110 terhadap perubahan kondisi lingkungan yang lebih berkembang, dibandingkan
pada kepiting bakau muda.
4.1.5.3 Kelimpahan Jenis Kelamin
Hasil analisa persentasi kelimpahan kepiting bakau menurut klasifikasi jenis kelamin pada stasiun penelitian Blanakan, Tanjung Laut, dan Mayangan
Gambar 46, menunjukan bahwa kepiting bakau jantan melimpah pada semua stasiun penelitian yaitu sebesar 54.62, sedangkan kepiting bakau betina hanya
sebesar 45.38. Grafik distribusi persentasi kelimpahan menurut stasiun penelitian menunjukan bahwa kepiting bakau jantan melimpah baik pada stasiun
penelitian Blanakan, Tanjung Laut, maupun Mayangan. kelimpahan kepiting bakau jantan tertinggi, dijumpai pada stasiun penelitian Blanakan sebesar
24.79. Diikuti stasiun penelitian Mayangan sebesar 17.16, dan stasiun penelitian Tanjung Laut sebesar 12.67.
Gambar 46 Grafik distribusi persen kelimpahan kepiting bakau Scylla spp. antar jenis
kelamin pada tiap stasiun penelitian Sedangkan grafik distribusi persentasi kelimpahan antar jenis kelamin
kepiting bakau, menurut substasiun pada tiap stasiun penelitian, memperlihatkan bahwa pada stasiun penelitian Blanakan Gambar 47a, kelimpahan kepiting
bakau jantan tertinggi dijumpai pada substasiun B2 sebesar 11.52, dan terendah pada substasiun B3 sebesar 0.69. Sebaliknya kelimpahan kepiting
bakau betina tertinggi dijumpai pada substasiun B5 sebesar 8.22, dan terendah pada substasiun B4 sebesar 0.73.
Pada stasiun penelitian Tanjung Laut Gambar 47b, kelimpahan kepiting bakau jantan tertinggi, dijumpai pada substasiun T3 sebesar 4.47, dan
terendah pada substasiun T5 sebesar 0.38. Sebaliknya kelimpahan kepiting
0.00 5.00
10.00 15.00
20.00 25.00
30.00
Blanakan Tanjung Laut
Mayangan
Pe rs
e n
Jantan Betina
111 bakau betina tertinggi dijumpai pada substasiun T4 sebesar 5.17, dan terendah
pada substasiun T1 sebesar 0.48.
Sedangkan pada stasiun penelitian
Mayangan Gambar 47c, persentasi kelimpahan kepiting bakau jantan tertinggi, dijumpai pada substasiun M1 sebesar 10.47, dan terendah pada substasiun
M5 sebesar 0.63. Sebaliknya persentasi kelimpahan kepiting bakau betina tertinggi dijumpai pada substasiun M1 sebesar 4.28, dan terendah pada
substasiun M3 sebesar 0.61.
Gambar 47 Grafik distribusi persen kelimpahan kepiting bakau Scylla spp. antar jenis
kelamin menurut substasiun pada stasiun penelitian a Blanakan B1-B6; bTanjung Laut T1-T5; c Mayangan M1-M5
Grafik distribusi persentasi kelimpahan jenis kelamin dari tiap jenis kepiting bakau menurut substasiun penelitian, memberikan gambaran bahwa pada
stasiun penelitian Blanakan Gambar 48a, kepiting bakau jenis S. serrata jantan
memiliki kelimpahan tertinggi pada substasiun B5 4.2, dan terendah pada substasiun B3 0.4. Sebaliknya jenis
S. serrata betina memiliki kelimpahan tertinggi pada substasiun B5 4.9, dan terendah pada substasiun B1 0.3;
jenis S. paramamosain jantan memiliki kelimpahan tertinggi pada substasiun B2
5.5, dan terendah pada substasiun B2 0.2. Sebaliknya jenis S.
