80 agroindustri gambir mampu mempertahankan konsumen yang telah ada serta
mendapatkan konsumen yang baru untuk perluasan pasar.
3. Permasalahan Pasar
Sebagaimana telah dikemukakan di atas, permasalahan yang menyangkut mutu gambir menyebabkan terbatasnya kemampuan untuk melakukan perluasan
pasar. Bahkan mutu yang tidak konsisten diduga mempengaruhi permintaan konsumen dari negara-negara di luar importir utama seperti India dan Pakistan.
Hal tersebut dapat dilihat misalnya pada perkembangan ekspor ke Jepang
Gambar 2. Pada Gambar 2 dapat dilihat bahwa pada tahun 2005-2009,
volume ekspor gambir ke Jepang berfluktuasi, dan ekspor tiga tahun berikutnya tidak jauh di bawah volume ekspor pada tahun 2006 Hal tersebut juga terlihat
dari ekspor ke negara lain seperti Inggris, Perancis, Saudi Arabia, Venezuela,
Taiwan dan sebagainya yang tidak berkelanjutan. Lampiran 1. 4. Permasalahan Sumberdaya Manusia
Permasalahan sumberdaya manusia antara lain berupa budaya dan keterikatan terhadap hal-hal yang telah menjadi kebiasaan dan hambatan serta keberanian
untuk menghadapi resiko ketika diperlukan perubahan atau pengembangan baru. Meskipun demikian, terdapat sejumlah pelaku dalam agroindustri gambir yang
memiliki keberanian untuk mencari terobosan baru dalam upaya perbaikan bisnis gambir mereka. Di sisi lain, adanya pola berfikir sebagian masyarakat yang
menghendaki keuntungan sesaat walaupun mungkin dapat berakibat buruk pada masa yang akan datang.
5. Permasalahan Permodalan
Lemahnya kemampuan pemodalan masyarakat telah menyebabkan keterbatasan masyarakat untuk meningkatkan teknologi, pemeliharaan dan
peremajaan tanaman serta perluasan kebun gambir untuk peningkatan produksi. Bahkan pada banyak petani, kelemahan tersebut telah menyebabkan
ketergantungan mereka
kepada pedagang
pengumpul yang
semakin memperlemah posisi tawar mereka dalam penjualan gambir asalan.
81
6. Permasalahan Budidaya Tanaman Gambir
Dalam penyiapan kebun gambir baru, petani hanya menanam bibit gambir yang berasal dari buah gambir dari kebun mereka sendiri. Tidak ada seleksi buah
maupun tanaman induk yang baik. Banyak petani tidak mengetahui bahwa terdapat lebih dari satu varietas tanaman gambir yang kemampuan produksinya
berbeda. Di sisi lain, akibat keterbatasan permodalan, banyak tanaman kebun gambir yang dimiliki masyarakat telah tua dan sebaiknya diremajakan. Sebagian
petani menyadari bahwa produksi kebun mereka lebih rendah dari masa-masa sebelumnya, namun mereka tidak dapat melakukan peremajaan, karena hal
tersebut berarti bahwa mereka tidak dapat memanen daun gambir dari kebun mereka sampai 18 bulan. Hal ini berarti bahwa mereka baru dapat melakukan
pemanenan kembali pada periode panen ketiga setelah dua kali musim panen mereka hanya menunggu. Dalam budidaya, petani gambir hanya melakukan
pemeliharaan kebun mereka dengan penyiangan tanpa penanganan hama maupun penyakit dan pemupukan yang baik. Kondisi tersebut menyebabkan
produktivitas kebun mereka sepenuhnya tergantung pada alam.
