membimbing peternak untuk mengembangkan kemampuan teknologi produksi sehingga dapat meningkatkan produktivitas dan efisiensi usaha.
4. Tujuan dari Aspek Manajemen Pengusaha kecil selain memiliki tingkat teknologi yang rendah juga memiliki
pemahaman manajemen usaha yang rendah. Dengan kemitraan usaha diharapkan pengusaha besar dapat membina pengusaha kecil untuk
membenahi manajemen, meningkatkan kualitas sumberdaya manusia dan memantapkan organisasi usaha.
2.5. Pola Kemitraan
Menurut Keputusan Menteri Pertanian No. 940kptsOT.2101097 tentang Pedoman Kemitraan Usaha Pertanian yang merupakan penjabaran dari Undang-
Undang No. 9 Tahun 1995 dan PP No. 44 Tahun 1997, pola kemitraan dibagi kedalam enam kelompok yaitu inti plasma, subkontrak, dagang umum,
keagenan, kerjasama operasional agribisnis dan waralaba.
2.5.1. Inti Plasma
Pola ini merupakan pola hubungan kemitraan antara petanikelompok tani atau kelompok mitra sebagai plasma dengan perusahaan inti yang bermitra
usaha. Pasal 27 huruf a Undang-Undang Nomor 9 Tahun 1995, menerangkan pengertian pola inti plasma adalah hubungan kemitraan antara usaha kecil
dengan usaha menengah atau usaha besar sebagai inti membina dan mengembangkan usaha kecil yang menjadi plasmanya dalam menyediakan
lahan, penyediaan sarana produksi, pemberian bimbingan teknis manajemen usaha dan produksi, perolehan, penguasaan dan peningkatan teknologi yang
diperlukan bagi peningkatan efisiensi dan produktivitas usaha. Peran usaha besar juga harus diimbangi oleh usaha kecil dengan memanfaatkan fasilitas yang
ada sebaik-baiknya untuk meningkatkan kemampuan manajemen dan kenerja usaha yang berkelanjutan.
Perusahaan mitra bertindak sebagai inti yang memberikan modal, menyediakan sarana dan prasarana produksi, memberikan pembinaan teknologi,
bimbingan teknis dan manajemen, menampung, membeli hasil produksi, serta memasarkan hasil. Sementara petani bertindak sebagai plasma yang
melaksanakan produksi dan menjual hasil produksinya hanya kepada inti. Selain itu, kedua belah pihak harus patuh terhadap peraturan yang disepakati bersama
yang menyangkut hak dan kewajiban masing-masing. Hubungan timbal balik yang tercipta melalui hak dan kewajiban tersebut digambarkan oleh panah dua
arah yang ada pada Gambar 2.
PERUSAHAAN PLASMA
PLASMA PLASMA
PLASMA
Gambar 2. Pola Kemitraan Inti Plasma
Sumber : Sumardjo, 2001 Secara selintas pola inti plasma ini merupakan modifikasi dari usaha
perkebunan di zaman penjajahan, plasma hanya merupakan buruh belaka Sumardjo, 2001. Pandangan ini diperoleh dari banyaknya kasus yang terjadi di
lapangan seperti : 1. Pihak plasma masih kurang mampu memahami hak dan kewajibannya
dengan baik, sehingga kesepakatan kemitraan yang telah ditetapkan menjadi kurang berjalan secara saling menguntungkan.
2. Komitmen perusahaan inti masih lemah dalam memenuhi fungsi dan kewajibannya sesuai dengan kesepakatan yang diharapkan.
3. Petani yang tergabung dalam kelompok atau koperasi belum mampu untuk mewakili aspirasi dan kepentingan anggotanya.
4. Belum ada kontrak kemitraan yang benar-benar menjamin hak dan kewajiban dari komoditi yang dimitrakan, serta belum ada pihak ketiga yang secara
efektif berfungsi sebagai arbitrator atas penyimpangan yang terjadi dalam pelaksanaan kontrak kerja.
Agar pandangan ini dapat dirubah maka perlu dilakukan sosialisasi hak dan kewajiban plasma dan inti kepada masyarakat. Jika perlu, dibuat peraturan
yang memihak kepada plasma di dalam kontrak yang akan ditetapkan sehingga tidak hanya menguntungkan bagi perusahaan tapi juga oleh peternak.
Dibalik pandangan-pandangan tersebut, Sumarjo 2001 mengemukakan beberapa keunggulan dari pola kemitraan inti plasma ini, diantaranya adalah :
1. Memberikan manfaat timbal balik antara pengusaha besar atau menengah sebagai inti dengan usaha kecil sebagai plasma melalui pembinaan serta
penyediaan sarana produksi, pengolahan hasil serta pemasaran, sehingga tercipta saling ketergantungan dan saling memperoleh keuntungan,
2. Membangun pemberdayaan pengusaha kecil di bidang teknologi, modal, kelembagaan, sehingga pasokan bahan baku dapat lebih terjamin dalam
jumlah dan kualitas sesuai standar yang ditetapkan, 3. Beberapa usaha kecil yang dibimbing usaha besar atau usaha menengah
mampu memenuhi skala ekonomi, sehingga dapat dicapai efisiensi, 4. Pengusaha besarmenengah yang mempunyai kemampuan dan kawasan
pasar yang lebih luas dapat mengembangkan komoditas, barang produksi