66 3.3.6.2 Ide dasar prinsip kerja PHA
PHA memiliki prinsip kerja yang sangat mendasar yaitu : 1 Penyusunan Hierarki,
Persoalan yang akan diselesaikan, diuraikan menjadi unsur, yaitu kriteria dan alternatif, kemudian disusun menjadi struktur hierarki.
2 Penilaian Kriteria dan Alternatif, Kriteria dan alternatif melalui perbandingan berpasangan. Menurut Saaty
1983, untuk berbagai persoalan, skala 1 sampai 9 adalah skala terbaik dalam mengekspresikan pendapat. Nilai dan definisi pendapat kualitatif
dari skala perbandingan Saaty dapat dilihat pada table berikut Tabel 4 : Tabel 4 Nilai dan definisi pendapat kualitatif dari skala perbandingan
Saaty 1993
Intensitas Pentingnya
Definisi Penjelasan
1 Kedua elemen sama
penting Dua elemen mempengaruhi sama
kuat pada sifat itu 3
Elemen yang satu sedikit lebih penting dari pada
yang lain Pengalaman atau pertimbangan
sedikit menyokong satu elemen di atas yang lain.
5 Elemen yang satu jelas
lebih penting dibandingkan dengan
elemen yang lain Pengalaman atau pertimbangan
dengan kuat disokong dan dominasinya terlihat dalam
praktek
7 Satu elemen sangat lebih
penting dibandingkan elemen yang lain
Satu elemen dengan disokong dan dominasinya terlihat dalam
praktek 9
Satu elemen mutlak lebih penting dibandingkan
elemen yang lainnya Sokongan elemen yang satu atas
yang lain terbukti memiliki tingkat penegasan tertinggi
2,4,6,8 Nilai-nilai diantara dua
pertimbangan yang berdekatan
Kompromi diperlukan diantara dua pertimbangan
Kebalikan nilai-nilai di
atas Nilai-nilai di atas dianggap membandingkan antara elemen A
dan B maka nilai-nilai kebalikan 12, 13, ¼,…, 19 digunakan untuk membandingkan kepentingan B terhadap A
Nilai perbandingan A dengan B adalah 1 satu dibagi dengan nilai perbandingan B dengan A.
3 Penentuan Prioritas Untuk setiap kriteria dan alternatif, perlu dilakukan perbandingan
berpasangan passive comparisons. Nilai-nilai perbandingan relatif kemudian diolah untuk menentukan peringkat relatif dari seluruh
alternatif.
67 Baik kriteria kualitatif, maupun kriteria kuantitatif, dapat dibandingkan
sesuai dengan judgment yang telah ditentukan untuk menghasilkan bobot dan prioritas. Bobot atau prioritas dihitung dengan manipulasi
matriks atau melalui penyelesaian persamaan matematika. 4 Konsistensi Logis.
Semua elemen dikelompokkan secara logis dan diperingkatkan secara konsisten sesuai dengan suatu kriteria yang logis.
Gambar 9 Proses hierarki analisis pengembangan perikanan tangkap di
Provinsi Sumatera Selatan.
