113 sebanyak 135 unit, perangkap sebanyak 175 unit dan jaring klitik sebanyak 210
unit. Sementara itu, untuk 4 jenis alat tangkap ikan berikutnya jumlah yang ada saat ini sedapat mungkin dipertahankan. Secara lebih rinci, perbandingan jumlah
optimum dan eksisting dari 8 jenis alat tangkap ikan di Provinsi Sumatera Selatan dapat dilihat pada Tabel 28
Tabel 28 Perbandingan jumlah optimum dan eksisting pada tahun 2007 dari 8 jenis unit penangkapan ikan terpilih di Provinsi Sumatera Selatan
No. Unit penangkapan ikan
Jumlah yang ada pada tahun
2007 unit
Estimasi jumlah yang
optimum unit
Peluang Penambahan
1. Trammel net X1
789 842
53 2.
Jaring insang hanyut X2 480
615 135
3. Jaring insang tetap X3
696 696
4. Jaring lingkar X4
101 101
5. Pancing X5
1422 1422
6. Bagan X6
790 790
7. Perangkap X7
936 1109
173 8.
Jaring klitik X8 407
617 210
Jumlah 5621
6192 571
Nilai parameter yang digunakan untuk analisis pengalokasian unit penangkapan mempengaruhi penambahan jumlah alat tangkap, yaitu: jumlah
potensi sumberdaya ikan, jumlah tangkapan ikan maksimum yang diperbolehkan JTB dan nilai produktivitas dari masing-masing unit penangkapan. Nilai
produktivitas yang digunakan pada analisis ini adalah tingkat produktivitas ideal usaha yang menguntungkan, yang nilainya ini nyata lebih tinggi dari nilai
produktivitas aktual sekarang, sehingga secara logika jumlah unit penangkapan yang dialokasikan jelas lebih sedikit dari yang ada. Namun, secara komposisi
jumlah lima unit penangkapan tersebut ada yang disarankan untuk ditingkatkan dan ada yang disarankan untuk dipertahankan jumlahnya. Hal ini disebabkan
oleh pengalokasian yang memperhitungkan beberapa aspek, yaitu aspek efektivitas dam ketersediaan SDI.
Penambahan jumlah unit penangkapan harus dilakukan secara hati-hati dan melalui pengawasan yang terkoordinasi dengan baik untuk mencegah
terjadinya konflik di lapangan. Penambahan unit penangkapan yang tidak terkendali dapat mengancam kelestarian sumberdaya dan justru akan
mengurangi nilai ekonomi yang diperoleh. Selain itu, penambahan unit tersebut juga sebaiknya difokuskan pada armada penangkapan dengan ukuran GT yang
114 lebih tinggi. Semakin besar ukuran kapal maka daya jelajahnya menjadi lebih
jauh sehingga mampu menangkap dalam jarak tempuh yang lebih ke perairan lepas pantai. Menurut Yulistyo et al. 2006, salah satu upaya pengembangan
usaha penangkapan di perairan pantai yang masih potensial adalah melalui motorisasi dan modernisasi unit penangkapan. Motorisasi tersebut diarahkan
untuk kapal penangkap ikan berukuran antara 5-10 GT, 10-30 GT dan 30 GT untuk menjangkau wilayah perairan diatas 12 mil yang sebagian besar belum
dieksploitasi under exploited. Perbedaan kemampuan tangkap masing-masing jenis alat tangkap
menyebabkan alokasi optimum masing-masing alat tangkap berbeda. Untuk alat tangkap jaring insang tetap, jaring insang lingkar, pancing dan bagan, hasil
optimasi menunjukkan bahwa keempat jenis alat tangkap ini sebaiknya dipertahankan jumlahnya. Namun dalam pelaksanaannya, tingkat kesulitan
mempertahankan jumlah unit alat tangkap tersebut sangat tinggi. Hal ini akan mengakibatkan pertumbuhan unit penangkapan yang melebihi dari jumlah
optimumnya. Padahal jumlah unit penangkapan eksisting yang telah melebihi alokasi optimum sebaiknya dikurangi agar sumberdaya yang ada dapat
dipertahankan Syahailatua 2006. Jenis bagan yang ada saat ini adalah bagan tancap yang secara teknis
menggangu terhadap alur pelayaran. Oleh karena itu, sebaiknya penggunaan bagan lebih diarahkan kejenis bagan apung karena memiliki keunggulan teknis
yang lebih baik. Selain mudah dipindahkan ke daerah penangkapan ikan yang lebih potensial, bagan apung juga tidak mengganggu alur pelayaran serta lebih
mudah dalam pemeliharaan. Pertimbangan teknis tersebut menyebabkan bagan apung lebih menguntungkan dibandingkan bagan tancap.
