118 Arriola 1940; Hill 1974; dan Le Reste
et al. 1976, menyatakan bahwa kepiting bakau muda yang berhasil melewati tahapan perkembangan larva, akan
bermigrasi ke perairan pantai atau muara sungai, untuk mencari makan dan berlindung. Pada wilayah perairan mangrove Desa Mayangan, tidak terlihat
kelimpahan kepiting bakau berukuran besar pada zona depan hutan. Kondisi ini mungkin disebabkan karena adanya perubahan hidromografi pada zona tersebut,
akibat abrasi wilayah pantai yang mengakibatkan hilangnya sebagian besar komunitas mangrove, sehingga habitat kepiting bakau menjadi semakin sempit.
Habitat yang sempit akan mengakibatkan adanya persaingan antar kepiting bakau, baik terhadap tempat berlindung, sumber makanan alami, maupun
wilayah kawin matting teritory.
4.1.5.5 Kelimpahan Individu Betina Matang Gonad
Kepiting bakau S. serrata betina matang gonad yang tertangkap pada
wilayah perairan mangrove Desa Blanakan, Tanjung Laut, dan Mayangan, selama penelitian berlangsung, digolongkan dalam lima tingkat kematangan
gonad TKG. Penentuan TKG, ditentukan berdasarkan perubahan struktur morfologis dan anatomis tubuh serta struktur morfologis gonad, menurut kriteria
klasifikasi tingkat kematangan gonad kepiting bakau betina yang dimodifikasi dari John dan Sivadas 1978. Grafik distribusi persentasi kelimpahan kepiting bakau
betina matang gonad pada stasiun penelitian Blanakan, Tanjung Laut, dan Mayangan Gambar 51, memperlihatkan bahwa kelimpahan individu betina
matang gonad tertinggi, dijumpai pada stasiun penelitian Blanakan, sebesar 22.28. Diikuti oleh kelimpahan individu betina matang gonad pada stasiun
penelitian Mayangan, sebesar 11.62. Sedangkan kelimpahan individu betina matang gonad terendah dijumpai pada stasiun penelitian Tanjung Laut, sebesar
7.43. Grafik distribusi persentasi kelimpahan kepiting bakau betina matang
gonad menurut tingkat kematangan, pada tiap stasiun penelitian Gambar 52, menunjukkan bahwa pada stasiun penelitian Blanakan, individu betina matang
gonad tingkat TKG I, II, III, dan IV memiliki kelimpahan yang relatif sama yaitu berkisar antara 11.73-12.58. Sedangkan individu betina TKG V memiliki
kelimpahan yang rendah sebesar 6.03. Pada stasiun penelitian Tanjung Laut, individu betina TKG II memiliki kelimpahan tertinggi sebesar 5.29, kelimpahan
119 individu betina TKG I dan TKG III relatif sama, masing-masing sebesar 4.23
dan 4.33. Gambar 51 Grafik distribusi persen kelimpahan kepiting bakau
Scylla serrata betina matang gonad menurut stasiun penelitian
Sedangkan individu betina TKG IV dan TKG V memiliki kelimpahan yang relatif rendah, masing-masing sebesar 2.75 dan 1.37. Sementara pada stasiun
penelitian Mayangan, individu betina TKG III memiliki kelimpahan yang relatif tinggi, sebesar 8.77; individu betina TKG I dan TKG IV memiliki kelimpahan
yang relatif sama, masing-masing sebesar 5.92 dan 5.60. Sedangkan individu betina TKG II dan TKG V, memiliki kelimpahan yang relatif rendah,
masing-masing sebesar 4.33 dan 3.49.
