Pola Pengasuhan dan Proses Sosialisasi Nilai oleh Orang Tua

164 interaksi antara orang tua terutama bapak dengan anaknya selalu diliputi oleh konflik yang sifatnya terpendam. Konflik di lingkungan keluarga ini berlangsung lama dan bahkan cenderung meningkat. Keadaan ini sangat berpengaruh pada proses perkembangan mental pada diri ketiga subjek kasus.

2. Pola Pengasuhan dan Proses Sosialisasi Nilai oleh Orang Tua

Keluarga berperan sebagai ujung tombak untuk melakukan serangkaian proses sosialisasi nilai dan berbagai kebiasaan di lingkungan masyarakatnya. Proses tersebut terjadi melalui penerapan pola asuh orang tua kepada anak. Geertz 1985, h. 151 menyatakan bahwa di keluarga Jawa berkembang nilai-nilai yang mengarah pada penampilan sosial yang harmonis. Nilai-nilai ini akan dipelajari anak secara alamiah di dalam keluarganya. Pemaksaan dalam proses penanaman nilai akan berimbas buruk terhadap diri seseorang, karena krisis nilai akan menyebabkan munculnya krisis identitas. Pada akhirnya dapat berakibat fatal di mana seseorang menjadi tidak tahu fungsi, peran, dan posisinya di lingkungannya Hassan dalam Jatman, 1997, h. 4. Keadaan inilah yang dialami oleh ketiga subjek kasus. Seorang anak yang tidak memahami fungsi, peran, dan kedudukannya di dalam keluarga, akan berakibat pada timbulnya konflik hubungan dengan anggota keluarga yang lain. Proses sosialisasi dalam konteks keluarga dilakukan dalam dua arah. Pada proses ini, orang tua mempengaruhi anaknya dengan mensosialisasikan nilai dan anak menginternalisasikan nilai tersebut. Internalisasi nilai hanya akan terjadi pada diri anak, apabila selama berinteraksi terdapat kesatuan pemikiran antara orang tua dengan anak Grusec, 1997, h. 23. Oleh karena itu, diperlukan sebuah 165 jalinan hubungan kerja sama yang baik antara orang tua dengan subjek kasus. Selain itu juga diperlukan pemahaman terhadap kebutuhan dan kedudukan masing-masing pihak, sehingga antara orang tua dan subjek kasus dapat saling meneguhkan keberadaannya. Berdasarkan pada analisis informasi, jalinan hubungan antara orang tua dengan ketiga subjek kasus cenderung kurang baik. Hubungan yang terjalin bersifat renggang, dingin, dan diliputi oleh tindakan agresi. Keadaan ini tidak mendukung proses sosialisasi dan internalisasi nilai pada subjek kasus. Stayton dalam Grusec, 1997, h. 382 menyatakan bahwa pada konteks hubungan orang tua dan anak, proses sosialisasi membutuhkan suasana yang hangat untuk mendukung terciptanya internalisasi nilai. Keadaan ini merupakan konsekuensi alamiah, karena setiap anak tetap akan membutuhkan kelekatan afeksi dengan orang tuanya. Orang tua cenderung kaku, kurang mampu menanggapi pemikiran anaknya, dan kurang memberikan kesempatan kepada anak untuk berpendapat. Selain itu, ketiga subjek kasus juga cenderung tidak berani menyampaikan keinginan dirinya atau bahkan mengkritisi orang tuanya. Pola interaksi ini tidak mendukung proses sosialisasi nilai. Grusec 1997, h. 26 menyatakan bahwa proses sosialisasi dalam konteks hubungan orang tua dengan anak di sebuah keluarga merupakan bentuk negosiasi. Oleh karena itu, anak diharapkan tidak pasif menerima begitu saja nilai dari orang tuanya, selain itu, orang tua juga tidak boleh terlalu kaku dalam menanggapi alternatif sudut pandang yang sedikit berbeda dari anaknya. 166 Peneliti mengalami pergeseran pemikiran terkait dengan penyebab konflik antara orang tua dengan ketiga subjek kasus. Ternyata pola pengasuhan yang keras dan mengekang penegakan disiplin yang cenderung ketat, bukan semata penyebab konflik hubungan antara orang tua dengan ketiga subjek kasus. Namun ada penyebab lain, yaitu adanya kegagalan dalam proses sosialisasi dan internalisisasi nilai dari orang tua kepada ketiga subjek kasus. Kegagalan proses tersebut terjadi karena cara yang ditempuh oleh orang tua dalam melakukan proses sosialisasi nilai tersebut kurang tepat. Selain itu, orang tua juga tidak melakukan penjelasan yang berlanjut tentang nilai yang ditanamkan kepada anaknya, sehingga nilai tersebut bermakna dalam diri ketiga subjek kasus. Ketiga subjek kasus hanya melaksanakan nilai tersebut secara ritualistik dan mekanistik, tanpa mengetahui maksud dari orang tuanya. Bahkan, ketiga subjek kasus akan cenderung salah dalam mempersepsikan maksud dari orang tuanya itu. Berdasarkan uraian tersebut, dapat disimpulkan bahwa orang tua ketiga subjek kasus cenderung gagal dalam melakukan proses sosialisasi nilai terhadap anaknya, sehingga ketiga subjek kasus mengalami hambatan dalam melakukan proses internalisasi nilai. Kegagalan dalam proses sosialisasi nilai ini disebabkan oleh cara yang kurang tepat dalam berinteraksi dengan anak orang tua cenderung kurang konsisten dan tidak memperhatikan kebutuhan dan kehendak anak. Oleh karena itu, sumber konflik di dalam interaksi keluarga ketiga subjek kasus, lebih disebabkan oleh kurang berhasilnya proses sosialisasi dan internalisasi nilai pada diri anak. 167 Kegagalan dalam proses internalisasi nilai pada ketiga subjek akan berpengaruh dalam proses perkembangannya secara keseluruhan. Anak yang melakukan proses sosialisasi dengan baik, akan menunjukkan perilaku yang kooperatif, ramah, kondisi emosinya stabil, merasa bahagia karena adanya kehangatan dari orang tuanya Grusec, 1997, h. 12. Ketiga subjek mengalami kegagalan dalam melakukan internalisasi nilai, sehingga ketiga subjek mengalami kesulitan dalam menyesuaikan diri dengan lingkungan sosial. Ketiga subjek kasus kurang dapat bergaul secara hangat dan terbuka dengan orang lain, tidak dapat bekerja sama dengan baik, kondisi emosinya cenderung tidak stabil, dan kurang merasa bahagia dengan kehidupannya. Selain itu, ketiga subjek kasus mengalami kesulitan dalam melaksanakan tuntutan dari lingkungan, sehingga ketiga subjek dianggap kurang mampu berperan sesuai dengan tingkat perkembangannya dan cenderung memiliki standar pribadi yang berbeda dari orang lain.

3. Pola Interaksi Keluarga Subjek Kasus