114 hutan mangrove menuju ke laut dalam proses migrasi reproduksi, untuk mencari
perairan dengan kondisi parameter lingkungan yang relatif stabil. Terdapat perbedaan kelimpahan individu jantan dan betina antar zona
dalam wilayah perairan Desa Blanakan, Tanjung Laut, dan Mayangan. Individu jantan dijumpai melimpah pada zona belakang dan tengah hutan, sedangkan
individu betina melimpah pada zona depan hutan dan zona laut. Perbedaan kelimpahan antar jenis kelamin kepiting bakau terhadap pembagian zona dalam
wilayah perairan mangrove, mungkin belum tampak jelas pada individu muda. Sebaliknya perbedaan ini akan terlihat jelas pada individu dewasa. Kondisi ini
berkaitan dengan tingkah laku reproduksi. Setelah kawin, individu kepiting bakau jantan akan tetap tinggal pada perairan hutan mangrove, sementara individu
betina matang gonad akan berangsur-angsur meninggalkan perairan hutan mangrove menuju perairan laut, yang memiliki kondisi lingkungan yang relatif
lebih stabil untuk memijahkan dan menetaskan telur-telurnya. Bila dikaji berdasarkan jenis kelamin dari tiap jenis kepiting bakau, maka
terlihat bahwa distribusi kelimpahan individu jantan dan betina dari tiap jenis kepiting bakau, cenderung mengikuti distribusi kelimpahan berdasarkan
preferensi jenis tersebut terhadap habitat alaminya. Jenis S. serrata jantan
maupun betina cenderung menyenangi kondisi lingkungan perairan pada zona depan hutan dan zona laut. Sedangkan jenis
S. paramamosain, S. olivacea, dan S. tranquebarica jantan lebih menyenangi kondisi lingkungan perairan pada zona
belakang dan
tengah hutan
mangrove. Individu
betina dari
jenis S. paramamosain, S. olivacea, dan S. tranquebarica, walaupun cenderung
menyukai kondisi lingkungan perairan pada zona belakang dan tengah hutan, namun tidak dapat mengindari terjadinya migrasi reproduksi ke perairan laut. Hal
ini dapat dibuktikan melalui kelimpahan individu betina ketiga jenis tersebut pada zona depan hutan dan zona laut, walaupun dengan nilai kelimpahan yang relatif
rendah.
4.1.5.4 Kelimpahan Menurut Kelas Ukuran
Hasil analisa kelas ukuran kepiting bakau berdasarkan frekwensi lebar karapaks kepiting yang tertangkap menunjukkan bahwa, kepiting bakau pada
stasiun penelitiang Blanakan, Tanjung Laut, dan Mayangan, diklasifikasikan atas tiga kelas ukuran yaitu kelas ukuran besar, sedang dan kecil. Alat tangkap yang
115 digunakan dalam sampling kepiting bakau di alam adalah alat tangkap yang
bersifat selektif perangkapbubu, pancing dan jaringlift net, yang bermata jaring relatif besar, sehingga hasil sampling tidak dapat mewakili populasi kepiting
bakau di alam. Dengan alat tangkap ini, kepiting bakau yang berukuran lebih kecil dari ukuran minimum yang tertangkap tidak ikut tertangkap. Dengan
demikian maka hasil analisa kelimpahan kepiting bakau menurut klasifikasi kelas ukuran, menunjukkan bahwa kelimpahan kepiting bakau tertinggi dimiliki oleh
kelas ukuran sedang sebesar 56.5, diikuti kelas ukuran kecil sebesar 22.2 dan kelas ukuran besar sebesar 21.30.
Grafik distribusi persentasi kelimpahan kepiting bakau menurut klasifikasi kelas ukuran antar stasiun penelitian Gambar 49, menunjukkan bahwa pada
stasiun penelitian Blanakan, persentasi kelimpahan kelas ukuran kepiting bakau tertinggi dimiliki oleh kelas ukuran sedang sebesar 25.30. Diikuti oleh kelas
ukuran kecil sebesar 10.47, dan kelas ukuran besar sebesar 8.95 . Pada stasiun penelitian Tanjung Laut, kelimpahan kelas ukuran kepiting bakau tertinggi
dimiliki oleh kelas ukuran sedang sebesar 13.46. Diikuti oleh kelas ukuran besar sebesar 6.14 dan kelas ukuran kecil sebesar 4.95 . Sedangkan pada
stasiun penelitian Mayangan, kelimpahan kelas ukuran kepiting bakau tertinggi dimiliki oleh kelas ukuran sedang sebesar 17.74 . Diikuti oleh kelas ukuran
kecil sebesar 6.81 dan kelas ukuran besar sebesar 6.18.
Gambar 49 Grafik distribusi persen kelimpahan kelas ukuran kepiting bakau
Scylla spp. menurut stasiun penelitian
Hasil analisa persentasi kelimpahan antar kelas ukuran kepiting bakau pada tiap substasiun, menunjukkan bahwa pada stasiun penelitian Blanakan
Gambar 50a, kelimpahan kepiting bakau kelas ukuran kecil tertinggi, dijumpai
0.0 5.0
10.0 15.0
20.0 25.0
30.0
Blanakan Tanjung laut
Mayangan
P er
sen
Kecil Sedang
Besar
116 pada substasiun B2, kelimpahan kelas ukuran sedang tertinggi, dijumpai pada
substasiun B2. Sedangkan kelimpahan kelas ukuran besar tertinggi, dijumpai pada substasiun B5. Pada stasiun penelitian Tanjung Laut Gambar 50b,
kelimpahan kepiting bakau kelas ukuran kecil tertinggi, dijumpai pada substasiun T3 dan T4, kelimpahan kelas ukuran sedang tertinggi, dijumpai pada substasiun
T4. Sedangkan kelimpahan kelas ukuran besar tertinggi, dijumpai pada substasiun T2 dan T3. Sementara pada stasiun penelitian Mayangan Gambar
50c, kelimpahan kepiting bakau kelas ukuran kecil, sedang, maupun besar tertinggi, dijumpai pada substasiun M1.