7. Permasalahan yang Berkaitan dengan Keberlanjutan Bisnis Gambir
Permasalahan yang berkaitan dengan keberlanjutan dalam jangka panjang seperti alih fungsi lahan seperti untuk pertambangan, alih komoditi, penurunan
minat generasi muda untuk bekerja dan berusaha di bidang pertanian dan agroindustri dan sebagainya. Selanjutnya, terkait dengan keberlanjutan bisnis
gambir, dukungan pemerintah terhadap pengembangan agroindustri gambir belum diwujudkan dalam kebijakan dan program-program yang dirasakan
manfaatnya oleh masyarakat secara langsung. Di samping itu, terdapat berbagai ancaman dan tantangan agroindustri gambir Sumatera Barat seperti isu
perkebunan gambir yang berada di lahan-lahan kritis dan menimbulkan ancaman terhadap kelestarian lingkungan
8. Permasalahan Kelembagaan
Semua pelaku dalam agroindustri gambir, berjalan masing-masing dengan koordinasi dan kerja sama yang sangat lemah. Hubungan antara petani dengan
82 pedagang pengumpul hanya terbatas pada jual beli gambir asalan, meskipun ada
sebagian petani yang terikat utang dengan pedagang. Hal yang sama terjadi antara beberapa pedagang pengumpul dengan eksportir. Di sisi lain, lembaga
keuangan, perguruan tinggi dan lembaga penelitian juga berjalan sendiri-sendiri. Pada saat yang sama, masyarakat juga kurang merasakan dukungan pemerintah
pusat maupun pemerintah daerah terhadap agroindustri gambir. Meskipun pemerintah daerah sangat mendukung pengembangan gambir sebagai produk
unggulan daerah Kabupaten Lima Puluh Kota, namun dalam kebijakan investasi asing, pemerintah dinilai kurang berhati-hati saat ada pendirian industri pengolah
daun gambir. Padahal, berdirinya industri tersebut akan makin memperkuat posisi India dalam bisnis gambir dan sebaliknya mengancam keberlanjutan
lapangan kerja bagi banyak pengempa dan pedagang pengumpul berserta tenaga kerja pengeringan, penanganan dan pengangkutan produk gambir.
Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa permasalahan dalam agroindustri gambir sangat kompleks. Semua persoalan tersebut perlu diatasi
sehingga dalam jangka panjang, agroindustri gambir Indonesia benar-benar dapat berkembang dan mampu mensejahterakan masyarakat dan menyumbang devisa
bagi negara. Namun karena ketersediaan sumberdaya untuk penanganan berbagai permasalahan tersebut terbatas maka diperlukan kajian mengenai prioritas
permasalahan yang harus ditangani. Penentuan prioritas tersebut diperlukan agar pemanfaatan sumberdaya untuk penanganan persoalan akan efektif. Di sisi lain,
jika dilakukan kajian lebih mendalam, diketahui bahwa berbagai persoalan tersebut saling berkaitan sehingga ada persoalan yang terjadi akibat persoalan
lain. Oleh karena itu, perlu dikaji persoalan mendasar dalam agroindustri gambir yang menyebabkan berbagai persoalan berikutnya. Di samping itu, terdapat
persoalan-persoalan yang berpengaruh terhadap munculnya permasalahan lain, namun permasalahan tersebut juga ditimbulkan oleh permasalahan lain lagi.
Hasil kajian dengan metode ISM menunjukkan ketergantungan antar masalah dan pengaruhnya terhadap berbagai masalah lain dalam agroindustri gambir
sebagaimana disajikan pada Gambar 24. Matriks Structural Self Interaction
83 Matrix
SSIM dan Reachibility Matrix RM selengkapnya dalam ISM mengenai
permasalahan agroindustri gambir dapat dilihat pada Lampiran 23 dan 24.
Gambar 24. Di-graph Permasalahan dalam Agroindustri Gambir Pada Gambar 24 tersebut, dapat dilihat bahwa masalah kelembagaan
merupakan permasalahan yang memiliki dampak tertinggi terhadap timbulnya berbagai masalah lain. Di sisi lain, masalah keberlanjutan bisnis gambir merupakan
dampak dari berbagai masalah lain. Di antara permasalahan tersebut, permasalahan mutu produk, produk hilir, pasar dan kepasitas produksi memiliki dampak terhadap
masalah posisi tawar Indonesia dalam bisnis gambir, pendapatan UMK gambir dan berujung pada masalah jaminan keberlanjutan bisnis gambir Indonesia. Sebaliknya,
permasalahan mutu dan sebagainya tersebut membutuhkan penanganan masalah kelembagaan, SDM, litbang dan permodalan. Berdasarkan uraian tersebut dapat
dirumuskan hubungan antar berbagai permasalahan dalam agroindustri gambir
Gambar 25.
