Pengelolaan Perikanan Tangkap Analisis pengembangan perikanan tangkap di provinsi Sumatera Selatan

11 perikanan terdiri dari pembinaan kelembagaan usaha perikanan, perkreditan dan permodalan dan pembinaan perijinan usaha perikanan. Gambar 2 Sistem agribisnis perikanan tangkap Kesteven 1973 dimodifikasi oleh Monintja 2001. Monintja 2001 mengemukakan ada beberapa faktor atau alasan mengapa perikanan tangkap perlu dikelola secara benar dan tepat, sebagai berikut : 1 Perikanan tangkap berbasis pada sumberdaya hayati yang dapat diperbaharui renewable, namun dapat mengalami depresi atau kepunahan. Sumberdaya ikan memiliki kelimpahan yang terbatas, sesuai daya dukung carrying capacity habitatnya; 2 Sumberdaya ikan dikenal sebagai sumberdaya milik bersama common property yang rawan terhadap tangkap lebih over fishing; 3 Pemanfaatan sumberdaya ikan dapat merupakan sumber konflik di daerah penangkapan maupun dalam pemasaran hasil tangkapan; Sistem Informasi 12 4 Usaha penangkapan haruslah menguntungkan dan mampu memberikan kehidupan yang layak bagi para nelayan dan pengusahaannya, jumlah nelayan yang melebihi kapasitas akan menimbulkan kemiskinan para nelayan; 5 Kemampuan modal, teknologi dan akses informasi yang berbeda antar nelayan menimbulkan kesenjangan dan konflik; dan 6 Usaha penangkapan ikan dapat menimbulkan konflik dengan subsektor lainnya, khususnya dalam zona atau tata ruang pesisir dan laut. FAO 1995 diacu dalam Monintja 2001, menyatakan bahwa pengelolaan dan pengembangan perikanan tangkap haruslah menunjukkan karakteristik penangkapan yang berkelanjutan, yaitu : 1 Proses penangkapan yang ramah lingkungan meliputi : 1 selektivitas tinggi; 2 hasil tangkapan yang terbuang minim; 3 tidak membahayakan keanekaragaman hayati; 4 tidak menangkap jenis ikan yang dilindungi; 5 tidak membahayakan habitat; 6 tidak membahayakan kelestarian sumberdaya ikan target; 7 tidak membahayakan keselamatan nelayan; dan 8 memenuhi ketentuan yang berlaku; 2 Volume produksi tidak berfluktuasi drastis suplai tetap 3 Pasar tetap atau terjamin 4 Usaha penangkapan masih menguntungkan 5 Tidak menimbulkan friksi sosial dan 6 Memenuhi persyaratan legal. Apabila pengembangan perikanan di suatu wilayah perairan ditekankan pada perluasan kesempatan kerja, maka teknologi yang perlu dikembangkan adalah jenis unit penangkapan ikan yang relatif dapat menyerap tenaga kerja banyak, dengan pendapatan per nelayan memadai Monintja 1987. Selanjutnya menurut Monintja 1987, dalam kaitannya dengan penyediaan protein untuk masyarakat Indonesia, maka dipilih unit penangkapan ikan yang memiliki produktivitas nelayan per tahun yang tinggi, namun masih dapat dipertanggungjawabkan secara biologis dan ekonomis. Kaitan pengembangan perikanan terhadap pertumbuhan ekonomi, seperti yang diungkapkan oleh Soemokaryo 2001 bahwa pengembangan sub sektor perikanan sebagai sumber pertumbuhan ekonomi baru Indonesia yang sangat 13 memungkinkan. Hal tersebut didasarkan pada : 1 potensi sumberdaya perikanan tersedia cukup besar dan belum sepenuhnya dimanfaatkan; 2 sebagai bahan baku protein hewani dan bahan baku industri domestik belum sepenuhnya