paramamosain betina memiliki kelimpahan tertinggi pada substasiun B2 2.0, dan terendah pada substasiun B4 0.2; jenis
S. olivacea jantan memiliki kelimpahan tertinggi pada substasiun B2 3.6, dan terendah pada substasiun
0.00 2.00
4.00 6.00
8.00 10.00
12.00
B1 B2
B3 B4
B5 B6
P e
rsen
Jantan Betina
0.00 2.00
4.00 6.00
8.00 10.00
12.00
T1 T2
T3 T4
T5 P
e rsen
Jantan Betina
0.00 2.00
4.00 6.00
8.00 10.00
12.00
M1 M2
M3 M4
M5
Pe rs
e n
Jantan Betina
a b
c
112 B3 dan B6 masing-masing sebesar 0.1. Dan seperti halnya jantan, kepiting
bakau jenis S. olivace betina memiliki kelimpahan tertinggi pada substasiun B2
1.7, dan terendah pada substasiun B3 dan B4 masing-masing sebesar 0.1. Sedangkan jenis
S. tranquebarica jantan memiliki kelimpahan tertinggi pada substasiun B2 1.2, dan terendah pada substasiun B6 0.0.
Sebaliknya S. tranquebarica betina memiliki kelimpahan tertinggi pada
substasiun B5 1.0, dan terendah pada substasiun B3 dan B4 masing-masing sebesar 0.1.
Pada stasiun penelitian Tanjung Laut Gambar 48b, kepiting bakau jenis S. serrata jantan memiliki kelimpahan tertinggi pada substasiun T4 2.6, dan
terendah pada substasiun T1 dan T5 masing-masing sebesar 0.2. Sebaliknya S. serrata betina memiliki kelimpahan tertinggi pada substasiun T5 6.3, dan
terendah pada substasiun T1 0.0; jenis S. paramamosain jantan memiliki
kelimpahan tertinggi pada substasiun T3 1.8, dan terendah pada substasiun T5 0.2. Sebaliknya
S. paramamosain betina memiliki kelimpahan tertinggi pada substasiun T4 1.3, dan terendah pada substasiun T1 0.1; jenis
S. olivacea jantan memiliki persentasi tertinggi pada substasiun T3 1.1, dan terendah pada substasiun T5 0.0. Sebaliknya
S. olivacea betina memiliki kelimpahan tertinggi pada substasiun T1 dan T3 masing-masing sebesar 0.4,
dan terendah pada substasiun T4 dan T5 masing-masing sebesar 0.2. Sedangkan jenis
S. tranquebarica jantan memiliki kelimpahan tertinggi pada substasiun T2 dan T3 masing-masing sebesar 0.3, dan terendah pada
substasiun T5 0.0. Sebaliknya S. tranquebarica betina memiliki persentasi
kelimpahan tertinggi pada substasiun T2 dan T5 masing-masing sebesar 0.2, dan terendah pada substasiun T1 0.0.
Pada stasiun penelitian Mayangan Gambar 48c, jenis S. serrata jantan
memiliki kelimpahan tertinggi pada substasiun M1 dan M2 masing-masing sebesar 1.3, dan terendah pada substasiun M3 0.1. Sebaliknya
S. serrata betina memiliki kelimpahan tertinggi pada substasiun M2 2.0, dan terendah
pada substasiun M3 0.0; jenis S. paramamosain jantan memiliki kelimpahan
tertinggi pada substasiun M1 3.6, dan terendah pada substasiun M5 0.3. Sebaliknya
S. paramamosain betina memiliki kelimpahan tertinggi pada substasiun M1 1.6, dan terendah pada substasiun M3 0.2;
113
Gambar 48 Grafik distribusi persen kelimpahan jenis kelamin per jenis kepiting bakau Scylla spp. menurut substasiun pada stasiun penelitian a Blanakan
B1-B6; b
Tanjung Laut
T1-T5; c
Mayangan M1-M5
SpB: S. paramamosain betina, SpJ: S. paramamosain jantan,
SsB: S. serrata betina, SsJ: S. serrata jantan, SoB: S. olivacea betina,
SoJ: S. olivacea jantan, StB: S. tranquebarica betina,
StJ: S. Tranquebarica jantan
jenis S. olivacea jantan maupun betina memiliki persentasi kelimpahan tertinggi
pada substasiun M1 berturut-turut sebesar 3.9 dan 1.9. Meskipun demikian, persentasi kelimpahan
S. olivacea jantan terendah dijumpai pada substasiun M5 0.1, sedangkan
S. olivacea betina terendah dijumpai pada substasiun M3 0.3. Seperti halnya kepiting bakau jantan jenis lainnya, jenis
S. tranquebarica jantan memiliki persentasi kelimpahan tertinggi pada substasiun M1 1.7, dan
terendah pada substasiun M5 0.1. Sebaliknya S. tranquebarica betina
memiliki persentasi kelimpahan tertinggi pada substasiun M1 dan M5 masing- masing sebesar 0.5, dan terendah pada substasiun M3 0.1.