1 2
3 4
5 6
7 8
9 10
11 12
13 14
1 2
3 4
5 6
7 8
9 10
11 12
13 14
Da y
a Do
ro n
g
Ketergantungan
Kelembagaan Permodalan
Litbang SDM
Pendapatan UMK Gambir
Keberlanjutan Bisnis
Posisi Tawar Indonesia
Pasar Produk
Hilir
Harga Budidaya
Mutu Produk
Kapasitas Produksi
Teknologi Proses
84
Gambar 25. Keterkaitan Berbagai Permasalahan dalam Agroindustri Gambir Pada Gambar 25 dapat dilihat bahwa akar persoalan dalam agroindustri
gambir adalah permasalahan kelembagaan yang menyebabkan berbagai persoalan seperti permodalan, penelitian dan pengembangan, pemasaran yang berujung pada
persoalan jaminan keberlanjutan bisnis gambir dalam jangka panjang. Dengan lemahnya kelembagaan selama ini, maka masing-masing pelaku dalam bisnis gambir
tidak memiliki pemahaman yang sama tentang permasalahan yang dihadapi. Selanjutnya, kurangnya tantangan dalam pemasaran serta lemahnya akses ke pasar
baru yang potensial telah menyebabkan agroindustri gambir hampir tidak mengalami
perkembangan yang berarti untuk jangka waktu yang lama. Pada Gambar 25 juga
dapat dilihat bahwa persoalan mutu produk karena tidak dikembangkannya produk antara maupun produk akhir dari gambir makin membatasi kesempatan
pengembangan pasar baru yang potensial, baik pasar domestik maupun pasar ekspor.
Kapasitas Produksi
Teknologi Proses
Produk Hilir
Masalah Harga
Masalah Pasar
Pendapatan UMK Gambir
Keberlanjutan Bisnis
Posisi Indonesia
Mutu Produk
Budidaya
Kelembagaan SDM
Litbang Permodalan
5 PERBAIKAN AGROINDUSTRI GAMBIR
Pengolahan gambir di masyarakat dilaksanakan dengan menggunakan teknologi sederhana yang telah lama digunakan dan hampir tidak mengalami
perubahan yang berarti selama hampir dua abad. Dengan area kerja, metode kerja dan peralatan proses yang ada saat ini, gambir yang dihasilkan memiliki tingkat
kemurnian yang rendah dan perlu ditingkatkan. Di antara syarat mutu yang langsung terpengaruh oleh kondisi proses yang ada dalah kadar abu dan kadar bahan tidak larut
dalam air. Selain itu, penggunaan air pemasakan dan penirisan berulang di Kapur IX disebut “Kalencong” menghasilkan gambir yang berwarna gelap bahkan sampai
hitam. Penggunaan bahan tambahan seperti tepung, pupuk SP36 bahkan tanah yang dilakukan oleh masyarakat bertujuan untuk mendapatkan warna yang lebih cerah di
samping untuk meningkatkan perolehan produk gambir yang berkaitan langsung dengan pendapatan petani dan pengempa gambir.
Meskipun sebenarnya eksportir memiliki persyaratan mutu yang harus dipenuhi untuk ekspor, pada dasarnya eksportir tidak mudah untuk menolak gambir
yang dikirim oleh pengumpul. Kondisi ini diperkirakan karena masih tingginya permintaan gambir dan kurangnya pasokan gambir ke eksportir. Perbedaan mutu
gambir yang diterima eksportir hanya akan mempengaruhi besarnya potongan berat yang berkaitan dengan total harga jual yang akan diterima oleh pedagang pengumpul.
Karena mutu pasokan gambir yang bervariasi, ada kalanya eksportir melakukan pemrosesan ulang untuk mendapatkan gambir yang sesuai dengan
permintaan pembelinya di luar negeri. Pemerintah pusat maupun pemerintah daerah telah berusaha meningkatkan mutu dan produksi gambir masyarakat melalui berbagai
kebijakan dan program, termasuk pemberian bantuan berupa bangunan dan mesin pengolahan gambir. Di samping itu, berbagai penelitian juga telah dilakukan untuk
peningkatan mutu gambir serta pengembangan produk hilir gambir. Namun demikian, berbagai permasalahan nyata dalam bisnis gambir menyebabkan bantuan
pemerintah yang diberikan serta penelitian yang dilakukan tidak dapat dirasakan manfaatnya secara langsung oleh petani maupun pengolah gambir.
86
Tabel 19. Potensi Perbaikan Agroindustri gambir No Aspek
Perbaikan Alternatif
perbaikan yang perlu dikaji
Keterangan
1 Teknologi proses di
rumah kempa milik petani
Pengecilan ukuran Dilakukan untuk meningkatkan
perolehan getah mengurangi getah yang tersisa dalam daun ampas.
