25
G on a do in hibitin g h o rm o n e G IH
G on a do S tim ula tin g H o rm o n e G S H
O rg a n-X S u su na n sya raf p u sa t
R a n g san g an lin gku n ga n
K ele n ja r an d ro g e n
H o rm o n a n dro g en
P erke m b a ng a n sp e rm a to zo a
T in g ka h la ku se xua l
O rg a n-Y H o rm o n
kela m in b etin a
O va riu m P erke m b a ng a n
telu r
T ing ka h la ku se xua l
T h ora chic ga n glio n
O ta k S in u s g la nd
Gambar 7 Sistem kerja hormon dalam proses reproduksi Decapoda menurut Adiyodi dan Adiyodi 1970
2.2.5.3 Proses Reproduksi
Waterman dan Chace 1960 dalam Heasman 1980, menyatakan bahwa krustasea pada umumnya bersifat dieocious, yakni memiliki kelamin yang
terpisah. Berdasarkan struktur organ reproduksinya, kepiting Branchyura dapat dibagi atas dua kelompok. Pada kelompok Gymnopleura dan Dromlaceae,
proses fertilisasi terjadi di luar tubuh external fertilization, sedangkan pada kelompok Corystoldea, Oxystomata, Branchyncha, dan Oxyrhyncha, proses
fertilisasi terjadi di dalam tubuh internal fertilization. Scylla termasuk dalam kelompok Branchyncha, sehingga proses fertilisasinya berlangsung di dalam
tubuh Hartnoll 1969. Menurut Ong 1966, fase-fase dalam proses reproduksi kepiting bakau
dimulai dari proses transfer sperma kopulasi dan perkembangan ovarium yang berlangsung sekitar 30 hari, serta proses pemijahan, pembuahan, inkubasi dan
penetasan telur yang berlangsung sekitar 17 hari. Hartnoll 1969, menyatakan bahwa proses perkembangan gonad dapat berlangsung apabila kepiting bakau
betina telah mengalami proses kopulasi. Umumnya kepiting bakau yang siap untuk matang gonad adalah yang ukuran lebar karapaksnya berkisar antara
105-123 mm Arriola 1940. Meskipun demikian Ong 1966, melaporkan bahwa
26 kepiting bakau dapat mencapai kematangan gonad pada ukuran lebar karapaks
99.1mm.
1 Proses Kopulasi
Kawin kopulasi atau proses transfer sperma, hanya terjadi pada kepiting bakau betina dan jantan yang telah dewasa kelamin. Kopulasi terjadi pada saat
karapaks kepiting bakau betina masih dalam keadaan lunak, atau sesaat setelah proses moulting berlangsung. Kasry 1996, menyatakan bahwa kopulasi kepiting
bakau pada umumnya terjadi pada saat suhu perairan naik. Proses ini diawali dengan peristiwa pengeluaran feromon ke dalam air oleh kepiting bakau betina
sehingga mengundang kehadiran kepiting bakau jantan pasangannya untuk mendekatinya kembali. Kepiting bakau jantan akan melindungi kepiting bakau
betina mulai proses moulting berlangsung hingga karapaks mengeras. Sesaat sebelum karapaks kepiting bakau betina mengeras, kepiting bakau jantan akan
membantu membalikan tubuh kepiting bakau betina yang masih berkulit lunak, hingga berada dalam posisi terlentang, yaitu perut dan alat kelaminnya saling
berhadapan. Pada saat itu, pleopod kepiting bakau jantan akan berfungsi sebagai alat kopulasi. Pleopod pertama dimasukan ke dalam bukaan kelamin
betina, sedangkan pleopod kedua berperan untuk memompa kumpulan kantong sperma spermathopore Hartnoll 1969.