Gambar 52 Grafik distribusi persen kelimpahan kepiting bakau
S. serrata betina pada berbagai tingkat kematangan gonad TKG menurut stasiun penelitian
Grafik distribusi persentasi kelimpahan, berdasarkan hasil analisa kelimpahan kepiting bakau betina matang gonad pada berbagai tingkat
kematangan, menurut substasiun dari ketiga stasiun penelitian memperlihatkan bahwa pada stasiun penelitian Blanakan Gambar 53a, kelimpahan kepiting
bakau betina matang gonad tertinggi dijumpai pada substasiun B5, sebesar
0.00 5.00
10.00 15.00
20.00 25.00
Blanakan Tanjung laut
Mayangan
P e
rsen
0.00 5.00
10.00 15.00
20.00 25.00
Blanakan Tj. Laut
Mayangan
P e
rsen
TKG I TKG II
TKG III TKG IV
TKG V
120 41.96. Sedangkan kelimpahan terendah dijumpai pada substasiun B1, sebesar
2.16. Terlihat juga bahwa individu betina TKG I dan TKG II melimpah pada substasiun B2 sebesar 11.76 dan 10.59; individu betina TKG III melimpah
pada substasiun B5 sebesar 7.93. Sedangkan individu betina TKG IV dan TKG V, masing-masing melimpah pada substasiun B5 dan B6 sebesar 5.71 dan
1.80 serta 5.07 dan 3.91. Grafik distribusi persentasi kelimpahan kepiting bakau betina matang
gonad pada berbagai tingkat kematangan pada stasiun penelitian Tanjung Laut Gambar 53b, menunjukkan bahwa kelimpahan individu betina matang gonad
tertinggi dijumpai pada substasiun T4 sebesar 35.29. Sedangkan kelimpahan terendah dijumpai pada substasiun T1 sebesar 4.71. Dari grafik tersebut
terlihat juga bahwa individu betina TKG I melimpah pada substasiun T3 sebesar
8.24, individu betina TKG II dan TKG III melimpah pada substasiun T4 sebesar 11.18 dan 10.00, sedangkan individu betina TKG IV dan TKG V masing-
masing melimpah pada substasiun T4 dan T5, sebesar 5.29 dan 4.47 serta 2.35 dan 2.94.
Gambar 53 Grafik distribusi persen kelimpahan kepiting bakau S. serrata betina pada
berbagai tingkat kematangan gonad TKG menurut substasiun pada stasiun penelitian a Blanakan B1-B6; b Tanjung Laut T1-T5; Mayangan
M1-M5
0.00 2.00
4.00 6.00
8.00 10.00
T1 T2
T3 T4
T5
Pe rs
e n
TKG I TKG II
TKG III TKG IV
TKG V
a
0.00 2.00
4.00 6.00
8.00 10.00
M1 M2
M3 M4
M5
Pe rs
e n
TKG I TKG II
TKG III TKG IV
TKG V
c
0.00 2.00
4.00 6.00
8.00 10.00
B1 B2
B3 B4
B5 B6
Pe rs
e n
TKG I TKG II
TKG III TKG IV
TKG V
b
121 Grafik distribusi persentasi kelimpahan berdasarkan hasil analisa
kelimpahan kepiting bakau betina matang gonad pada berbagai tingkat kematangan, pada stasiun penelitian Mayangan Gambar 53c, menunjukkan
bahwa kelimpahan individu betina matang gonad tertinggi, dijumpai pada substasiun M5 sebesar 45.11, sedangkan kelimpahan terendah dijumpai pada
substasiun M3 sebesar 2.26. Dari grafik tersebut terlihat juga bahwa individu betina TKG I dan TKG II, melimpah pada substasiun M1 sebesar 9.40 dan
4.51. Sedangkan individu betina TKG III, TKG IV, dan TKG V, melimpah pada substasiun M5 yakni berturut-turut sebesar 15.41; 11.28 dan 7.89.
