Pengembangan Perikanan Lepas Pantai di Sumatera Selatan

144 tersebut diharapkan mampu menampung sebanyak 20 orang nelayan. Kapal fish net merupakan jenis armada yang dapat dikatakan baru bagi nelayan sehingga perlu dilakukan transfer teknologi terlebih dahulu. Selain itu, wilayah pengoperasian yang relatif jauh membutuhkan waktu untuk beradaptasi bagi nelayan. Oleh karena itu, nilai kebutuhan tersebut belum merupakan nilai mutlak karena masih memerlukan pertimbangan dari aspek kebutuhan masyarakat yang lebih mendesak. Kebutuhan akan dibangunnya pelabuhan perikanan nusantara PPN akan sejalan dengan berkembangnya armada penangkapan berukuran besar yang beroperasi diperairan 12 mil. Oleh karena itu maka untuk mengoptimalkan pemanfaatan potensi yang ada di kawasan Laut Cina Selatan, kebutuhan armada berukuran besar dan PPN perlu menjadi pertimbangan bagi dinas terkait dalam rencana pengembangan perikanan di masa mendatang. 5 KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Hasil analisis terhadap status sumberdaya ikan, alokasi armada optimum, analisis strategi pengembangan serta analisis hierarki proses dalam upaya pengembangan perikanan tangkap berbasis komoditas ikan unggulan, maka prioritas kebijakan yang sebaiknya dilakukan adalah pertama menambah prasarana pelabuhan yang di lengkapi pabrik es, galang kapal dan stasiun pengisian bahan bakar, kedua menambah alokasi unit alat tangkap untuk dapat memanfaatkan sumberdaya komoditi unggulan secara optimum, ketiga menambah unit pengolahan untuk meningkatkan akses pasar komoditas unggulan, keempat memperluas jangkauan daerah penangkapan ikan di atas 12 mil. Kesimpulan lain yang dapat disarikan dari penelitian ini adalah : 1 Jenis ikan unggulan yang dapat dikembangkan di Provinsi Sumatera Selatan antara lain udang dengan potensi MSY 6.297,98 ton, rajungan dengan potensi MSY 1.995,98 ton, ikan manyung dengan potensi MSY 4.488,06 ton dan ikan golok-golok dengan potensi MSY sebesar 3.718,69 ton. 2 Trammel net merupakan alat tangkap yang terbaik untuk menangkap komoditas unggulan. 3 Alokasi unit penangkapan optimum untuk memanfaatkan sumberdaya ikan unggulan adalah trammel net sebanyak 842 unit, pancing sebanyak 1.422 unit, bagan sebanyak 790 unit, jaring insang hanyut sebanyak 615 unit, perangkap sebanyak 1109 unit, jaring insang tetap 696 unit, jaring lingkar 101 unit dan jaring klitik 617 unit. 4 Kebutuhan sarana dan prasarana penunjang yang paling pokok adalah PPP sebanyak 3 unit, PPI sebanyak 5 unit, pabrik es, galangan kapal, bengkel perbaikan alat tangkap, stasiun pengisian BBM dan cool storage 1 unit. 5 Hasil estimasi menunjukkan bahwa bila rencana pengembangan perikanan tangkap yang berbasis pada komoditas unggulan ini di terapkan, akan dapat meningkatkan : produksi 1.494,54 ton 10,53, nilai produksi Rp. 85.369.347.300 26,20, penyerapan tenaga kerja perikanan nelayan 1.352 orang 10,03, penyerapan tenaga kerja bidang lain 1.560 orang 390, pendapatan nelayan Rp. 3.570.000 22,64 dan volume ekspor 715,90 ton 22,54. 146

5.2 Saran

Kebijakan pengembangan perikanan tangkap berbasis komoditas unggulan harus tetap memperhatikan aspirasi masyarakat dan daya dukung lingkungan perairan setempat sehingga diharapkan akan mengangkat potensi unggulan daerah menjadi komoditas perikanan yang mampu bersaing di pasar lokal, nasional maupun internasional DAFTAR PUSTAKA Anderson LG. 1977. The Economics of Fisheries Management. The Johns Hopkins University Press, Baltimore. 214 p. Aziz KA. 1989. Pendugaan Stok Populasi Ikan Tropis. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. Pusat Antar Universitas Ilmu Hayat, IPB. Bogor, 89 hal. Bailey C, Dwiponggo A, Marahudin F. 1987. Indonesian Marine Capture Fisheries. ICLRAM. Directorate General Of Fisheries, Ministry of Agriculture Indonesian. 196 p. Bantacut T, Setyowati T, Fauzi AM. 1998. Beberapa Strategi Pengembangan Agroindustri Repelita VII. Paper Jurusan teknologi Pertanian. Institut Pertanian Bogor. Cappola G, Pascoe S. 1996. A Surplus Production Model With a Non Linier Catch-Effort Relationship. Research Paper 103. Univercity of Portsmouth. Choliq A, Rivai W, Suwarna H. 1999. Evaluasi proyek, Suatu Pengantar. Pioner Jaya. Bandung Jaya. 138 hal. Clark CW. 1985. Bioeconomic Modelling and Fisheries Management. John Wiley and Sons. New York. 300 p. Cochrane KL. 2002. Fisheries Management. In a Fishery Manager’s Guide Book. Management Measure and Their Aplication. Edited byCochrane KL. 2002 FAO Fisheries Technical Paper No. 424. Rome. pp1-20. Cunningham SMRD, Whitmarsh D. 1985. Fihseries Economics. An Introduction. Mansell Publishing Limited, London. 372 p. Dahuri R. 2000. Kebijakan Pengelolaan Sumberdaya Kelautan. Pesisir, Laut dan Pulau-Pulau Kecil. Makalah seminar dan Kongres Kelautan Nasional KTT III. 15 November. Lombok 40 hal. _______. 2002. Membangun Kembali Perekonomian Indonesia Melalui Sektor Perikanan dan Kelautan. Lembaga Informasi dan Studi Pembangunan Indonesia, Jakarta. 157 hal. Darmawan. 2002. Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-pulau Kecil Secara Terpadu. Modul Pelatihan Bagi Perencana dan Pengambil Keputusan. Jurusan Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor, Bogor. 116 hal. Direktorat Jenderal Perikanan Tangkap. 2006. Program Pengembangan Pelabuhan Perikanan Tahun 2006. Departemen Kelautan dan Perikanan. Jakarta. 56 hal.