Faktor Petugas Kesehatan Faktor-faktor yang Mempengaruhi Penemuan Kasus Pneumonia

environment lingkungan dan evaluation evaluasi. Berdasarkan beberapa teori tersebut maka penulis menyimpulkan bahwa faktor yang berhubungan dengan cakupan penemuan pneumonia oleh petugas puskesmas adalah berkaitan dengan teori kinerja di atas. Menurut penelitian Nurcik 2002, dengan menggunakan teori Gibson didapatkan hasil penelitian yaitu, ada hubungan yang kuat dan bermakna secara sendiri-sendiri antara, pelatihan OR=6,26 P=0,000; 95 CI 2,20-17,87, sarana penatalaksanaan penderita ISPA OR 3,08 ;P=0,033; 95 CI 1,09-9,67, dan supervisi lebih dari 2 kali OR 4,80 ;p=0,001;95 CI 1,76-13,12 dengan cakupan penemuan penderita pneumonia balita. Peneliti lainnya yang menggunakan kerangka teori Gibson, menunjukkan bahwa 91,67 puskesmas mempunyai cakupan rendah dan beban kerja p=0,012 mempunyai hubungan yang bermakna dengan cakupan penemuan pneumonia balita. Sedangkan variabel yang tidak berhubungan secara statistik yaitu, pelatihan, pengetahuan, supervisi dan kelengkapan sarana program P2 ISPA Agusman, 2001.

1. Faktor Petugas Kesehatan

a. Jenis Kelamin Menurut Hungu 2007 jenis kelamin seks adalah perbedaan antara perempuan dengan laki-laki secara biologis sejak seseorang lahir. Seorang laki-laki pada dasarnya mempunyai sifat yang tegas dalam menjalankan suatu program. Sedangkan seorang perempuan memiliki sifat atau naluri keibuan yang sangat dibutuhkan bagi petugas kesehatan terutama petugas MTBS pada saat memeriksa balita. Hasil penelitian menunjukkan bahwa tidak ada hubungan yang bermakna antara jenis kelamin dengan kinerja petugas kesehatan Mulyaningsih, 2013. Hasil penelitian ini didukung oleh pendapat ahli yang menyatakan bahwa secara umum tidak ada perbedaan yang signifikan antara jenis kelamin perempuan dengan jenis kelamin laki-laki dalam kepuasaan kerja. Perempuan dan laki-laki juga tidak ada perbedaan yang konsisten dalam kemampuan memecahkan masalah, keterampilan analisis, dorongan kompetitif, motivasi dan sosiabilitas dan kemampuan belajar Rival dan Mulyadi, 2010. b. Pelatihan Petugas Pelatihan menurut Sihula dalam Hasibuan, 2008 adalah suatu proses pendidikan pendek dengan menggunakan prosedur sistematik dan terorganisir sehingga karyawan operasional belajar pengetahuan teknik pengerjaan dan keahlian untuk tujuan tertentu. Sedangkan menurut Azwar 2002, tujuan pelatihan adalah untuk meningkatkan pengetahuan dan keterampilan karyawan sehingga lebih percaya diri dalam menyelenggarakan tugas selanjutnya. Pelatihan merupakan usaha untuk menghilangkan terjadinya kesenjangan gap antara unsur-unsur yang dimiliki oleh seorang tenaga kerja dengan unsur-unsur yang dikehendaki organisasi. Usaha tersebut dilakukan melalui peningkatan kemampuan kerja yang dimiliki tenaga kerja dengan cara menambah pengetahuan dan keterampilannya Notoatmodjo, 2003. Kementrian Kesehatan 2012 menegakan bahwa pelatihan kesehatan dilakukan melalui pelatihan teknis program dan teknis fungsional secara berjenjang disemua tingkat administrasi untuk menunjang profesionalisme. Dengan demikian, dalam kaitannya dengan peningkatan mutu kualitas pelayanan kesehatan, pelatihan berperan penting untuk peningkatan kualitas. Penelitian Ivantika 2001 di Bandung menyatakan bahwa petugas yang telah mendapatkan