Spermatophore yang ditransfer oleh kepiting bakau jantan akan disimpan di dalam wadah penyimpan sperma spermatheca, yang terdapat pada tubuh
kepiting bakau betina, sampai telur matang dan siap untuk dibuahi Mardjono et al. 1994. Spermatophore yang tersimpan dalam spermatheca masih tetap hidup
dan aktif selama beberapa bulan Warner 1977. Heasman dan Fielder 1983, menyatakan bahwa sekali kopulasi, spermatozoa yang terdapat dalam
spermatheca cukup untuk melakukan pembuahan dalam dua kali pemijahan atau lebih. Hal ini dikemukakan juga oleh Ong 1966, yang menyatakan bahwa
kepiting bakau betina bertelur yang ditangkap di laut dan dipelihara di laboratorium, dapat memijah tiga kali dalam lima bulan tanpa melakukan proses
moulting dan kopulasi lagi. Dikatakan pula bahwa proses kopulasi pertama kali dapat dilakukan oleh kepiting bakau dengan lebar karapaks antara 99.1-144.2
mm.
27
2 Proses Perkembangan Gonad
Menurut Warner 1977, dalam tubuh krustasea terdapat sistem syaraf khas yang sangat berbeda dengan organisme lainnya. Mata yang selain
menjalankan fungsi utamanya sebagai organ penglihatan, juga merupakan lokasi dari organ-organ penunjang reproduksi. Pada tangkai mata kepiting bakau
terdapat organ-X yang menghasilkan gonado inhibiting hormone GIH, yang berfungsi secara langsung untuk menghambat perkembangan kelenjar androgen
pada jantan dan ovarium pada betina sehingga spermatozoa atau ovum terhambat perkembangannya. Gonado inhibiting hormone juga menghambat
aktifitas organ-Y sehingga bebas menghasilkan gonado stimulating hormone GSH, yang bekerja merangsang pembentukan spermatozoa pada jantan atau
ovum pada betina. Perkembangan ovarium diawali oleh proses vitelogenesis, yakni proses
pembentukan kuning telur yang ditandai dengan terjadinya deposisi vitelogenin ke dalam ovum. Vitelogenin disekresi ke dalam darah hemolimfa dan dibawa ke
ovum untuk disintesis menjadi kuning telur. Yano 1992, menyatakan bahwa vitelogenin adalah bahan baku atau prekursor protein kuning telur yang disintesis
untuk mematangkan sel telur oocyte. Kuning telur akan menjadi sumber nutrien selama perkembangan embrio Silversand et al. 1993. Sedangkan bahan baku
dari vetelogenin adalah vitelin, yang disintesis oleh jaringan ekstraovarium dan dilepaskan ke dalam hemolimfa sebagai respons terhadap vitellogenin
stimulating ovarian hormone VSOH. Vitelin pada krustasea adalah gabungan pigmen dengan lipoprotein yang
berwarna jingga, serta mengandung 48 lemak, 50 protein dan 2 karbohidrat Lee 1991. Konsentrasi lipovitelin akan terus meningkat menjadi komponen yang
lebih besar, seiring dengan perkembangan kematangan ovarium dan sel telur Lee Walker 1995. Dikatakan selanjutnya bahwa umumnya akumulasi
lipoprotein akan segera diikuti oleh akumulasi butiran minyak, yang pada krustasea akan nampak pada tingkat akhir vitelogenesis. Lipovitelin dan butiran
minyak berupa komponen kecil yang ditemukan pada sel telur yang belum berkembang, dan konsentrasinya akan terus meningkat menjadi komponen
besar pada sel telur matang Lee Walker 1995. Sedangkan menurut Lee dan Watson 1995, akumulasi lipoprotein akan diikuti oleh akumulasi butiran minyak.