Gambar 50 Grafik distribusi persen kelimpahan kelas ukuran kepiting bakau Scylla spp.
menurut substasiun pada stasiun penelitian a Blanakan B1-B6; b Tanjung Laut T1-T5; c Mayangan M1-M5
Tingginya kelimpahan kepiting bakau kelas ukuran sedang pada ketiga wilayah perairan mangrove, mengindikasikan adanya seimbangan populasi
kepiting bakau dan perkembangan populasi yang stasioner. Hal ini disebabkan karena bila dikaji berdasarkan hasil analisa kelas ukuran kepiting bakau, maka
kelas ukuran kepiting bakau kecil dirujuk sebagai kepiting bakau muda, sebaliknya kelas ukuran besar dirujuk sebagai kepiting bakau dewasatua.
Sedangkan kelas ukuran sedang dirujuk sebagai sebagian kepiting bakau muda
0.0 1.0
2.0 3.0
4.0 5.0
6.0 7.0
T1 T2
T3 T4
T5
P er
sen
kecil sedang
besar 0.0
2.0 4.0
6.0 8.0
10.0 12.0
B1 B2
B3 B4
B5 B6
P er
sen
kecil sedang
besar
a b
0.0 2.0
4.0 6.0
8.0 10.0
M1 M2
M3 M4
M5
P ers
en kel
im p
ah an
kecil sedang
besar
c
117 dan sebagian kepiting bakau tua. Kondisi ini mendukung pendapat Heddy dan
Kurniati 1994, bahwa populasi yang sedang berkembang cepat mengandung sebagian besar individu muda. Populasi yang stasioner, memiliki pembagian
umur yang lebih merata. Sedangkan pada populasi yang sedang menurun, memiliki sebagian besar individu berumur tua.
Hasil analisa kelimpahan kelas ukuran kepiting bakau pada wilayah perairan mangrove Desa Blanakan, Tanjung Laut, dan Mayangan menunjukkan
bahwa populasi kepiting bakau pada masing-masing perairan tersebut berada dalam keadaan seimbang dan perkembangannya stasioner. Namun bila dikaji
lebih jauh, dibandingkan dengan populasi kepiting bakau pada kedua perairan lainnya, perkembangan populasi kepiting bakau pada perairan Desa Tanjung
Laut cenderung menurun. Hal ini ini dapat dilihat dari kelimpahan kepiting bakau terendah pada perairan Desa Tanjung Laut, yang dimiliki oleh kepiting bakau
muda. Perkembangan populasi yang cenderung menurun pada perairan ini diduga disebabkan karena terjadinya penurunan kualitas lingkungan perairan
pada wilayah ini, yang diakibatkan oleh degradasi komunitas mangrove yang merupakan habitat alami utama kepiting bakau.
Hasil analisa kelimpahan kelas ukuran kepiting bakau menurut pembagian zona pada masing-masing wilayah perairan mangrove, menunjukkan bahwa
pada perairan mangrove Desa Blanakan, kepiting bakau kelas ukuran kecil dan sedang melimpah pada zona tengah hutan. Sebaliknya kepiting bakau kelas
ukuran besar melimpah pada zona depan hutan. Pada perairan mangrove Desa Tanjung Laut, kepiting bakau kelas ukuran kecil melimpah pada zona tengah dan
depan hutan, kepiting bakau kelas ukuran sedang melimpah pada zona depan hutan, sebaliknya kepiting bakau kelas ukuran besar melimpah pada zona depan
hutan. Sementara pada perairan mangrove Desa Mayangan, baik kepiting bakau kelas ukuran kecil, sedang, maupun besar melimpah pada zona tengah hutan.
Kelimpahan kepiting bakau kelas ukuran besar pada zona-zona depan hutan, menunjukkan kemampuan adaptasi terhadap perubahan lingkungan
perairan pada kepiting bakau dewasa, umumnya lebih berkembang daripada pada kepiting bakau muda. Kelimpahan kepiting bakau dewasa pada zona depan
hutan, mungkin terkait dengan aktifitas mencari makan dan reproduksi. Sementara kelimpahan kepiting bakau muda pada zona depan hutan,
merupakan rangkaian proses migrasi untuk memasuki hutan mangrove.
118 Arriola 1940; Hill 1974; dan Le Reste
et al. 1976, menyatakan bahwa kepiting bakau muda yang berhasil melewati tahapan perkembangan larva, akan
bermigrasi ke perairan pantai atau muara sungai, untuk mencari makan dan berlindung. Pada wilayah perairan mangrove Desa Mayangan, tidak terlihat
kelimpahan kepiting bakau berukuran besar pada zona depan hutan. Kondisi ini mungkin disebabkan karena adanya perubahan hidromografi pada zona tersebut,
akibat abrasi wilayah pantai yang mengakibatkan hilangnya sebagian besar komunitas mangrove, sehingga habitat kepiting bakau menjadi semakin sempit.
Habitat yang sempit akan mengakibatkan adanya persaingan antar kepiting bakau, baik terhadap tempat berlindung, sumber makanan alami, maupun
wilayah kawin matting teritory.
4.1.5.5 Kelimpahan Individu Betina Matang Gonad