pelatihan sebelumnya, memiliki peluang 1,353 kali lebih besar untuk mendapat cakupan program yang lebih tinggi dibandingakn dengan petugas yang tidak mendapat pelatihan. Berbeda dengan penelitian Sonara 2005, Pudjiastuti 2002 menyatakan bahwa tidak ada hubungan yang bermakna antara pelatihan yang pernah diikuti petugas kesehatan dengan dengan cakupan yang harus dicapai, dalam hal ini cakupan penemuan pneumonia balita. Hal ini kemungkinan disebabkan karena selam ini pelatihan yang dilaksanakan hanya untuk memenuhi tuntutan program semata tanpa mempertimbangkan perencanaan proses belajar mengajar dengan matang serta asas manfaat yang diperoleh. Disamping itu adanya kendala operasional untuk menerapkan hasil penelitian tersebut di lapangan menyebabkan keterampilan yang telah diperolah petugas lama-kelamaan menjadi minimal kembali Sonara, 2005. Dalam program P2 ISPA, pelatihan yang diberikan kepada petugas kesehatan di puskesmas meliputi pelatihan tatalaksana penderita ISPA terintegrasi dengan pelatihan MTBS dan pelatihan manajemen program P2 ISPA Kemenkes, 2012. c. Pendidikan Pendidikan adalah tugas untuk meningkatkan pengetahuan, wawasan, pengertian dan keterampilan dari para personil sehingga mereka lebih dapat berkualitas Notoatmodjo, 2003. Dengan pendidikan, seseorang diharapkan menjadi pribadi yang cerdas, kreatif, terampil, disiplin, beretos kerja profesional, bertanggung jawab, dan produktif. Pengembangan dan peningkatan tenaga kesehatan dilakukan melalui pendidikan dan pelatihan Kemenkes,2010 karena menurut Flippo dalam Hasibuan 2008, pendidikan berhubungan dengan peningkatan pengetahuan umum dan pemahaman atas lingkungan kita secara menyeluruh. Lingkungan disini adalah pelayanan kesehatan yang diartikan sebagai proses dalam pemberian pelayanan kesehatan. Pernyataan lainnya Hersey dan Blanchard dalam Sinora, 2005 yang mengungkapkan bahwa pendidikan formal dan non- formal dapat mempengaruhi seseorang dalam mengambil keputusan dan berperilaku. Namun demikian, penelitian Ivantika 2001, Sinora 2005 dan Dharoh, dkk 2014 menyatakan bahwa tidak ada hubungan yang bermakna antara pendidikan petugas dengan cakupan penemuan penderita pneumonia. Selain itu hasil penelitian Duhri, dkk 2013 menyebutkan bahwa petugas P2TB yang memiliki jenjang pendidikan yang tinggi belum tetntu memilki kinerja yang baik. d. Lama Kerja Masa kerja seseorang dalam organisasi perlu diketahui karena masa kerja dapat merupakan salah satu indikator tentang kecenderungan petugas tersebut dari berbagai segi kehidupan organisasional, misalnya dikaitkan dengan produktivitas kerja siagian, 2002. Menurut wahyudi 2006 pengalaman seorang tenaga kerja utuk melakukan suatu pekerjaan tertentu dinyatakan dalam lamanya melaksanakan pekerjaan tersebut. Pada umumnya, semakin lama orang bekerja maka pengalaman bekerjanya akan bertmbah luas, sehingga orang tersebut akan menjadi semakin terampil dalam melaksanakan pekerjaannya. Dengan demikian, produktivitasnya diharapkan juga akan semakin tinggi. Tetapi lamanya masa kerja tersebut di satu sisi akan menimbulkan kebosanan dan kejenuhan, yang pada akhirnya akan menurunkan produktivitas kerjanya. Hal ini tentu saja tergantung pada kepribadian dan motivasi masing-masing individu. Pada individu yang memilki dedikasi dan etos kerja yang tinggi, maka status lama