Kemampuan armada penangkapan yang relatif beragam antar jenis alat tangkap dapat menimbulkan konflik antar nelayan. Oleh karena itu perlu adanya
peraturan dan sanksi yang tegas sehingga potensi konflik akibat perebutan DPI atau hasil tangkapan tertentu dapat diminimalisir. Selain itu, adanya konsep
pengelolaan sumberdaya perikanan berbasis komunitas yang partisipatif dapat dijadikan solusi maupun masukan yang berharga dalam bidang pemanfaatan
perikanan pantai Murdiyanto 2002.
115
4.8 Alokasi Sarana dan Prasarana
Sarana dan prasarana merupakan salah satu komponen yang memiliki peran penting dalam pelaksanaan suatu kegiatan dalam hal ini kelangsungan
kegiatan penangkapan ikan di Provinsi Sumatera Selatan. Sarana dan prasarana yang diamati dalam mendukung pengembangan perikanan di Provinsi
Sumatera Selatan adalah pelabuhan perikanan, unit pemasaran hasil perikanan, komponen unit pengolahan ikan, dan fasilitas pendukung kegiatan penangkapan.
4.8.1 Komponen sarana pelabuhan
Prasarana perikanan tangkap yang memiliki peran besar untuk keberlangsungan kegiatan penangkapan selain armada adalah pelabuhan
perikanan. Keberadaan pelabuhan perikanan ini memiliki pengaruh yang sangat besar bagi perekonomian masyarakat di sekitar pelabuhan, beberapa kegiatan
perekonomian yang banyak terdapat di sekitar maupun di pelabuhan diantaranya bongkar muat kebutuhan kapal, penjualan ikan, penjualan sarana melaut, dan
penjualan komponen pendukung kegiatan perikanan. Pelabuhan perikanan di Indonesia dikelompokkan menjadi 4 macam.
Pengelompokkan pelabuhan ini didasarkan atas beberapa kriteria yaitu ukuran kapal GT, armada penangkapan, daerah penangkapan ikan, panjang darmaga,
kedalaman kolam pelabuhan, keberadaan kawasan industri, daya tampung kolam pelabuhan dan daerah tujuan pemasaran hasil perikanan. Pembagian
pelabuhan tersebut adalah Pelabuhan Perikanan Samudera PPS, Pelabuhan Perikanan Nusantara PPN, Pelabuhan Perikanan Pantai PPP dan Pangkalan
Pendaratan Ikan PPI Departemen Kelautan dan Perikanan 2006. Persyaratan teknis pembagian pelabuhan perikanan secara rinci adalah
sebagai berikut : 1 Pelabuhan Perikanan Samudera atau PPS, memiliki persyaratan teknis
sebagai berikut : melayani kapal ikan 60 GT, daerah penangkapannya di laut teritorial, ZEE Indonesia dan laut lepas, panjang dermaga minimal
300 m dengan kedalaman kolam minimal minus 3 m, memiliki daya tampung minimal 100 buah kapal atau 6000 GT sekaligus, hasil
tangkapannya untuk ekspor, memiliki kawasan industri. 2 Pelabuhan Perikanan Nusantara atau PPN, dicirikan dengan melayani
kapal ikan 15-60 GT, daerah penangkapannya di laut teritorial dan ZEE Indonesia, panjang dermaga minimal 150 m dengan kedalaman kolam
116 minimal minus 3 m, memiliki daya tampung minimal 75 buah kapal atau
2250 GT sekaligus, memiliki kawasan industri. 3 Pelabuhan Perikanan Pantai atau PPP, dicirikan dengan melayani kapal
ikan 5-15 GT, daerah penangkapannya di perairan pedalaman, perairan kepulauan dan laut teritorial, panjang dermaga minimal 100 m dengan
kedalaman kolam minimal minus 2 m, memiliki daya tampung minimal 30 buah kapal atau 300 GT sekaligus.