Tingginya kelimpahan individu jantan pada wilayah perairan mangrove Desa Blanakan, Tanjung Laut, maupun Mayangan disebabkan karena sebagian
besar penangkapan dilakukan pada zona hutan mangrove, dan hanya sebagian kecil penangkapan pada zona laut. Padahal berdasarkan daur hidup dan tingkah
lakunya, kepiting bakau betina dewasa cenderung akan bergerak meninggalkan
0.0 0.5
1.0 1.5
2.0 2.5
3.0 3.5
4.0 4.5
M1 M2
M3 M4
M5 P
er sen
Sp J Sp B
So J So B
Ss J Ss B
St J St B
0.0 1.0
2.0 3.0
4.0 5.0
6.0
B1 B2
B3 B4
B5 B6
P e
rsen
Sp J Sp B
So J So B
Ss J Ss B
St J St B
a
c
0.0 0.5
1.0 1.5
2.0 2.5
3.0 3.5
4.0
T1 T2
T3 T4
T5
Pe rs
e n
Sp J Sp B
So J So B
Ss J Ss B
St J St B
b
114 hutan mangrove menuju ke laut dalam proses migrasi reproduksi, untuk mencari
perairan dengan kondisi parameter lingkungan yang relatif stabil. Terdapat perbedaan kelimpahan individu jantan dan betina antar zona
dalam wilayah perairan Desa Blanakan, Tanjung Laut, dan Mayangan. Individu jantan dijumpai melimpah pada zona belakang dan tengah hutan, sedangkan
individu betina melimpah pada zona depan hutan dan zona laut. Perbedaan kelimpahan antar jenis kelamin kepiting bakau terhadap pembagian zona dalam
wilayah perairan mangrove, mungkin belum tampak jelas pada individu muda. Sebaliknya perbedaan ini akan terlihat jelas pada individu dewasa. Kondisi ini
berkaitan dengan tingkah laku reproduksi. Setelah kawin, individu kepiting bakau jantan akan tetap tinggal pada perairan hutan mangrove, sementara individu
betina matang gonad akan berangsur-angsur meninggalkan perairan hutan mangrove menuju perairan laut, yang memiliki kondisi lingkungan yang relatif
lebih stabil untuk memijahkan dan menetaskan telur-telurnya. Bila dikaji berdasarkan jenis kelamin dari tiap jenis kepiting bakau, maka
terlihat bahwa distribusi kelimpahan individu jantan dan betina dari tiap jenis kepiting bakau, cenderung mengikuti distribusi kelimpahan berdasarkan
preferensi jenis tersebut terhadap habitat alaminya. Jenis S. serrata jantan
maupun betina cenderung menyenangi kondisi lingkungan perairan pada zona depan hutan dan zona laut. Sedangkan jenis
S. paramamosain, S. olivacea, dan S. tranquebarica jantan lebih menyenangi kondisi lingkungan perairan pada zona
belakang dan
tengah hutan
mangrove. Individu
betina dari
jenis S. paramamosain, S. olivacea, dan S. tranquebarica, walaupun cenderung
menyukai kondisi lingkungan perairan pada zona belakang dan tengah hutan, namun tidak dapat mengindari terjadinya migrasi reproduksi ke perairan laut. Hal
ini dapat dibuktikan melalui kelimpahan individu betina ketiga jenis tersebut pada zona depan hutan dan zona laut, walaupun dengan nilai kelimpahan yang relatif
rendah.
4.1.5.4 Kelimpahan Menurut Kelas Ukuran