kerja justru akan meningkatkan kualitas pekerjaanya, yang pada gilirannya akan meningkatkan kualitas pelayanan. Penelitian Ivantika 2001 menyatakan bahwa ada hubungan yang bermakna antara lama kerja pengelola P2 ISPA dengan cakupan penemuan penderita pneumonia. Berbeda dengan penelitian Sonara 2005 tidak ada hubungan yang bermakana antara lama masa kerja petugas pelaksana MTBS dengan cakupan penemuan penderita pneumonia. e. Pengetahuan petugas Pengatahuan adalah hasil dari tahu yang terjadi melalui proses sensoris khususnya mata dan telinga terhadap objek tertentu. Pengetahuan merupakan domain yang sangat penting untuk terbentuknya perilaku terbuka overt behavior. Perilaku yang didasari pengetahuan umumnya bersifat langgeng. Proses adopsi perilaku, menurut Rogers dalam Notoatmodjo, sebelum seseorang mengadopsi sesuatu, di dalam diri orang tersebut terjadi suatu proses yang berurutan yaitu Notoatmodjo, 2003: 1 Awareness kesadaran, individu menyadari adanya stimulus. 2 Interest tertarik, individu mulai tertarik kepada stimulus. 3 Evaluation menimbang-nimbang, individu menimbang- nimbang tentang baik dan tidaknya stimulus tersebut bagi dirinya. Pada tahap ini subjek memiliki sikap yang lebih baik. 4 Trial mencoba, individu sudah mulai mencoba perilaku baru. 5 Adoption, individu telah berperilaku baru sesuai dengan pengetahuan, sikap dan kesadarannya terhadap stimulus. Tingkatan pengetahuan di dalam domain kognitif, mencakup 6 tingkatan, yaitu: a Tahu know: Tahu dapat diperhatikan sebagai mengingat suatu materi yang telah dipelajari sebelumnya. b Memahami comprehension: diartikan sebagai kemampuan menjelaskan secara benar tentang objek yang diketahui dan dapat mengintepretasikan materi tersebut secara benar. c Aplikasi application: diartikan sebagai kemampuan untuk menggunakan materi yang telah dipelajari pada situasi atau kondisi sebenarnya real. d Analisis analysis adalah suatu kemampuan untuk menjabarkan materi atau suatu objek ke dalam komponen- komponen tetapi masih dalam suatu struktur organisasi tersebut dan masih ada kaitannya satu sama lain. e Sintesis synthesis: suatu kemampuan untuk menyusun formulasi-formulasi yang ada. Misalnya dapat menyusun, dapat merencanakan dan dapat meringkas, dapat menyesuaikan dan sebagainya terhadap suatu teori atau rumusan-rumusan yang telah ada. f Evaluasi evaluation: berkaitan dengan kemampuan untuk melakukan penilaian terhadap suatu materi atau objek, penilaian didasarkan pada kriteria tertentu Notoatmodjo, 2007 Dalam program P2 ISPA, petugas kesehatan harus memiliki pengetahuan tentang tatalaksana kasus penderita ISPA dan tentang kebijakan program P2 ISPA, sehingga diharapkan petugas mampu memberikan pelayanan yang baik. Menurut Wawan 2010, peningkatan pengetahuan tidak mutlak diperoleh dari pengetahuan formal saja, tetapi dapat diperoleh melalui pendidikan informal seperti mengikuti pelatihan, membaca buku pedoman atau media elektronik. Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian Adnan 2013 bahwa pengetahuan berhubungan dengan keterampilan petugas dalam tatalaksana pneumonia balita. Hasil penelitian ini juga didukung dengan hasil penelitian Duhri, dkk 2013 yang menyebutkan bahwa pengetahuan memiliki kontribusi dalam peningkatan kinerja petugas P2TB.

2. Ketersediaan Sarana dan Prasarana Penunjang