dimanfaatkan; 3 beberapa komoditas perikanan mempunyai daya keunggulan komparatif di pasar Internasional; dan 4 kemampuannya menyerap tenaga kerja, meningkatkan dan meratakan pendapatan masyarakat. Menurut Monintja 2001 sistem agribisnis perikanan tangkap meliputi : 1 Sub sistem pengadaan dan penyaluran sarana produksi, 2 Sub sistem prasarana, 3 Sub sistem usaha penangkapan, 4 Sub sistem pengolahanagroindustri, 5 Sub sistem pembinaan, dan 6 Sub sistem pemasaran. Adapun tantangan, permasalahan dan solusi pengembangan perikanan tangkap adalah sebagai berikut Monintja 2001 : 1 Tantangan 1 Permintaan suplai ikan yang semakin meningkat, 2 Penyediaan lapangan kerja, 3 Peningkatan devisa, dan 4 Peningkatan Pendapatan Asli Daerah PAD. 2 Permasalahan 1 Stock sumber daya ikan yang tetap atau menurun, 2 Jumlah nelayan yang banyak, 3 Keterbatasan modal, 4 Kelangkaan informasi, 5 Konflik antar nelayan, dan 6 Konflik nelayan dengan sektor lain 3 Solusi 1 Partisipasi masyarakat nelayan dalam perencanaan pengembangan pengelolaan perikanan pesisir, 2 Profesionalisasi usaha penangkapan ikan, 3 Penyediaan sistem dan substansi informasi perikanan yang tepat waktu dan mudah diakses, dan 4 Penyediaan sistem permodalan khusus perikanan tangkap. 14 Hubungan komponen-komponen dalam suatu kompleks penangkapan ikan yang saling berkaitan antara satu elemen dengan elemen lainnya antara lain Monintja 2001 : 1 Analisis aspek pemasaran meliputi : 1 Demand masa kini dan lampau trend volume penjualan, harga dan pembeli, 2 Permintaan dan harga dimasa datang pertumbuhan penduduk, pertumbuhan pendapatan, elastisitas pendapatan dan komonitas substitusi, 3 Persaingan pasar lokal, nasional dan internasional, dan 4 Rencana kebijakan pemasaran. 2 Analisis sumberdaya ikan SDI meliputi : 1 Deskripsi daerah penangkapan ikan, 2 Estimasi hasil tangkapan maksimum lestari MSY, 3 Hasil tangkapan spesies terkait selama 5 tahun sampai 10 tahun terakhir, 4 Kecenderungan catch per unit effort, 5 Distribusi sebaran ikan menurut daerah penangkapan dan musim, 6 Mobilitas ikan ruaya dan migrasi, 7 Karakteristik komersial dari ikan ukuran, 8 Proyeksi hasil tangkapan tahunan dari proyek, dan 9 Peluang pengembangan produksi. 3 Analisis aspek teknis menyangkut operasi penangkapan ikan meliputi : 1 Kapal penangkapan ikan, 2 Alat penangkapan ikan, 3 Tenaga kerja nelayan, 4 Bahan untuk operasi penangkapan, 5 Kondisi lingkungan fisik daerah penangkapan, 6 Pola operasi lama 1 trip, hari navigasi, hari operasi, hari daratpelabuhan, hari dok, jumlah trip per tahun, variasi daerah penangkapan dan variasi musim, 7 Hasil tangkapan komponen spesies, ukuran, kualitas, HT per hari, HT per trip, HT per tahun, 8 Penanganan hasil tangkapan di kapal, 9 Pengangkutan hasil tangkapan ke pelabuhan, dan 15 10 Fasilitas pendaratan ikan. 4 Analisis finansial meliputi : 1 Biaya investasi, biaya operasional, aliran uang tunai, 2 Pembiayaan proyek, 3 Kriteria investasi NPV, IRR, BC Ratio, dan 4 Analisis sensitivitas. 5 Analisis dampak ekonomi meliputi : 1 Analisis ekonomis, 2 Suplai protein, 3 Penyerapan tenaga kerja, 4 Peningkatan pendapatan nelayan, 5 Devisa, 6 Pembangunan daerah, 7 Pendapatan negara daerah PAD, dan 8 Manfaat lainnya. 