dana yang besar untuk mengadakan pelatihan tersebut. Berikut pernyataan mengenai pentingnya pelatihan petugas.
Informan 11 “iya, kader saja dilatih, petugas juga seharusnya tahu sebatas
mana penemuan kasus pneumonia balita gitu”
“emang perlu anggaran kalau pelatihan gitu, karena gini pengalaman saya menjelaskan tentang apa penemuan pneumonia
dibahas di loka karya jadi petugas ISPA menjelaskan bagaimana pneumonia balita, loka karya dilaksanakan setiap bulan sebetulnya
pelatihan itu cukup begitu gitu enggak perlu ada hari pelatihan khusus”
Berdasarkan informasi-informasi tersebut, dapat disimpulkan bahwa, banyak petugas yang belum mendapatkan pelatihan mengenai
pneumonia balita bahkan penanggung jawab program P2 ISPA dan petugas MTBS belum pernah dilatih terutama di Puskesmas yang tidak
berhasil mencapai target nasional. Sama halnya dengan kepala Puskesmas, semua kepala Puskesmas belum pernah mendapatkan
pelatihan mengenai pneumonia balita. Menurut informan ahli pelatihan petugas dapat dilakukan pada saat loka karya mini dengan berbagi
pengalaman dari petugas yang sudah pernah mendapatkan pelatihan.
3. Pendidikan Petugas
Berdasarkan tabel 5.1, diketahui bahwa pendidikan penanggung jawab P2 ISPA dan MTBS semuanya adalah D3 Kebidanan dan
terdapat satu dokter umum sebagai petugas MTBS. Sedangkan, pendidikan kepala Puskesmas sebagian besar adalah S1 kedokteran
gigi dan hanya satu saja, yang berpendidikan SI Kesehatan
Masyarakat.
Berdasarkan pengamatan peneliti, pada saat wawancara dengan informan. Diketahui bahwa, kepala Puskesmas dengan latar belakang
pendidikan SKM lebih memahami penyakit pneumonia secara menyuluruh dan lebih terbuka dalam menyampaikan pendapat pada
saat wawancara, dibandingkan dengan kepala Puskesmas dengan latar
belakang pendidikan bukan SKM. Menurut informan ahli, seharusnya
petugas Puskesmas mempunyai latar belakang pendidikan kesehatan seperti D3 Kebidanan, Sedangkan, kepala Puskesmas seharusnya SI
Kesehatan Masyarakat. Selain itu, pada saat ini orang bekerja bukan karena pendidikan terakhirnya tetapi karena golongan atau pangkatnya.
penjelasan tersebut terlihat dalam pernyataan informan ahli berikut ini:
Informan 11 “sekarang ini kita ruwet itu problematika negara, saya enggak
tahu kalian nanti kerjanya dimana yang jelas kejadian dilapangan itu kita sering kali memberi tugas kepada orang yang sebetulnya
bukan profesinya gitu yang paling banyak di jawa barat termasuk di banten itu petugas kesling jadi sopir ambulan, apapun sebabnya
itu terjadi gitu, terus orang yang dilatih ISPA enggak tahu di pindah kemana itu menjadi persoalan gitu, apa lagi sekarang
ketika menduduki jabatan apa jabatan di Puskesmas jadi eselon, kepala Puskesmas eselon berapa? dengan kepala stafnya satu itu
dan itu jabatan daerah itu enggak lihat kamu siapa gitu pokoknya kamu golongannya sekian pangkat kamu sekian memenuhi tingkat
jabatan seperti ini kamu saya pindahkan kemana gitu, makanya perawat banyak yang jadi staf, termasuk dari tempat lain masuk ke
Puskesmas tiba-tiba jadi kepala P
uskesmas karena golongannya”
4. Lama Kerja