Pengembangan Perikanan Tangkap di Provinsi Sumatera Selatan
Sarana dan prasarana
Aktivitas usaha penangkapan
Pengolahan Pemasaran
Meningkatkan jumlah unit alat
tangkap Menambah
unit pengolahan
Memperluas jangkauan daerah penangkapan
di atas12 mil Menambah
prasarana pelabuhan
Level 1: Fokus
Level 2: Masalah
Level 3: Alternatif
Kebijakan
4 HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Administrasi wilayah
Provinsi Sumatera Selatan secara geografis terletak pada 1 LU– 4
LS dan 102,25
– 108,41 BT, dengan luas mencapai 87.017,42 km
2
, atau 8.701.742 ha yang terdiri dari daratan dan perairan baik perairan umum maupun perairan
laut. Luas perairan umum mencapai 2.705.000 ha dan luas laut mencapai ± 47.000 km
2
• Sebelah utara berbatasan dengan Provinsi Jambi dengan panjang garis pantai ± 570,14 km. Secara administrasi
Provinsi Sumatera Selatan berbatasan dengan : • Sebelah Timur berbatasan dengan Provinsi Bangka Belitung
• Sebelah Selatan berbatasan dengan Provinsi Lampung • Sebelah Barat berbatasan dengan Provinsi Bengkulu
Sebagai suatu pemerintahan, Provinsi Sumatera Selatan terbagi menjadi beberapa kabupaten yaitu Banyuasin, Musi Banyuasin, Musi Rawas, Lahat,
Empat Lawang, Muara Enim, Ogan Hilir, Ogan Komering Hilir, Komering Ulu, Komering Ulu Timur, Komering Ulu Selatan, kota Lubuk Linggau, Pagar Alam,
Palembang dan kota Prabumulih. Provinsi Sumatera Selatan memiliki potensi produksi berdasarkan jenis perairan yang terbagi atas perairan laut, umum dan
tambak. Perairan laut terbagi atas pantai ± 570,14 km dengan potensi produksi 152.280 tontahun dan perairan laut ± 47,000 km
2
Berdasarkan hasil analisis, luas perairan Provinsi Sumatera Selatan sewaktu Bangka Belitung masih termasuk wilayah Sumatera Selatan adalah
seluas 40.183,12 km dengan potensi produksi
lebih dari 38.653 tontahun. Perairan umum ± 2.505.000 ha dengan potensi produksi 50 kghatahun dan perairan tambak 200.000 ha dengan potensi
produksi 500 kghatahun Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi Sumatera Selatan 2009.
2
, setelah Bangka Belitung menjadi Provinsi baru, luas perairan Provinsi Sumatera Selatan tinggal 8.105,97km
2
dengan panjang garis pantai 526,57 km. Penurunan ini berpengaruh terhadap produksi dan
pengelolaan perikanan sehingga diperlukan suatu rancang bangun yang dapat dijadikan pertimbangan dalam pengelolaan perikanan tangkap di Provinsi
Sumatera Selatan.
70
4.2 Perairan Laut Sumatera Selatan
Secara geografis, perairan laut Provinsi Sumatera Selatan termasuk Wilayah Pengelolaan Perikanan WPP Laut Cina Selatan, Selat Karimata dan
Laut Natuna memiliki arti strategis baik ditinjau dari sumberdaya yang dikandung maupun dari segi lalu lintas pelayaran serta memiliki wilayah perbatasan dengan
Malaysia, Singapura, Thailand, dan Vietnam. Pemanfaatan sumberdaya perikanan di wilayah perbatasan melalui berbagai usaha perikanan selain dapat
meningkatkan aspek kesejahteraan juga keamanan. Dengan aspek kesejahteraan, dimaksudkan sebagai upaya pemanfaatan sumberdaya alam
untuk meningkatkan kemakmuran atau kesejahteraan, sedangkan aspek keamanan adalah meningkatkan upaya pengamanan wilayah perairan
perbatasan tersebut. Menurut Cholik et al. 1995, perairan Laut Cina Selatan merupakan bagian
dari Paparan Sunda yang relatif dangkal dengan rata-rata kedalaman perairan 70 m, pada dasar relatif rata dan produktivitas perairan sangat dipengaruhi oleh
musim. Sekitar sepertiga luas perairan termasuk ke dalam perairan teritorial dan ZEE Indonesia. Luas perairan Laut Cina Selatan yang masuk wilayah Indonesia
diestimasi sekitar 595.000 km
2
Kondisi obyektif menunjukkan tingginya tingkat eksploitasi di perairan Laut Cina Selatan baik oleh armada Indonesia maupun asing membawa konsekwensi
turunnya sediaan ikan disertai penurunan hasil tangkapan dan perubahan struktur populasi. Oleh karena itu, pengkajian stok ikan melalui estimasi tentang
jumlah atau kelimpahan abundance sumberdaya, estimasi laju pengurangan stok yang disebabkan oleh penangkapan dan sebab-sebab lain, serta indikator
perubahan stok ikan sangat penting diketahui. Di pihak lain, informasi tentang status sumberdaya ini digunakan oleh para penentu kebijakan dan para
pengelola perikanan untuk menentukan sejumlah tindakan yang diperlukan dalam meningkatkan pemanfaatan yang terbaik atas sumberdaya ikan.