6 Analisis aspek lingkungan dan sosial meliputi : 1 Pengaruh terhadap sumberdaya ikan, 2 Tingkat selektivitas alat penangkapan, 3 Kemungkinan terjadinya friksi sosial, 4 Pengaruh volume produksi terhadap pasar lokal, 5 Pengaruh kegiatan proyek terhadap lingkungan pemukiman, 6 Jenis limbah, volume dan perkiraan akibatnya, dan 7 Pencegahan dan treatment yang direncanakan. 7 Aspek organisasi dan manajemen meliputi : 1 Aspek legal perusahaan, 2 Aspek legal proyek, 3 Struktur organisasi yang ada, 4 Rencana struktur organisasi proyek, 5 Kaitan dengan perusahaan, instansi dan lembaga lain, 6 Struktur manajemen per komponen, 7 Uraian tugas setiap personel, 8 Uraian tanggung jawab dan kewenangan, 9 Pendapatan dan insentif karyawan personel armada penangkapan ikan, 16 10 Fasilitas dan kemudahan untuk para karyawan, 11 Kualifikasi dan pengalaman personel yang ada, dan 12 Kualifikasi dan sumber personel yang akan direkrut. 8 Analisis kepekaan 1 Penurunan produksi 5–25 tergantung pada pola musim ikan, kondisi fisik daerah penangkapan dan CPUE, dan 2 Penurunan harga produk trend harga runtun tahun. Pilihan terhadap alternatif manajemen sangat bergantung pada kekhasan, situasi dan kondisi perikanan yang dikelola serta tujuan pengelolaan atau pembangunan perikanan. Meski demikian, setiap pilihan sebaiknya berdasarkan kriteria-kriteria sebagai berikut Nikijuluw 2002 : 1 Diterima nelayan, 2 Diimplementasi secara gradual, 3 Fleksibilitas, 4 Implementasinya didorong efisiensi dan inovasi, 5 Pengetahun yang sempurna tentang peraturan serta biaya yang dikeluarkan untuk mengikuti peraturan tersebut, dan 6 Ada implikasi terhadap tenaga kerja, pengangguran dan keadilan. 2.2 Sumberdaya Ikan 2.2.1 Sifat sumberdaya ikan Ikan adalah salah satu bentuk sumberdaya alam yang bersifat renewable atau mempunyai sifat dapat pulih atau dapat memperbaharui diri. Disamping sifat dapat memperbaharui diri, menurut Widodo dan Nurhakim 2002, sumberdaya ikan pada umumnya dianggap bersifat open access dan common property yang artinya pemanfaatan bersifat terbuka oleh siapa saja dan kepemilikannya bersifat umum. Sifat sumberdaya seperti ini menimbulkan beberapa konsekuensi, antara lain : 1 Tanpa adanya pengelolaan akan menimbulkan gejala eksploitasi berlebihan over exploitation, investasi berlebihan over investment dan tenaga kerja berlebihan over employement. 17 2 Perlu adanya hak kepemilikan property rights, misalnya oleh Negara state property rights, oleh masyarakat community property rights atau oleh swastaperorangan private property rights. Sifat-sifat sumberdaya seperti di atas menjadikan sumberdaya ikan bersifat unik, dan setiap orang seakan-akan mempunyai hak untuk memanfaatkan sumberdaya tersebut dalam batas-batas kewenangan hukum suatu Negara. Dengan demikian, kondisi ini memungkinkan bagi setiap orang atau perusahaan dapat dengan bebas masuk dan mengambil manfaatnya. Selanjutnya, dengan adanya orang atau perusahaan yang berdesakan karena mereka bebas masuk, maka akan terjadi interaksi yang tidak menguntungkan dan secara kuantitatif