28 Pada krustasea butiran-butiran minyak akan nampak pada tahap akhir
vitelogenesis. Butir-butir kuning telur disintesa dalam badan golgi dan retikulum
endoplasma, sedangkan hepatopankreas merupakan sumber dari butir-butir minyak, yang dalam proses pembentukannya dibantu oleh sel-sel folikel yang
berperan penting. Secara umum, hemolimfa juga memegang peranan penting dalam sintesa lipovitelin. Meusy dan Payen 1988, mengemukakan bahwa pada
awal vitelogenesis, terbentuk sebuah pembungkus folikel yang mengelilingi tiap oocyte. Selanjutnya terbentuk jaringan berbentuk pipa tubuler yang
menghubungkan semua ruang ekstraseluler. Jaringan ini memudahkan pengangkutan substansi dari hemolimfa ke oocyte. Jumlah jaringan tubuler
tersebut akan menurun pada akhir vitelogenesis. Perkembangan telur selama
Gambar 8 Diagram sel telur matang dan sel telur belum Walker 1995
proses vitelogenesis dapat dilihat pada Gambar 8.
berkembang menurut Lee dan John dan Sivadas 1978; 1979, mengklasifikasikan kematangan gonad
as empat tingkat yaitu belum matang, menjelang matang, atang dan salin Tabel 3. Sedangkan Castiglioni dan Fransozo 2006,
embagi tingkat kematangan gonad kepiting Uca rapax jantan atas lima tingkat aitu belum matang, belum sempurna, sedang berkembang, berkembang dan
alin Tabel 4. Tingkat kematangan gonad pada kepiting bakau Scylla serrata etina berbeda menurut umur dan ukuran tubuhnya Escritor 1970. Kepiting
akau yang dipelihara dalam kondisi laboratorium, untuk pertama kalinya matang onad setelah berumur sebelas bulan dengan rata-rata lebar karapaks
kepiting bakau betina at m
m y
s b
b G
29 114.2 mm Ong 1966. Menurut Fielder dan Heasman 1978, alat-alat reproduksi
i wilayah tropika sud kepiting d
ah matang pada umur kira-kira 18 bulan, sedan
Tabel 4 Karakter pe dan Franso
Telur-telur yang s spermatheca lalu d
tersimpan di sana, kemudian akan dikeluarkan d
untuk diinkubasikan. gkan di wilayah subtropika, kematangan baru akan dicapai pada umur kira-
kira 36 bulan. Tabel 3 Karakter perkembangan gonad kepiting bakau S. serrata betina menurut John
dan Sivadas 1978; 1979
TKO Klasifikasi
Struktur morfologis menurut John Sivadas 1978
Struktur histologis menurut John Sivadas 1979
I Belum
Matang Ovarium berbentuk sepasang
filamen yang mengarah ke punggung berwarna kuning
keputihan, seluruhnya ditutupi selaput peritonium tipis
Epitel folikel yang menutupi sel telur tidak begitu jelas, sitoplasma nampak
berwarna agak lemah mengelilingi inti yang nampak padat, bundar dan
berwarna gelap.
II Menjelang
Matang Ukuran ovarium bertambah dan
meluas baik ke arah lateral maupun antero-posterior, hampir
memenuhi bagian punggung, warna menjadi kuning keemasan
Butir-butir kuning telur keci mulai muncul. Butir-butir kuning telur yang
lebih besar terlihat terdapat pada bagian tepi dibandingkan dengan
pada bagian pusat sel telur
III Matang
Ovarium penuh dengan sel-sel telur matang berwarna orange
Butir-butir kuning telur berwarna gelap terlihat pada seluruh
terang. Bila karapaks dibuka, ternyata seluruh dada hanya berisi
ovarium sitoplasma. Perbedaan yang paling
jelas pada fase ini adalah deposisi kuning telur secara total dalam sel
sitologikal kecuali membran dari sel telu
telur. Setiap butiran kuning telur membesar sehingga tidak ada tanda
r
IV Salin
Ovari jadi
Kondis pada
um menciut men sepasang filamen berwarna orange
pucat. Pada beberapa bagian filamen masih berisi masa telur
matang yang tidak dikeluarkan sewaktu pemijahan
i sel telur nampak seperti betina dengan ovarium yang belum
matang
rkembangan gonad kepiting Uca zo 2006
rapax jantan menurut Castiglioni
udah matang akan turun ke ibuahi oleh spermatozoa yang
an disusun pada rambut-rambut pleopod oviduct, kemudian melewati
TKO Klasifikasi Ciri
morfologis I
Belum Matang Testis tidak terlihat
II Belum
p sempurna
Testis mulai n berwarna trans
ampak berbentuk filamen. Tidak aran
III Sedan
g Testis nampak, b
g berkemban ergelung, berwarna buram
IV Berkembang
Testis berkem bergelung dan b
bang mencapai ukuran terbesar, erwarna putih
V Salin
Testis kembali Tidak berwarna transparan
berbentuk filamen, tipis dan lembut.
