untuk berenang. Subfamili Portuninae yang secara umum dicirikan
oleh adanya empat sampai sembilan buah duri pada bagian tepi anterolateral karapaks, jarak antar ruang rongga mata
orbital lua,s dan memiliki pasangan kaki jalan yang lebih pendek daripada
cheliped, serta pasangan kaki terakhir yang berbentuk dayung. Genus
Scylla secara umum dicirikan oleh pembagian tepi anterolateral karapaks atas sembilan duri yang berukuran sama, serta
memiliki ruas propondus cheliped yang mengembung. Keenan 1998, mengkaji
perbedaan jenis kepiting bakau berdasarkan analisa genetika melalui pendekatan karakter individu dari masing masing jenis kepiting bakau, sehingga
melakukan perubahan klasifikasi jenis kepiting bakau dari klasifikasi sebelumnya. Genus
Scylla diklasifikasi kedalam empat jenis yaitu Scylla serrata, S. paramamosain, S. tranquebarica dan S. olivacea.
Berdasarkan hasil pengamatan selama penelitian berlangsung serta, dengan merujuk pada Keenan 1998, dibuat modifikasi kriteria klasifikasi jenis
kepiting bakau. Kriteria klasifikasi ini didasarkan pada warna dan tingkat distribusi pola poligonal pada permukaan tubuh kepiting bakau, bentuk dan jumlah duri
pada bagian dahi karapaks, serta bentuk dan jumlah duri pada ruas propondus
dan ruas carpus cheliped. Gambaran dan deskripsi dari karakter masing-masing
jenis kepiting bakau tersaji pada Tabel 9. Berdasarkan hasil identifikasi jenis kepiting bakau yang tertangkap pada
stasiun penelitian Blanakan, Tanjung laut, dan Mayangan maka, semua jenis kepiting bakau baik
Scylla serrata, S. paramamosain, S. tranquebarica dan S. olivacea dapat dijumpai pada wilayah perairan mangrove Desa Blanakan,
Tanjung Laut dan Mayangan. Meskipun demikian, kelimpahan dan distribusi keempat jenis kepiting bakau berbeda baik antar wilayah maupun antar zona
dalam ketiga wilayah perairan mangrove tersebut.
94 Tabel 9 KriteriA klasifikasi jenis kepiting bakau
Scylla spp.Modifikasi Keenan 1998
Jenis Warna dan pola poligonal
Duri pada bagian dahi karapaks
Duri pada ruas propondus dan carpus cheliped
Tampak dorsal
Tampak ventral
Scylla Serrata
Bervariasi dari ungu sampai hijau dan coklat kehitaman. pola
poligonal terlihat jelas pada hampir semua bagian tubuh.
Duri lebar, tinggi dan agak tumpul, berbentuk segitiga. Empat duri
tengah berukuran panjang hampir sama sehingga terlihat rata
dua duri yang tajam pada propondus, dan dua duri
tajam pada carpus
Tampak dorsal
Tampak ventral
Scylla parama-
mosain
Bervariasi dari keunguan hingga orange, dan coklat kehitaman.
Pola poligonal terlihat pada dua pasang kaki terakhir dan sedikit
atau tidak terlihat sama sekali pada pada bagian tubuh lain
Duri tinggi, runcing, dan berbentuk segitiga, dua duri paling tengah
lebih tinggi dari duri lainnya. Dua duri tajam pada
propondus, tidak ada duri tajam di ruas
carpus kedua cheliped jantan. ada satu
duri tajam pada salah satu cheliped betina. dua duri
tajam dan besar pada carpus
Scylla tranque-
barica
Tampak dorsal
Tampak ventral
Warna hijau tua kehitaman, pola poligonal terlihat melimpah pada
dua pasang kaki jalan terakhir dan sedikit atau tidak ada sama
sekali pada bagian tubuh lainnya Duri agak tinggi, membulat, dan
tumpul Terdapat dua duri yang tajam
pada propondus dan dua duri
tajam pada carpus
Scylla olivacea
tampak dorsal
tampak ventral Variasi hijau kemerahan, orange
sampai coklat kehitaman, tidak nampak pola poligonal pada
bagian tubuh manapun Duri pendek, membulat dan tumpul
Kedua duri pada propondus
mengalami reduksi sedangkan hanya terdapat
satu duri tumpul pada carpus
95
4.1.4 Karakteristik Habitat Kepiting Bakau
Karakteristik habitat kepiting bakau menurut substasiun penelitian, berdasarkan parameter biofisik dan kimia lingkungan dianalisa dengan analisis
statistik multivariable, yang didasarkan pada Analisis Komponen Utama Principal Component Analysis, PCA. Parameter fisik dan kimia lingkungan,
yang terdiri atas suhu, salinitas, pH air, kedalaman, kecerahan, serta oksigen terlarut, ditempatakan sebagai variable statistik aktif; substasiun penelitian
sebagai individu statistik; sedangkan parameter biologi lingkungan, yang terdiri atas kerapatan mangrove genus
Avicennia dan Rhizophora, produksi serasah dan kelimpahan makrozoobentos, ditempatkan sebagai variabel statistik
tambahan additional variable.
Hasil Analisa Komponen Utama terhadap parameter lingkungan pada matriks korelasi menunjukan bahwa informasi penting yang menggambarkan
korelasi antar parameter, terpusat pada tiga sumbu utama F1, F2, dan F3. Kualitas informasi yang disajikan oleh ketiga sumbu tersebut masing-masing
sebesar 49, 19 dan 15, sehingga ragam karakteristik habitat kepiting bakau menurut stasiun penelitian berdasarkan parameter biofisik dan kimia lingkungan,
dapat dijelaskan melalui tiga sumbu utama sebesar 83 dari ragam total Lampiran 4.
Diagram lingkaran korelasi perpotongan sumbu F1 dan F2 Gambar 36a, memperlihatkan adanya korelasi positif antara parameter salinitas, pH air,
kedalaman, dan kecerahan, yang berkontribusi membentuk sumbu F1 positif. Sebaliknya parameter liat dan kerapatan
Rhizophora berkontribusi membentuk sumbu F1 negatif, sedangkan parameter suhu dan oksigen terlarut berkorelasi
dan membentuk sumbu F2 positif. Diagram representasi substasiun penelitian dalam kaitannya dengan parameter biofisik dan kimia lingkungan pada
perpotongan sumbu F1 dan F2 Gambar 36b, memperlihatkan adanya empat kelompok substasiun yaitu: kelompok substasiun B1, B2, B4, T1, T3, dan M1,
yang dicirikan oleh parameter fraksi substrat liat, kerapatan Rhizophora, serta
parameter salinitas, pH air, kedalaman, kecerahan, dan fraksi substrat pasir yang rendah; kelompok substasiun B3 dan T4, yang dicirikan oleh parameter suhu,
dan oksigen terlarut yang tinggi; kelompok substasiun M2 dan M4, yang dicirikan oleh parameter suhu, dan oksigen terlarut yang rendah; dan kelompok
substasiun B6, T5, dan M5, yang dicirikan oleh parameter salinitas, pH air, fraksi