dengan iklim tropis dan curah hujan yang tinggi, maka perairan ini memiliki ekosistem dengan keanekaragaman jenis ikan yang
tinggi. Sumberdaya ikan yang melimpah terutama kelompok ikan pelagis kecil, demersal, dan udang penaeid.
1 Sumberdaya perikanan pelagis kecil Eksploitasi sumberdaya ikan pelagis kecil di Laut Cina Selatan berkembang
sejak tahun 1970-an, di mana penangkapan ikan banyak menggunakan gill net dengan trip harian one day fishing terutama oleh nelayan di Kalimantan
71 Barat. Penggunaan pukat cincin purse seine berkembang sejak tahun 1986
oleh nelayan yang berpangkalan di Pontianak dan Pemangkat. Dalam perkembangan, banyak kapal pukat cincin dari Pekalongan Jawa Tengah
yang menangkap ikan pelagis kecil di perairan Laut Cina Selatan bahkan sampai dengan di daerah Natuna terutama pada musim Tenggara
Sadhotomo and Potier, 1995. Penghitungan nilai potensi lestari maximum sustainable yield berdasarkan
pada data terbaru tahun 2002 sampai dengan 2004 belum dapat ditentukan. Menurut Departemen Kelautan dan Perikanan yang bekerjasama
dengan Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia 2001 perairan Laut Cina Selatan yang memiliki luas perairan sekitar 550.000 km
2
2 Sumberdaya ikan demersal mempunyai potensi
sumberdaya ikan pelagis kecil 621.500 ton dengan tingkat pemanfaatan sekitar 33 dari potensi lestari.
Hasil tangkapan ikan pelagis kecil neritik dan kostal dengan alat tangkap bagan di perairan Bangka-Belitung didominasi oleh ikan teri Stolephorus
spp. dan cumi-cumi Loligo spp.. Sementara itu, hasil tangkapan payang didominasi oleh ikan siro Amblygaster sirm dan tembang Sardinella
gibbosa. Hasil tangkapan pancing di sekitar Tanjung Pandan, Belitung didominasi oleh selar Selar spp. dan Atule mate dan banyar Rastrelliger
kanagurta. Daerah penyebaran ikan pelagis kecil oseanik di perairan Laut Cina Selatan
meliputi perairan Selat Karimata, perairan Barat Pemangkat dan sekitar Kepulauan Natuna. Perikanan bagan di Bangka terdapat di sepanjang pantai
Utara seperti di Sungai Liat, Koba dan Pangkal Pinang, serta sebelah Barat Belitung. Daerah penangkapan ikan dengan payang terdapat di perairan
Utara Bangka kira-kira 5 sampai dengan 10 mil dari pantai, Pulau Tujuh dan Pulau Kelasa di sebelah Timur pada kedalaman 25 m.
Secara geografis, dimaksud dengan perairan Laut Cina Selatan dalam konteks sumberdaya ikan demersal terletak pada posisi geografis antara
01°40’00” LU–03°00’00” LS dan 104°30’00”–110°00’00” BT. Data dan informasi tentang sumberdaya ikan demersal di perairan Laut Cina Selatan
pada periode kerja sama antara pemerintah Indonesia dengan Republik Federasi Jerman GTZ antara tahun 1975 sampai dengan 1978 dapat