Perairan Laut Sumatera Selatan

72 dikatakan merupakan data awal benchmark yang dapat digunakan sebagai salah satu pembanding bagi hasil-hasil penelitian periode sesudah. Setelah diberlakukan Keppres.3980 tentang pelarangan trawl, penelitian sumberdaya ikan demersal dilakukan secara parsial dan tidak berkesinambungan. Pelaksanaan lebih dititikberatkan di tempat-tempat pendaratan ikan terpilih di Laut Cina Selatan. Tingginya tingkat pemanfaaatan sumberdaya ikan demersal di perairan Laut Cina Selatan tampak dari kecenderungan menurunnya angka kepadatan stok sebagai hasil dari survei trawl di Laut Cina Selatan selama beberapa tahun. Survei pada bulan Agustus sampai dengan September 1975 diperoleh kepadatan stok 2,36 ton km -2 diikuti dengan penurunan pada tahun 1978 menjadi 1,8 ton km -2 dan seterusnya pada bulan Agustus 2001 diperoleh nilai 1,04 ton km -2 . Survei trawl dengan tipe standar high opening trawlThailand trawl pada bulan Juni sampai dengan Juli 2005 diperoleh nilai kepadatan stok 1,70 ton km -2 dengan standing stock or biomass 487.000 ton. Mengacu pada luas daerah penangkapan ikan demersal di Laut Cina Selatan seluas 558.000 km 2 Perubahan tersebut diduga sebagai akibat ada perubahan kondisi oseanografis perairan yang secara langsung mempengaruhi perilaku pengelompokkan ikan demersal di perairan Laut Cina Selatan. Perubahan musim tersebut berlangsung secara reguler mengikuti pola pergerakkan matahari yang selanjutnya menyebabkan timbul 2 puncak musim monsoon yaitu musim Timur dan Barat. Kegiatan survei pada tahun 1975 dilakukan pada bulan Agustus atau September, sedangkan tahun 1978 dan 2005 dilakukan pada bulan Juni sampai dengan Juli. Widodo et al. 1998, maka diperoleh nilai potensi lestari 474.300 ton. Dibandingkan dengan potensi tahun 2001 yang besar 334.800 ton Departemen Kelautan dan Perikanan-Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia 2001, maka mengalami peningkatan sekitar 41,6. 3 Sumberdaya perikanan udang Penghapusan trawl di Laut Cina Selatan tampak tidak banyak memberikan dampak penurunan produksi udang, sebaliknya malah cenderung meningkat terutama sejak tahun 1997 sebagaimana tampak di perairan Barat Kalimantan. Peningkatan tersebut terutama untuk jenis udang krosok dalam statistik perikanan dimasukan kategori udang lain. 73 Peningkatan catch per unit of effort didominasi oleh udang yang berukuran kecil atau krosok dalam statistik perikanan termasuk kategori udang lain dan sebagian udang jerbung dan dogol. Peningkatan udang krosok diikuti oleh menurunnya jumlah unit alat tangkap, antara lain jermal, sero, serok, dan perangkap lain yang sebagian besar dioperasikan secara pasif dan mengandalkan proses pasang surut. Sementara itu, jumlah unit gill net, trammel net, dan pukat pantai tahun 1991 sampai dengan 2000 cenderung mendatar atau relatif tetap dari tahun ke tahun.

4.3 Perikanan tangkap

Perairan Sumatera Selatan memiliki variasi kondisi perairan yang berkaitan dengan potensi keberadaan sumberdaya ikan di wilayah perairan Provinsi Sumatera Selatan. Kelimpahan sumberdaya perikanan Sumatera Selatan, dipengaruhi oleh kondisi lingkungan dalam hal ini adalah jumlah intensitas cahaya matahari yang diterima diperairan Provinsi Sumatera Selatan cukup tinggi seperti wilayah tropis lainnya. Sehingga faktor tersebut mempengaruhi pertumbuhan jasad renik yang merupakan salah satu faktor penting produktivitas perairan salah satu jenis perairan yang kaya akan jasad renik adalah perairan pantai. Menurut Nybaken 1988 perairan pantai merupakan daerah yang memiliki tingkat kesuburan tinggi yang mendukung terhadap kelimpahan sumberdaya ikan. Kondisi perairan yang memiliki pengaruh terhadap kegiatan perikanan, khususnya tangkap adalah panjang pantai. Provinsi Sumatera Selatan memiliki panjang garis pantai mencapai 570,14 km yang tersebar pada 2 wilayah kabupatenkota di Sumatera Selatan yaitu Kabupaten Ogan Komering Ilir 275 km dan Banyuasin 295,14 km Dinas Kelautan dan Perikanan Proivinsi Sumatera Selatan 2009 .

