Pengembangan perikanan berkelanjutan Analisis Kebijakan Pengembangan Berkelanjutan .1 Analisis kebijakan pengembangan

45 Keberlanjutan ekologi didasarkan pada upaya memelihara keberlanjutan biologi cadangan ikan biomassa sehingga tidak melewati daya dukungnya, yaitu pemanfaatan sumberdaya perikanan pada tingkat Total Allowable Catch TAC sebesar 80 dari MSY. Keberlanjutan sosio-ekonomi didasarkan pada keberlanjutan ekonomi dengan memperhatikan kesejahteraan pelaku perikanan pada tingkat ekonomi rumah tangga nelayan. Kegiatan produksi untuk pemanfaatan sumberdaya perikanan secara berkelanjutan memiliki tiga komponen yaitu 1 komponen biologis, 2 pengelolaan sumberdaya dan 3 sosial-ekonomi perikanan. Ketiga komponen tersebut saling berkaitan satu sama lainnya. Komponen biologis menjelaskan dinamika stok ikan, komponen pengelolaan sumberdaya menjelaskan dinamika kebijakan dalam pengelolaan sumberdaya perikanan, pengaturan armada penangkapan ikan fishing effort dan komponen sosial-ekonomi menjelaskan dinamika biaya dan keuntungan juragan pemilik aset dan pendapatan ABK anak buah kapal dalam operasi penangkapan ikan. Kalau ketiga komponen tersebut dapat terkontrol dengan baik, maka pengembangan usaha perikanan tangkap dapat dilakukan secara berkelanjutan Fauzi dan Anna 2002.

2.10 Kerangka Kerja Kelembagaan

Lahirnya Undang-Undang No. 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah juga mewarnai perubahan kebijakan pengelolaan sumberdaya pesisir dan laut di Indonesia. Semangat otonomi, yang terkandung dalam undang- undang tersebut melalui desentralisasi pengelolaan wilayah pesisir dan laut kepada wilayah otonom. Sebagaimana yang dituangkan dalam undang-undang tersebut, wilayah otonom dalam hal ini provinsi dan kabupatenkota memiliki otonomi dalam pengelolaan wilayah laut sejauh 12 mil dan 13-nya merupakan kewenangan kabupatenkota Pasal 3. Kewenangan pengelolaan bagi daerah otonom di wilayah laut tersebut lebih lanjut diuraikan dalam Pasal 10 Ayat 2, yang meliputi Darmawan 2002 : 1 Eksplorasi, eksploitasi, konservasi dan pengelolaan kekayaan laut sebatas 12 mil laut, 2 Pengaturan kepentingan administratif, 3 Pengaturan tata ruang, 46 4 Penegakan hukum terhadap peraturan yang dikeluarkan pemerintah daerah atau yang dilimpahkan kewenangannya oleh pemerintah, dan 5 Bantuan penegakkan keamanan dan kedaulatan negara khususnya di laut. Implikasi dari UU No. 22 Tahun 1999 terhadap pengelolaan sumberdaya pesisir secara berkelanjutan dapat bersifat sinergis, namun dapat pula bersifat sebaliknya. Implikasi akan bersifat sinergis apabila setiap pemerintah dan masyarakat di wilayah otonom menyadari arti penting dari pengelolaan sumberdaya pesisir secara berkelanjutan, sehingga pemanfaatan sumber daya alam pesisir dilakukan secara bijaksana dengan menerapkan kaidah-kaidah pembangunan berkelanjutan. Implikasi negatif akan muncul apabila setiap daerah berlomba-lomba mengeksploitasi sumberdaya pesisir tanpa memperhatikan kaidah-kaidah pembangunan berkelanjutan Darmawan 2002. Menurut Code of Conduct for Responsible Fisheries FAO 1995, Pasal 10-integrasi perikanan ke dalam pengelolaan wilayah pesisir mengenai kerangka kerja kelembagaan terdiri dari : 1 Negara-negara harus menjamin suatu kerangka kebijakan, hukum dan kelembagaan yang tepat, diadopsi untuk mencapai pemanfaatan sumberdaya yang lestari dan terpadu dengan memperhatikan kerentanan ekosistem pesisir dan sifat terbatasnya sumber daya alamnya serta keperluan komunitas pesisir, 2 Mengingat sifat multiguna kawasan pesisir, negara harus memastikan bahwa wakil sektor perikanan dan komunitas penangkapan dimintakan pendapat dalam proses pengambilan keputusan dan dilibatkan dalam kegiatan lainnya yang berkaitan dengan perencanaan pengelolaan dan pembangunan kawasan pesisir, 3 Negara-negara harus mengembangkan kerangka kelembagaan dan hukum seperlunya dalam rangka menetapkan pemanfaatan yang mungkin menyangkut sumberdaya pesisir dan mengatur akses ke sumber daya tersebut dengan memperhatikan hak nelayan pesisir dan praktek turun temurun yang serasi dengan pembangunan yang berkelanjutan, 47 4 Negara-negara harus memberikan kemudahan pengadopsian praktek perikanan yang menghindari sengketa di antara para pengguna sumberdaya perikanan dan di antara mereka serta para pengguna lainnya dari kawasan pesisir, dan 5 Negara-negara harus menggiatkan penetapan prosedur dan mekanisme pada tingkat administratif yang tepat untuk menyelesaikan sengketa yang timbul di dalam lingkup sektor perikanan dan di antara para pengguna sumberdaya perikanan dengan para pengguna kawasan pesisir lainnya.