4 Pangkalan Pendaratan Ikan atau PPI, dicirikan dengan melayani kapal ikan 5 GT, daerah penangkapannya di di perairan pedalaman dan
perairan kepulauan, panjang dermaga minimal 50 m dengan kedalaman kolam minimal 2 m, memiliki daya tampung minimal 20 buah kapal atau
60 GT sekaligus. Dalam rangka pengembangan perikanan di Provinsi Sumatera Selatan
dengan adanya optimasi pemanfaatan sumberdaya ikan, maka sarana penunjang dalam hal ini pelabuhan perikanan juga perlu dipertimbangkan
keberadaannya. Pendugaan jumlah sumberdaya jumlah prasarana pelabuhan di Provinsi Sumatera Selatan diestimasikan berdasarkan jumlah optimum armada
penangkapan yang dapat digunakan untuk memanfaatkan sumberdaya ikan secara optimal sesuai MSY.
Penentuan jenis pelabuhan optimum di Sumatera Selatan dilakukan dengan mengacu pada kriteria-kriteria teknis yang dikeluarkan oleh Kementerian
Kelautan dan Perikanan RI. Perhitungan tersebut dilakukan dengan menggunakan beberapa tahap. Tahap pertama adalah menghitung jumlah GT
armada penangkapan yang diperoleh dari data optimal jumlah alat tangkap hasil perhitungan LGP.
Tahap kedua adalah menentukan kelas pelabuhan sesuai dengan kriteria yang dikeluarkan KKP-RI, berdasarkan ukuran kapal atau armada
penangkapan yang ada di Provinsi Sumatera Selatan. Tahap selanjutnya adalah menghitung perkiraan kebutuhan jumlah pelabuhan dengan membagi jumlah
total GT kapal ikan yang ada di Provinsi Sumatera Selatan dengan daya tampung optimum masing-masing kelas pelabuhan.
Berdasarkan pendekatan ini, diperoleh 2 jenis pelabuhan perikanan yang dibutuhkan Provinsi Sumatera Selatan untuk mengembangkan sumberdaya ikan
secara optimal. Dua macam pelabuhan yang dimaksud adalah Pelabuhan Perikanan Pantai PPP dan Pangkalan Pendaratan Ikan PPI. Keberadaan
117 Pelabuhan Perikanan Pantai PPP ini diarahkan untuk menangani dan melayani
kapal-kapal trammel net, jaring insang hanyut, jaring klitik, dan jaring insang tetap. Sedangkan Pangkalan Pendaratan Ikan diperuntukkan bagi kapal-kapal
berukuran kecil dalam hal ini pancing, perangkap dan bagan. Secara teknis jumlah pelabuhan perikanan di Provinsi Sumatera Selatan
berjumlah 8 unit, dengan rincian 3 unit berupa Pelabuhan Perikanan Pantai dan 5 unit lainnya adalah Pangkalan Pendaratan Ikan. Rincian tahapan perhitungan
pelabuhan di Provinsi Sumatera Selatan disajikan pada Tabel 29. Tabel 29 Jumlah kebutuhan optimum prasarana pelabuhan di Provinsi Sumatera
Selatan
No. Alat Tangkap
Jumlah Optimum
unit Ukuran
Kapal GT
Jumlah GT
Klasifi kasi
Jumlah PP
Unit 1.
Trammel net 842
5 4210
PPP 3
2. Jaring insang hanyut
615 5
3075 3.
Jaring Klitik 617
5 3085
4. Jaring insang tetap
696 5
3480 5.
Jaring lingkar 101
2 202
PPI 5
6. Pancing
1422 2
2844 7.
Perangkap 1109
2 2218
8. Bagan
790 2
1580 Jumlah
6192 20694
8
Keterangan : 1. Jumlah PPP diperoleh dari rasio jumlah GT kapal tramel net, jaring insang
hanyut, jaring klitik dan jaring insang dengan kapasitas optimum PPP 4000 GT.
2. Jumlah PPI diperoleh dari rasio jumlah GT kapal pancing, perangkap, dan bagan dengan kapasitas optimum PPI 1300 GT.
Berdasarkan jumlah pelabuhan perikanan yang dibutuhkan 8 unit, Sumatera Selatan sekarang telah memiliki pangkalan pendaratan ikan sebanyak
2 unit maka dibutuhkan penambahan 6 unit lagi degan rincian 3 unit PPP dan 3 unit PPI.
Minimnya pelabuhan perikanan di Pulau Sumatera dapat dimaklumi mengingat biasanya nelayan mendaratkan hasil tangkapan pada pelabuhan
rakyat yang dikenal dengan istilah “tangkahan”. Fenomena ini seharusnya mendapat perhatian serius dari pemerintah daerah dan mendorong untuk
menciptakan suatu pelabuhan perikanan yang mampu mengakomodir seluruh