Tingginya kelimpahan individu betina matang gonad pada perairan mangrove Desa Blanakan, dibandingkan dengan individu betina matang gonad
pada perairan mangrove Desa Tanjung Laut dan Mayangan, disebabkan karena secara umum kondisi lingkungan pada wilayah perairan, ini sangat mendukung
kehadiran dan perkembangan gonad kepiting bakau. Kerapatan vegetasi mangrove yang relatif tinggi, menyediakan lingkungan perairan yang terlindung
dan aman sebagai wilayah kawin kepiting bakau. Lingkungan seperti ini juga menyebabkan kesuburan perairan, sehingga menjamin ketersediaan makanan
alami bagi pertumbuhan dan perkembangan tubuh maupun gonad kepiting bakau. Selain itu perairan ini bersalinitas relatif tinggi dan stabil, yang merupakan
isyarat lingkungan yang ideal bagi perkembangan gonad kepiting bakau. Sekalipun memiliki kerapatan vegetasi mangrove yang cukup tinggi,
namun parameter salinitas perairan yang relatif rendah menyebabkan kelimpahan kepiting bakau betina matang gonad pada wilayah perairan
mangrove Desa Mayangan relatif rendah. Kondisi ini juga semakin diperparah dengan adanya perubahan hidromografi wilayah pantai akibat abrasi, sehingga
menyebabkan terjadinya degradasi komunitas mangrove pada zona depan hutan dan pendangkalan pada zona laut. Sementara pada wilayah perairan mangrove
Desa Tanjung Laut, ketidakstabilan salinitas perairan akibat fluktuasi yang tinggi dan degradasi komunitas mangrove mengakibatkan rendahnya produktifitas
perairan dan ketersediaan makanan alami kepiting bakau. Hal ini diduga menjadi penyebab rendahnya kelimpahan kepiting bakau betina matang gonad.
Daya dukung lingkungan yang tinggi terhadap kehadiran dan perkembangan gonad kepiting bakau pada wilayah perairan mangrove Desa
Blanakan dapat dilihat melalui keseimbangan populasi kepiting bakau betina
122 matang gonad tingkat TKG I, II, III, dan IV, walaupun pada TKG V kelimpahan
individu betina relatif rendah yang disebabkan karena pada tingkat kematangan gonad ini individu betina cenderung telah bermigrasi ke laut. Sedangkan pada
wilayah perairan mangrove Desa Tanjung Laut dan Mayangan, kelimpahan individu betina pada berbagai tingkat kematangan gonad tampak berfluktuasi,
sehingga menggambarkan ketidakstabilan populasi antar tiap tingkat kematangan gonad dari individu betina.
Pada perairan Desa Blanakan, individu betina TKG IV masih terlihat melimpah pada zona di perairan hutan mangrove. Selanjutnya akan melimpah
pada zona laut, ketika mencapai TKG V. Sedangkan pada perairan Desa Tanjung Laut dan Mayangan, individu betina TKG IV dan TKG V, terlihat
melimpah pada zona laut. Kondisi ini memberikan gambaran tentang daya dukung lingkungan perairan hutan mangrove Desa Tanjung Laut dan Mayangan
yang relatif rendah bagi perkembangan gonad kepiting bakau tingkat akhir. Sedangkan parameter lingkungan yang diduga paling berpengaruh adalah
tingkat salinitas perairan. Diduga bahwa proses pemijahan kepiting bakau dapat berlangsung juga
pada perairan hutan mangrove, terutama di wilayah Desa Blanakan dan Tanjung Laut. Dugaan ini didasari pada kenyataan bahwa individu betina TKG IV
dijumpai pada pada zona tengah hutan. Walaupun dugaan ini belum dapat dibuktikan melalui penelitian ini, namun dapat mendukung penyataan Escritor
1972 dan Pagcatipunan 1972 berdasarkan penelitiannya di Philipina, bahwa kepiting bakau memijah di tambak bandeng namun tingkat kelulus-hidupan larva
tingkat awal sangat rendah. Hal ini mungkin disebabkan karena rendahnya salinitas dan tingginya fluktuasi suhu air. Hill 1974 dalam penelitiannya di Afrika
Tenggara, menjumpai kepiting bakau memijah di perairan estuari pada saat kondisi perairan marginal, yakni pada kisaran salinitas 20.0-24.0‰ dan kisaran
suhu 20.0-26.0°C. Hasil analisa kelimpahan kepiting bakau matang gonad pada berbagai
tingkat kematangan baik pada wilayah perairan mangrove Desa Blanakan, Tanjung Laut, maupun Mayangan, secara umum memberikan gambaran tentang
adanya pola migrasi reproduksi kepiting bakau betina, dari perairan hutan mangrove ke perairan laut. Hal ini menguatkan teori yang dikemukakan oleh
beberapa ahli bahwa sesudah perkawinan berlangsung, kepiting bakau betina
123 matang gonad akan bermigrasi dari perairan payau, ke perairan laut untuk
memijah Arriola 1940 Brick 1974.
4.1.6 Struktur Populasi Kepiting Bakau 4.1.6.1 Ukuran Minimum dan Maksimum