30
3 Proses Pemijahan
Telur-telur yang sudah matang akan dikeluarka ses pemijahan
melalui oviduc dah sper
a yang berada pada bagian sisi luar oviduct, sehingga akan t
atozoa yang tersimpan dala
perm emik
telah keluar dan menempel pada r elah terbuahi zigote.
etelah dikeluarkan, massa telur akan dikumpulkan dan dilekatkan pada rambut- an bantuan sejenis perekat berwarna coklat Kasry 1996.
4 Ink
ada telur kepiting pertama kali adalah
n dalam pro t melewati wa
ma spermathec erbuahi oleh sperm
m s atheca. Dengan d
ian maka secara otomatis massa telur yang ambut-rambut pleopod, adalah massa telur
yang yang t Setelah telur hampir mencapai tingkat kematangan sempurna, kepiting
bakau betina akan bermigrasi ke perairan laut untuk memijah, dan jumlah telur yang dikeluarkan dapat mencapai 1-8 juta butir, tergantung pada ukuran induk.
S rambut pleopod, deng
Selanjutnya diinkubasikan pada rambut-rambut pleopod. Saat menempel pada rambut-rambut pleopod, umumnya telur telah mencapai stadium blastula, dengan
ukuran rata-rata 63 µm. Proses pemijahan yang meliputi pengeluaran sampai penyusunan massa telur pada rambut-rambut pleopod, berlangsung selama satu
sampai satu setengah jam, dan proses ini umumnya berlangsung pada bagian perairan yang terlindung dan bersubstrat lumpur atau pasir.
ubasi Telur dan Penetasan Telur
Perkembangan telur zigote yang dierami selama masa inkubasi, dapat teramati melalui perubahan warna massa zigote, dari oranye menjadi coklat
sampai kehitam-hitaman. Telur yang baru dikeluarkan berwarna oranye, karena masih mengadung kuning telur. Telur makin lama makin menghitam, seiring
dengan berkurangnya volume kuning telur dan berkembangnya embrio. Warna hitam yang nampak umumnya disebabkan oleh bagian mata embrio. Sastry
1983 dalam Hastuti 1998, menyatakan bahwa perkembangan embrio krustasea pada umumnya dimulai dari tahap blastulasi, gastrulasi, penampakan
pigmen, denyut jantung pertama kali, penampakan anggota badan dan ciri morfologis lainnya. Sedangkan menurut Warner 1977, p
Aratus pisori tahap perkembangan yang dapat terlihat terbentuknya mata dan bintik pigmen setelah outline embrio terlihat, yang disusul
oleh penampakan abdomen dan chepalothorax. Sementara Booltian et al. 1959
dalam Heasman 1980 membuat kriteria perkembangan embrio sebagai berikut
31 Tingkat I
Tingkat II Tingkat III
Tingkat IV Tingkat V
Tingakt VI Tingkat VII
Tingkat VIII
Menurut Hill et al. 1989, lama masa inkubasi kepiting Aratus pisori adalah 16 hari, pada kepiting biru Callinectes sapidus, proses ini berlangsung selama
7-14 hari. Sedangkan proses inkubasi kepiting bakau S.serrata, berlangsung antara 9-11 hari Heasman 1980.
2.2.5.4 Siklus Reproduksi