Perkiraan Manfaat Finansial Pengembangan Agroindustri Gambir bagi Masyarakat

140 Pada kenyataannya, UMK Gambir tidak memiliki modal untuk meningkatkan usaha gambir mereka saat ini sehinggga tidak memungkinkan bagi mereka untuk memperoleh kepemilikan atas industri katekin dan tanin yang akan didirikan. Karena itu diperlukan pola pengaturan lain agar UMK Gambir dapat memperoleh sebagian kepemilikan usaha tersebut. Cara yang dapat ditempuh adalah dengan meningkatkan harga beli gambir asalan dari UMK Gambir. Selanjutnya sebagian dari selisih harga beli gambir asalan tersebut ditahan untuk pengembalian modal dari lembaga keuangan atau perbankan yang menjadi penyandang dana agar secara berangsur- angsur proporsi kepemilikan modal UMK Gambir dalam usaha tersebut ditingkatkan. Pada Tabel 38 Disajikan pengaruh perubahan harga pembelian gambir asalan terhadap bagian tenaga kerja dan bagian UMK Gambir dari nilai tambah pada produksi katekin dan tanin dari gambir asalan pada tingkat konversi ekspor gambir asalan ke dalam bentuk katekin dan tanin sebesar 10. Tabel 38. Pengaruh Perubahan Harga Beli Gambir Asalan terhadap Bagian Tenaga Kerja dan Bagian UMK Gambir Harga Gambir Asalan Rp.kg Total Nilai Tambah Rp. Milyar Bagian Tenaga Kerja Rp. Milyar Bagian UMK Gambir Rp. Milyar 1 10 30.000 1,386 216.00 9.00 90.00 40.000 1,368 216.00 8.82 88.20 50.000 1,350 216.00 8.64 86.40 60.000 1,332 216.00 8.46 84.60 70.000 1,314 216.00 8.28 82.80 80.000 1,296 216.00 8.10 81.00 90.000 1,278 216.00 7.92 79.20 100.000 1,260 216.00 7.74 77.40 Proporsi kepemilikan UMK Gambir dari keuntungan perusahaan. 141

5.9 Implikasi Kebijakan

Dari hasil kajian yang telah dilakukan dapat diketahui besarnya manfaat finansial yang secara langsung dapat diperoleh masyarakat Kabupaten Lima Puluh Kota dengan pendirian pabrik pengolahan katekin dan tanin. Tanpa pendirian pabrik pengolahan katekin dan tanin, maka seluruh nilai tambah tersebut dinikmati India seperti yang terjadi selama ini. Dalam penelitian ini belum dikaji besarnya multiplier effect dari beredarnya uang dalam jumlah besar di daerah yang menyebabkan timbuhnya berbagai aktivitas ekonomi masyarakat. Kondisi tersebut seharusnya mendorong semua pihak yang terkait untuk mengembangkan agroindustri gambir di Kabupaten Lima Puluh Kota maupun daerah lain dalam upaya meningkatkan kesejahteraan masyarakat dan mendukung bagi keberlanjutan agroindustri gambir Indonesia umumnya. Banyaknya pelaku yang terlibat dalam agroindustri gambir, kompleksnya permasalahan yang dihadapi, maka diperlukan kelembagaan yang kuat dan dapat menangani persoalan secara komprehensif. Di sisi lain, kedekatan geografis dan kebutuhan jejaring kerja yang kokoh mendukung untuk pengembangan klaster agroindustri gambir dalam penyelesaian persoalan kelembagaan tersebut. Agar klaster industri gambir dapat berkembang dan berkelanjutan, perlu dibentuk manajemen klaster yang dapat menyiapkan rencana strategis, taktis dan operasional pengembangan agroindustri gambir, melaksanakan rencana tersebut serta melakukan pengendalian saat rencana pengembangan agroindustri gambir tersebut dijalankan. Manajemen klaster tersebut juga bertugas untuk mengkoordinasikan para UMK Gambir dan pengempa, pedagang, perguruan tinggi dan lembaga penelitian serta lembaga keuangan. Pada saat yang sama manajemen klaster juga memberikan masukan kepada pemerintah pusat maupun pemerintah daerah dalam penyiapan berbagai aturan, kebijakan maupun infrastruktur bagi pengembangan agroindustri gambir pada masa yang akan datang. Pemerintah perlu menetapkan berbagai kebijakan dan aturan yang akan memperkuat dukungan bagi pengembangan agroindustri gambir pada masa yang akan datang seperti ketentuan tentang tata guna lahan yang dapat mencegah konversi lahan 142 perkebunan gambir ke komoditas lain ataupun penggunaan lain seperti pertambangan, pemukiman dan sebagainya. Di samping itu, pemerintah perlu melakukan penyiapan infrastruktur pendukung, serta beberapa kebijakan seperti kebijakan pendanaan bagi agroindustri gambir khususnya usaha mikro dan kecil, kebijakan investasi asing untuk pengembangan industri hilir gambir serta pembatasan ekspor gambir asalan. 6 SIMPULAN DAN SARAN

6.1 Simpulan

Dari penelitian ini dapat ditarik beberapa kesimpulan sebagai berikut: 1. Dibandingkan dengan India, Malaysia, Singapura dan Republik Rakyat Cina, dalam bisnis gambir global, Indonesia memiliki keunggulan dalam kemampuan penyediaan bahan baku baik karena ketersediaan lahan yang sesuai untuk perkebunan gambir maupun karena kemampuan masyarakat dalam budidaya dan pengolahan gambir asalan selama ini. Sebaliknya, Indonesia lemah dalam pemasaran internasional, penguasaan teknologi serta diversifikasi produk dari gambir. 2. Permasalahan dalam agroindustri gambir di Kabupaten Lima Puluh Kota adalah keterbatasan teknologi, mutu produk gambir asalan yang rendah dan sangat beragam, ketergantungan yang tinggi terhadap pasar India, kelemahan dalam pengembangan pasar, kurangnya diversifikasi produk, terbatasnya kualitas sumberdaya manusia, lemahnya akses pemodalan, terbatasnya akses informasi oleh para UMK Gambir maupun pedagang pengumpul di sentra-sentra produksi gambir di Kabupaten Lima Puluh Kota. Semua permasalahan tersebut terjadi karena lemahnya kelembagaan dalam bisnis gambir. 3. Langkah awal yang harus dilakukan untuk pengembangan agroindustri gambir pada masa yang akan datang adalah pendirian industri katekin dan tanin yang didukung perbaikan kelembagaan melalui pembentukan klaster agroindustri gambir untuk melaksanakan pengembangan pemasaran domestik maupun ekspor, perbaikan teknologi, pengembangan produk, peningkatan kualitas sumberdaya manusia maupun penanganan masalah pemodalan. 4. Pada tahap awal pengembangan, industri pengolah Katekin dan Tanin perlu didirikan di beberapa nagari yang dimulai dari daerah Kecamatan Kapur IX, Kecamatan Pangkalan dan Kecamatan Bukit Barisan. Di samping itu, dikembangkan penggunaan unit pengolahan gambir bergerak pada daerah-daerah