Aktivitas ini akan menurunkan beban kerja pengempa dan menurunkan bahan
tidak terkestrak dari daun ampas. Penggunaan air baru
untuk tiap kali pemasakan daun gambir
Hal ini akan memperbaiki kecerahan warna sehingga tidak diperlukan bahan tambahan
untuk memperbaiki warna produk, namun menurunkan bobot produk yang diperoleh.
Karena itu, perlu dikaji pemanfaatan air sisa perebusan ini untuk menghasilkan
produk lain yang bernilai ekonomis.
Perbaikan peralatan Penggunaan material stainless steel
untuk kuali serta nampan penjemuran Penggunaan tangki pengukusan
bertekanan untuk percepatan pemasakan daun gambir
Penyiapan peralatan ekstraksi dengan pelarut
Penyiapan peralatan pengeringan 2
Pengembangan Industri Hilir untuk
pemurnian gambir dan perolehan fraksi
produk bernilai ekonomis tinggi
Pemisahan katekin dan tanin dengan pelarut
Telah dilakukan penelitian dengan menggunakan metode yang dimodifikasi
dari yang dikemukakan oleh Nazir 2002.
Penggunaan berbagai teknik separasi untuk
pemisahan komponen kimia dalam gambir
Pemisahan dengan pelarut Penambahan bahan lain untuk
pengendapan dilanjutkan dengan pemisahan secara fisik
3 Perbaikan
kelembagaan produksi dan
pemasaran gambir Pengembangan industri
gambir dengan perkebunan inti dan
plasma Alternatif yang mungkin dilakukan dalam
pengembangan selanjutnya
Pengembangan klaster industri gambir
Industri hilir dan industri inti gambir akan menjadi champion dalam klaster.
Melibatkan berbagai pelaku bisnis gambir petani, pengempa, pedagang
pengumpul Kerja sama dengan berbagai industri
pengguna produk gambir, bengkel peralatan, lembaga keuangan,
pemerintah tingkat nagari, kecamatan didukung Pemerintah Kabupaten Lima
Puluh Kota dan Provinsi Sumatera Barat.
87 Dari segi produksi, tidak berfungsinya pabrik pengolahan gambir bantuan
pemerintah diduga akibat kekurangan bahan baku. Hal ini juga terjadi pada pabrik milik PT X yang tidak dapat beroperasi sesuai kapasitas yang direncanakan. Di
pabrik bantuan pemerintah, perolehan gambir petani lebih rendah karena lebih murni, sedang harga produk ini tidak jauh berbeda dengan gambir yang diberi campuran dan
ditambahkan air perebusan berulang. Di sisi lain, pengiriman daun gambir ke pabrik menyebabkan petani tidak memperoleh daun ampas yang selama ini dikembalikan ke
kebun gambir untuk menjadi kompos. Karena itu, petani tidak tertarik untuk mengirimkan daun gambir mereka kepada pabrik. Namun permasalahan tidak
beroperasinya pabrik bantuan pemerintah ini perlu dikaji lebih lanjut. Berdasarkan kenyataan ini, pengembangan industri gambir tidak diarahkan
untuk pendirian pabrik pengolahan gambir kasar. Di samping masalah ketersediaan bahan baku jika industri ini tidak memiliki kebun sendiri, permasalahan tenaga kerja
pengempa yang akan kehilangan mata pencahariannya mutlak dipertimbangkan. Perbaikan teknologi pengolahan gambir masyarakat mungkin dilakukan untuk
peningkatan produktivitas serta mutu gambir yang dihasilkan. Selanjutnya, untuk perolehan nilai tambah tinggi, mutlak disiapkan industri yang mengolah gambir lebih
lanjut untuk mendapatkan katekin murni serta komponen lain bernilai ekonomis tinggi.
5.1 Potensi Peningkatan Nilai Tambah Produk Gambir
Dalam upaya meningkatkan manfaat ekonomi gambir, maka perlu dikembangkan berbagai produk, baik produk antara maupun produk konsumsi
produk akhir yang bernilai tambah tinggi. Untuk tujuan itu, aktivitas pengembangan produk diarahkan kepada penciptaan berbagai macam produk hilir
yang potensinya sebenarnya sangat beragam. Gambir memiliki peluang yang besar untuk menumbuhkan berbagai industri baru yang mengolah gambir asalan, produk
olahan gambir asalan maupun bahan baku dari tanaman gambir menjadi berbagai produk yang bermanfaat. Peluang tersebut menjadi semakin terbuka karena
kecenderungan konsumen dunia untuk mengkonsumsi produk-produk alami.