4.3.1 Nelayan

Nelayan merupakan orang-orang yang sehari-harinya bekerja menangkap ikan atau biota lainnya yang hidup di dasar, kolom maupun permukaan perairan. Nelayan adalah orang yang secara aktif melakukan pekerjaan dalam operasi penangkapan ikanbinatang air lainnya. Ahli mesin dan juru masak yang bekerja di atas kapal penangkapan dikategorikan nelayan meskipun tidak melakukan 74 aktivitas penangkapan Ditjen Perikanan Tangkap 2002. Pengertian nelayan disini ditujukan untuk orang-orang yang menangkap ikan di wilayah perairan laut. Berdasarkan data statistik tahun 2001-2007 jumlah rumah tangga perikanan Provinsi Sumatera Selatan secara umum mengalami peningkatan dari tahun 2001-2007 sebesar 3941 menjadi 7159. Berdasarkan kategori usaha terlihat bahwa jenis kapal motor memiliki jumlah RTP tertinggi dibandingkan dengan RTP lainnya. Pada kategori kapal motor terlihat juga bahwa kapal motor 5GT memiliki jumlah RTP terbanyak pada tahun 2007 yaitu 3957. Kondisi sosial ekonomi masyarakat di Provinsi Sumatera Selatan masih berada di bawah garis kemiskinan, hal ini ditunjukkan oleh data RTP yang diperoleh. Beberapa aspek yang menyebabkan terjadinya kondisi tersebut adalah aspek material, pendidikan dan status sosial yag dipengaruhi oleh perubahan kondisi ekonomi. Jumlah nelayan perikanan laut di Provinsi Sumatera Selatan ditunjukkan pada Tabel 5. Tabel 5 Jumlah nelayan berdasarkan RTP menurut kategori usaha di Provinsi Sumatera Selatan Kategori Usaha Tahun 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 Perahu tanpa motor Kecil 371 380 413 465 508 550 580 Sedang 312 315 664 744 813 882 1050 Besar 185 132 161 161 176 191 203 Motor tempel 83 86 221 225 247 268 330 Kapal motor 5 GT 2405 2412 2495 2718 3073 3427 3957 5 - 10 GT 407 417 389 420 472 524 604 10 - 20 GT 46 52 214 230 263 295 307 20 - 30 GT 132 135 45 47 61 74 110 30 - 50 GT 12 12 14 16 18 Jumlah 3941 3929 4614 5022 5624.5 6227 7159 Sumber : Statistik Perikanan Sumatera Selatan Tahun 2001-2008 Jumlah nelayan di suatu daerah biasanya selalu bertambah. Hal ini disebabkan oleh adanya kebiasaan dikalangan nelayan untuk mempekerjakan anak mereka dengan cara mengajak pergi melaut. Faktor keturunan diduga merupakan faktor utama yang sangat sulit dikendalikan disamping faktor lainnya seperti kedatangan nelayan dari daerah lain ataupun orang baru yang beralih profesi menjadi nelayan juga dapat menambah jumlah nelayan untuk suatu daerah dan waktu tertentu. Apabila dilihat dari Tabel 5 maka dapat dikatakan bahwa sebagian besar nelayan di Provinsi Sumatera Selatan adalah nelayan kecil. Hal ini dapat dilihat pada jumlah perahu tanpa motor dan perahu dengan motor tempel yang lebih dominan dibandingkan yang lainnya. Tabel 5 juga 75 menunjukkan bahwa armada perikanan di Provinsi Sumatera Selatan masih tergolong dalam armada perikanan skala kecil. Gambar 10 Kecenderungan jumlah nelayan berdasarkan RTP di Provinsi Sumatera Selatan. Sepanjang tahun 2001 hingga tahun 2007, jumlah RTP mengalami kenaikan secara perlahan-lahan. Hal ini menunjukkan bahwa usaha perikanan tangkap masih menjadi salah satu andalan bagi masyarakat setempat untuk mendapatkan penghasilan. Meskipun demikian, peningkatan jumlah nelayan yang tidak disertai dengan manajemen pengelolaan dan pengawasan yang baik justru mulai berdampak negatif terhadap produktivitas dan kelestarian sumberdaya ikan.

4.3.2 Kapal penangkap ikan

Armada perahukapal yang digunakan untuk menangkap ikan di Provinsi Sumatera Selatan terdiri atas perahu tanpa motor maupun dengan motor dan kapal 30 GT dan 30 GT. Kategori perahukapal yang paling banyak digunakan di Provinsi Sumatera Selatan pada tahun 2007 adalah kapal dengan tonase 30 GT sebanyak 4797 unit. Selanjutnya perahukapal tanpa motor merupakan jumlah armada kedua yang terbanyak yaitu 1769 unit. Secara umum jumlah armada perikanan yang ada di Provinsi Sumatera Selatan pada kurun waktu tahun 2001-2007 mengalami peningkatan yaitu pada tahun 2001 sebanyak 4030 unit dan pada tahun 2007 bertambah menjadi 6864 unit. Peningkatan armada perahukapal tersebut diharapkan dapat lebih meningkatkan penghasilan