Teknologi Proses Produksi Gambir dan Pemisahan Komponen Gambir

19 a Cara Cina b Cara Eropa Gambar 6. Pengolahan Gambir dengan Cara Cina dan Cara Eropa Sumber: Daswir, Risfaheri dan Yuliani 2003 Nazir 2002 melakukan penelitian pemurnian gambir untuk mendapatkan katekin murni. Dalam penelitian tersebut digunakan beberapa tahapan pemisahan dengan menggunakan beberapa pelarut yaitu air, heksan, metanol dan etil asetat. Dari penelitiannya, Nazir 2002 dapat memperoleh produk dengan kandungan katekin mencapai 95. Ekstrak kental berwarna kuning kecoklatan Pemisahan daun dan ranting Perbusan selama 12 jam. Selama pemasakan daun Diaduk dan dimemarkan Pengambilan ekstrak dan daun dimasak kembali Dikentalkan dengan Pemanasan sampai BJ 1.106 - 1.125 14-16 o Be Penyaringan Dikeringanginkan sampai suhu menjjadi 35 o C sambil diaduk secara berkala Pengantongan gambir sesuai ukuran yang diinginkan Daun gambir dipotong halus hingga volume menjadi 12 volume awal Dimasukkan ke dalam air mendidih, terusm enerus ditumbuk dan diaduk selama 0.5 jam Ranting dipisahkan dengan garpu dan massa daun yang tertinggal ditumbuk dan diaduk selama 10-15 menit Ekstrak diambil dan daun didiolah kembali ditumbuk 10 menit Dikentalkan sampai 6.5-7.5 o Be pada suhu 90 o C Didinginkan sampai suhu 46-48 o C dan ditambahkan tepung sagu sebagai pengikat Diaduk pada suhu 40-42 o C, dituangkan ke dalam cetakan dan dibiarkan selama 6- 12 jam 20 Tabel 4. Beberapa Penelitian mengenai Teknologi Pemisahan Senyawa Fenol, Tanin, Katekin dari Tumbuhan Peneliti Topik Penelitian Metode Bahan, faktor dsb Makkar et al. 1993 analisis total fenol dari tanaman Rumex hastatus Ekstraksi dengan pelarut Aseton-air, Metanol-Air Hayani 2003 Analisis kadar katekin gambir Ekstraksi dengan pelarut Etil Asetat dengan Pemanasan Jerez et al. 2006 ekstraksi senyawa-senyawa fenol dari kulit kayu pinus Ekstraksi dengan pelarut Etil Asetat, Pengaruh Temperatur, Waktu kontak dan rasio solid liquid Yoshida et al. 1999 ekstraksi katekin dari teh hijau ekstraksi dengan buffer dan aquadest dilanjutkan dengan filtrasi membran Pengaruh pH terhadap efisiensi ekstraksi Bonilla et al. 1999 ekstraksi senyawa fenol dari Anggur Ekstraksi dengan pelarut Etil Asetat, Waktu kontak Pan dan Lundgren 1995 ekstraksi senyawa fenol dari kulit kayu Picea abies Ekstraksi dengan pelarut Etanol Row dan Jin 2006 ekstraksi senyawa katekin dari Teh Korea Ekstraksi dengan pelarut Air-Chloroform, Air-Etil Asetat, Waktu, Temperatur Chang et al. 2000 ekstraksi senyawa katekin dari Teh hijau Ekstraksi dengan Karbondioksida Menggunakan Packed-column extractor dikombinasikan dengan penambahan etanol Sua et al. 2003 Analisis stabilitas theaflavin dan katekin Ekstraksi dengan pelarut Etanol, Etil Asetat dan Butanol Suzuki et al. 2005 analisis kadar katekin dari tanaman Dyospyros kaki Ekstraksi dengan pelarut Air-Chloroform, Air-Etil Asetat dengan Pemanasan Uzunalic et al. 2006 ekstraksi kafein dan katekin dari teh hijau Ekstraksi dengan pelarut acetone, etanol, metanol, acetonitrile, air, waktu dan temperature Matthews et al. 1997 ekstraksi Protoanthocyanidin dari kulit kayu Ekstraksi dengan pelarut Metanol-Air, Pengaruh Waktu kontak Streit dan Fengel 1994 pemurnian tanin dari Quebracho Colorado ekstraksi dengan pelarut Aseton-air 21 Hayani 2003 mencoba melakukan ekstraksi katekin gambir dengan pelarut etil asetat. Ekstraksi dilakukan dengan tiga macam perlakuan yaitu 1 menggunakan pemanasan di atas hot plate sampai diperoleh suhu 52-75 o C selama 5 menit, 2 menggunakan pemanas ultrasonik selama 15 menit dan 3 menggunakan shaker selama 5 menit. Setelah ekstraksi tersebut, kadar katekin diukur melalui pengukuran absorbansi menggunakan spektrofotometer pada panjang gelombang 279 nm. Hasil percobaan tersebut menunjukkan bahwa penggunaan pemanasan dengan hot plate memberikan hasil pengukuran yang lebih tinggi sebab ektraksi berlangsung lebih sempurna.