88 Dalam upaya diversifikasi produk hilir dan penciptaan produk bernilai tambah
tinggi, maka acuan yang sangat berguna adalah pohon industri gambir yang didasarkan berbagai rujukan kepustakaan serta penelusuran produk mengandung
gambir yang telah dijual di pasaran Gumbira Said et al., 2009. Secara ringkas,
pohon industri gambir dapat dilihat pada Gambar 26.
Gambar 26. Pohon industri gambir
Sumber: Gumbira-Said, et al. 2009
Pohon Gambir
Ranting Gambir Muda Batang Gambir Tua
Kompos dari daun sisa ekstraksi
Gambir Asalan
Gambir untuk menginang
Kayu Bakar Daun Gambir
Adhesive Produk
Biofarmaka Sediaan
Senyawa Kimia
Gambir terstandarisasi
Katekin Tanin
Biofarmaka Kosmetika
Biopestisida Penyamak
Kulit Pewarna Alami
Anti Kerak Boiler
Pelapis Logam Biopestisida
Antioksidan, Antimikroorga-
nisme Produk Nano Gambir
Produk Utama Gambir murni
Campuran Pakan Sapi
Pedaging
1. Tablet antidiare 7. Gel dan Krim:
10. Sabun transparan 2. Kapsul haemorrhoid
- anti jerawat 11. Gel luka permukaan
3. Tablet hisap - anti ageing
12. Gel luka bakar 4. Tablet buih
- anti ketombe 13. Gambir aprodisiaka
5. Obat kumur 8. Pasta gigi
14. Minuman kesehatan katevit
6. Lotion luka bakar 9. Pasta gambir 15. Teh Gambir
Pelet Kayu
Peluruh dan Anti
Karat pada Logam
89
Pada Gambar 26 dapat dilihat pemanfaatan daun, ranting gambir muda dan
batang gambir tua untuk berbagai penggunaan. Daun dan ranting muda tanaman gambir merupakan bahan baku produk gambir yang selama ini dihasilkan masyarakat
gambir asalan. Gambir asalan tersebut dapat digunakan secara langsung misalnya sebagai bahan tambahan pengikat partikel pelet kayu, campuran dalam pakan ternak
sapi potong, serta menyirih ataupun diolah kembali menjadi berbagai macam produk
turunan. Lebih lanjut, pada Gambar 26 dapat dilihat berbagai produk olahan dari
gambir asalan yang terdiri dari i produk utama yaitu gambir murni, gambir terstandarisasi, katekin dan alkaloid; ii adhesive; iii produk biofarmakasediaan;
iv berbagai produk dari nano gambir; v berbagai senyawa kimia serta vi antioksidan dan antimikroorganisme.
Terkait dengan keterbatasan sumberdaya serta kemampuan membangun pasar, maka perlu ditentukan prioritas produk hilir yang akan dikembangkan lebih dahulu.
Untuk pemilihan produk tersebut, kriteria yang digunakan adalah penguasaan teknologi, kemungkinan pembangunan pasar serta volume produk gambir
masyarakat yang dapat diserap terkait dengan jumlah petani yang dapat diupayakan peningkatan kesejahteraan mereka. Dengan pertimbangan tersebut, maka produk
yang diprioritaskan untuk dikembangkan adalah produk antara yang berasal dari gambir asalan produksi masyarakat. Selanjutnya, mengingat penguasaan dan
kemudahan penyediaan teknologi, maka produk yang akan dikembangkan adalah katekin dan tanin.
Berdasarkan penelitian Gumbira Said et al. 2010, maka industri katekin dan tanin dari gambir asalan sangat layak dikembangkan. Dengan volume pasar yang
cukup besar, maka industri katekin dan tanin diharapkan dapat meningkatkan nilai tambah bagi sejumlah besar produk gambir masyarakat secara signifikan.
5.2 Identifikasi Potensi dan Kebutuhan Pengembangan Agroindustri Gambir
Berdasarkan hasil survei dan berbagai kajian tentang permasalahan agroindustri gambir di Kabupaten Lima Puluh Kota khususnya, dan Indonesia pada
umumnya, maka berbagai kemungkinan pengembangan agroindustri gambir dilakukan dengan berbagai tujuan sebagai berikut: i Peningkatan kapasitas dan