Kedalaman Air Derajat Keasaman

36 dan Sunaryo 1981 menjumpai kepiting bakau dewasa pada perairan mangrove Muara Dua Segara Anakan yang bersalinitas 2-34‰, sedangkan Retnowati 1991 lebar karapaks 15.0 cm dan 10.0-15.0 cm, dijumpai melim di erairan sekitar hutan mangrove ketika air laut surut. Larva kepiting bakau yang banyak dijumpai di sekitar estuaria dan hutan mangrove ,menjumpai kepiting bakau pada perairan mangrove Muara Kamal dengan kisaran salinitas 5-30‰. Sirait 1997 melalui penelitiannya pada hutan mangrove RPH Cibuaya Karawang, melaporkan bahwa jenis Scylla oceanica berukuran antara 10.0-13.8 cm, menyukai perairan bersalinitas 18.4-27.8‰; jenis S. tranquebarica berukuran antara 6.2-9.9 cm menyukai perairan bersalinitas 8.9-18.4‰, sedangkan jenis S. tranquebarica berukuran 10.0-13.8 cm, banyak dijumpai pada perairan bersalinitas 18.4-27.8‰. Kepiting bakau jenis S. serrata berukuran antara 6.2-9.9 cm, menyukai perairan bersalinitas 8.9-18.3‰, sedangkan jenis S. serrata berukuran 10.0-13.8 cm, menyukai sebagian besar wilayah perairan yang disyaratkan bagi kepiting bakau secara umum. Pada perairan hutan mangrove Teluk Pelita Jaya Seram Barat Maluku Tengah, kepiting bakau jenis Scylla tranquebarica berukuran pah pada perairan bersalinitas air dan salinitas substrat berturut-turut 26.7-31.5‰ dan 29.1-32.0‰. Sedangkan yang berukuran 10.0 cm, melimpah pada perairan bersalinitas air dan substrat berturut-turut sebesar 26.5‰ dan 27.1‰. Selain itu ditemukan juga jenis Scylla serrata dan S. oceanica dengan ukuran lebar karapaks 10.0 cm dan 10.0-15.0 cm, keduanya menyukai perairan bersalinitas air dan substrat berturut-turut sebesar 2.0-15.0‰ dan 2.7-16.3‰.

2.3.3 Kedalaman Air

Kedalaman air dipengaruhi salah satunya, oleh peristiwa pasang surut. Kedalaman air berpengaruh bagi kehidupan kepiting bakau pada saat terjadi kerkawinan. Walaupun demikian, kepiting bakau dapat hidup pada perairan yang dangkal. Wahyuni dan Ismail 1987, menjumpai kepiting bakau pada kedalaman 30.0-79.0 cm di perairan dekat hutan mangrove, dan 30.0-125.0 cm di muara sungai. Hill 1978, menyatakan bahwa pada siang hari kepiting bakau terlihat menuju perairan yang dangkal, sedangkan Pirrene 1978, menyatakan bahwa di pulau-pulau Caroline bagian timur, kepiting bakau jenis S. serrata tertangkap p berasal dari laut dan 37 karen g membenamkan diri dalam substrat lumpur atau menggali lubang pada subst i Laguna Talanca Cikaso Sukabumi, kepiting bakau dijumpai pada isaran pH 6.21-8.50. Selain itu, penelitian lain melaporkan bahwa kepiting bakau perairan asam, yaitu pada daerah bersubstrat lumpur deng a terbawa arus dan air pasang, akan menempel pada akar-akar mangrove untuk berlindung. Hutching dan Saenger 1987, menyatakan bahwa kepiting bakau pada stadia juvenil first crab mengikuti pasang tertinggi di zona intertidal untuk mencari makanan, kemudian kembali ke zona subtidal pada saat air surut. Sedangkan kepiting bakau dewasa merupakan penghuni tetap zona intertidal, dan serin rat lunak. Pagcatipunan 1972, menyatakan bahwa kepiting bakau sebelum moulting premoult, membenamkan diri dalam lumpur atau masuk kedalam lubang, sampai karapaksnya mengeras. Dengan demikian kemungkinan besar untuk mendapatkan kepiting bakau yang memiliki karapaks yang lunak, adalah dengan mencarinya pada bagian hutan mangrove yang bersubstrat dasar lumpur.

2.3.4 Derajat Keasaman

Perairan yang mempunyai substrat lumpur cendrung mempunyai pH asam. Sedangkan perairan yang substratnya banyak mengandung kalsium dalam bentuk CaCO3, bersifat basa Clough et al. 1983. Dari hasil penelitian Sudiarta 1988, dikatakan bahwa kisaran pH antara 7.9-8.3 dapat mendukung kehidupan kepiting bakau yang dipelihara. Wahyuni dan Sunaryo 1981, menambahkan bahwa pada perairan mangrove Segara Anakan Cilacap, kepiting bakau dijumpai pada kisaran pH 6.16-7.50,sedangkan di pertambakan Muara Kamal, kepiting bakau dijumpai pada kisaran pH 7.0-8.0 Retnowati 1991. Menurut Hutasoit 1991, d k dapat hidup pada kondisi an pH rata-rata 6.16 Toro 1987; kisaran nilai pH 6.5-7.0 Walsh 1967; dan pada perairan dengan pH rata-rata 6.5 Wahyuni Ismail 1987.

2.3.5 Fraksi Substrat