2.7 Konsep Klaster Industri

Klaster industri adalah sebuah kelompok usaha yang secara geografis berada dalam suatu wilayah yang berdekatan yang terdiri dari perusahaan- perusahaan dan institusi-institusi terkait dalam bidang tertentu yang dihubungkan adanya sifat kebersamaan dan saling melengkapi satu sama lain Porter 1998. Konsep klaster industri dari Porter 1998 didasari dari hasil penelitiannya di dalam membandingkan daya saing internasional beberapa negara. Keunggulan daya saing suatu negaradaerah dapat bertahan bukan karena kandungan mineral dan tanahnya, tetapi karena negara tersebut mengkonsentrasikan dirinya terhadap peningkatan keahlian dan keilmuan, pembentukan institusi, menjalin kerja sama, melakukan relasi bisnis serta memenuhi keinginan konsumen yang semakin banyak dan sulit dipenuhi Porter, 1998. Porter 1990 menyatakan bahwa keunggulan industri suatu daerahnegara tidak berasal dari kesuksesannya sendiri tetapi karena kesuksesan kelompok akibat adanya keterkaitan antar perusahaan dengan institusi yang mendukung. Sekelompok perusahaan dan institusi pada suatu industri di suatu daerah tersebut kemudian dikenal dengan istilah klaster industri. Pada klaster industri, perusahaan-perusahaan yang terlibat tidak hanya perusahaan besar dan menengah, tetapi juga perusahaan kecil. Adanya klaster industri merangsang terjadinya bisnis baru, lapangan kerja baru, para pengusaha baru yang mampu memutar pinjaman baru. Porter 1990 memperkenalkan teori kemampuan kompetisi suatu negara yang digambarkan dalam Porter Diamond Berlian 22 Porter seperti dapat dilihat pada Gambar 7. Model tersebut menggabungkan analisis di tingkat industri maupun tingkat perusahaan. Dengan mengkaji keempat faktor tersebut, Model Berlian Porter menunjukkan mengapa daya saing suatu industri tidak dapat bertahan lama Porter, 1990. Gambar 7. Model Berlian Porter Sumber: Porter 1990 Pada Gambar 7 dapat dilihat adanya empat faktor kunci yang menentukan daya saing suatu negara yaitu kondisi faktor, kondisi permintaan, strategi perusahaan, struktur dan persaingan serta keterkaitan dan industri pendukung. Negara tertentu memiliki bentuk berlian keterkaitan antar empat faktor yang berbeda dengan negara lain. Kondisi tersebut membuat suatu negara mampu mengungguli negara lainnya. Rincian keempat faktor tersebut disajikan pada Tabel 5. Pendekatan klaster industri dinilai sangat bermanfaat bagi pembangunan ekonomi, khususnya peningkatan daya saing industri yang berkelanjutan. Bappenas 2003 menyatakan bahwa peningkatan daya saing ini dapat terjadi karena strategi klaster dapat mempengaruhi kompetisi dalam tiga cara berikut: 1 Meningkatkan produktivitas perusahaan 2 Mengendalikan arah dan langkah inovasi yang berfungsi sebagai fondasi pertumbuhan produktivitas di masa depan 3 Mensimulasikan tumbuhnya usaha-usaha baru yang dapat memperkuat dan memperluas klaster. Kondisi Faktor Kondisi Permintaan Strategi Perusahaan dan Persaingan Industri Terkait dan Pendukung 23 Tabel 5. Uraian Komponen Berlian Porter No Komponen Berlian Porter Uraian 1 Kondisi faktor Ketersediaan dan kemampuan sumberdaya manusia, sumberdaya fisik, sumberdaya pengetahuan, sumberdaya modal dan infrastruktur 2 Kondisi permintaan Permintaan domestik dan internasional 3 Strategi perusahaan, struktur dan persaingan Menujukkan kondisi internal serta persaingan antar perusahaan 4 Industri terkait dan pendukung Menunjukkan bagaimana suatu industri saling bergantung dan mengisi industri lainnya Sumber: Porter 1998 Soetrisno 2005 menyebutkan bahwa studi-studi mengenai klaster UKM di Eropa Barat menunjukkan adanya sejumlah faktor yang membuat mereka dapat berkembang dengan pesat. Faktor-faktor tersebut antara lain sebagai berikut: 1 Di dalam sentra produksi terdapat juga pemasok bahan baku, komponen-komponen, sub kontraktor dan produsen barang-barang jadi. Kondisi ini selain dapat mengurangi ongkos produksi, juga dapat menyebabkan masing-masing UKM satu sama lain saling bersinergi. 2 Adanya kombinasi antara persaingan yang ketat dan kerja sama antar sesama pengusaha UKM. Kondisi ini menciptakan tingkat efisiensi kolektif yang tinggi. 3 Di dalam klaster terdapat pusat-pusat pelayanan, terutama yang disediakan oleh pemerintah yang dapat digunakan secara kolektif oleh semua pengusaha. 4 UKM yang ada dalam klaster menjadi sangat fleksibel dalam menghadapi perubahan di pasar karena adanya jaringan yang baik serta inovasi-inovasi yang cerdas.