berupa biaya tambahan yang harus diderita oleh masing- masing orang atau perusahaan, sebagai akibat keadaan yang berdesakan tersebut. Nikijuluw 2002 mengemukakan adanya 3 tiga sifat khusus yang dimiliki oleh sumberdaya yang bersifat milik bersama tersebut. Ketiga sifat khusus tersebut adalah : 1 Ekskludabilitas Sifat ini berkaitan dengan upaya pengendalian dan pengawasan terhadap akses ke sumberdaya bagi stakeholder tertentu. Upaya pengendalian dan pengawasan ini menjadi sulit dan sangat mahal oleh karena sifat fisik sumberdaya ikan yang dapat bergerak, disamping lautan yang cukup luas. Dalam kaitan ini, orang akan dengan mudah memasuki area perairan untuk memanfaatkan sumberdaya ikan yang ada didalamnya, sementara disisi lain otoritas manajemen sangat sulit untuk mengetahui serta memaksa mereka untuk keluar. 2 Substraktabilitas Substraktabilitas adalah suatu situasi dimana seseorang mampu dan dapat menarik sebagian atau seluruh manfaat dan keuntungan yang dimiliki oleh orang lain. Dalam kaitan ini, meskipun para pengguna sumberdaya melakukan kerjasama dalam pengelolaan, akan tetapi kegiatan seseorang didalam memanfaatkan sumberdaya yang tersedia akan selalu berpengaruh secara negatif pada kemampuan orang lain didalam memanfaatkan sumberdaya yang sama. Dengan demikian, sifat ini pada dasarnya akan 18 menimbulkan persaingan yang dapat mengarah pada munculnya konflik antara rasionalitas individu dan kolektif. 3 Indivisibilitas Sifat ini pada hakekatnya menunjukkan fakta bahwa sumberdaya milik bersama adalah sangat sulit untuk dibagi atau dipisahkan, walaupun secara administratif pembagian maupun pemisahan ini dapat dilakukan oleh otoritas manajemen.

2.2.2 Pengelolaan sumberdaya ikan

Pengelolaan sumberdaya ikan adalah suatu proses yang terintegrasi mulai dari pengumpulan informasi, analisis, perencanaan, konsultasi, pengambilan keputusan, alokasi sumber dan implementasinya, dalam rangka menjamin kelangsungan produktivitas serta pencapaian tujuan pengelolaan FAO 1995. Sementara Widodo dan Nurhakim 2002 mengemukakan bahwa secara umum, tujuan utama pengelolaan sumberdaya ikan adalah untuk : 1 Menjaga kelestarian produksi, terutama melalui berbagai regulasi serta tindakan perbaikan enhancement. 2 Meningkatkan kesejahteraan ekonomi dan sosial para nelayan. 3 Memenuhi keperluan industri yang memanfaatkan produksi tersebut. Pengelolaan sumberdaya ikan sendiri pada hakekatnya mencari kemungkinan tindakan yang tepat secara biologi disuatu sisi, dan kegiatan penangkapan ikan yang mampu memberikan keuntungan ekonomi disisi lain. Dengan kata lain, pengelolaan sumberdaya ikan haruslah mampu mencegah terjadinya konflik antara kegiatan pemanfaatan sumberdaya ikan untuk tujuan ekonomi termasuk adanya keadilan didalam distribusi manfaat yang dihasilkan oleh sumberdaya ikan tersebut, serta upaya konservasi sumberdaya ikan untuk kepentingan generasi mendatang. Dalam kaitan ini, Lawson 1984 mengemukakan adanya 4 empat strategi yang dapat dilakukan untuk mencapai tujuan tersebut, yaitu : 1 Mencegah terjadinya lebih tangkap over exploitation, dengan melakukan pengendalian terhadap kegiatan penangkapan.