175 Oleh karena itu, apabila anak tetap dikekang dan dibatasi untuk bergaul dan
bermain dengan teman-temannya, maka saluran-saluran untuk melakukan katarsis dan self regulation telah dihambat oleh orang tua mereka. Subjek GA, RK, dan ZS
kurang memiliki kesempatan untuk melakukan self regulation, akibatnya ketiga subjek kasus selalu berada dalam kondisi disequilibrium. Kondisi ini sangat tidak
menyenangkan, karena penuh dengan rasa kecemasan dan ketidakamanan diri. Arif 2006.b, h. 26 menyatakan kondisi disequilibrium yang tak teratasi dalam
waktu lama, akan menyebabkan anak tersebut mengalami disosiasi yang parah. Akhirnya, muncul berbagai gejala Skizofrenia pada diri Subjek GA, RK, dan ZS.
5. Proses Perkembangan Kepribadian Menurut Konsep Suryomentaram
Budi pekerti Jawa menjadi unik karena didasari oleh rasa, yang menjadi faktor penting dalam karakteristik kepribadian Jawa. Orang Jawa akan mudah
menyesuaikan diri dan mampu membawa dirinya dalam pergaulan yang nyaman di lingkungan masyarakat, apabila dirinya pandai melakukan olah rasa
Endraswara, 2003, h. 7. Oleh karena itu, orang Jawa harus senantiasa melakukan olah rasa melalui mawas diri untuk mencapai kondisi kepribadian yang sehat.
Kebijaksanaan tradisional tersebut akan membantu orang Jawa dalam mengatasi berbagai persoalan hidup. Salah satu bentuk kebijaksanaan tersebut
adalah ajaran kawruh begja yang diajarkan oleh Ki Ageng Suryamentaram Endraswara, 2003, h. 24. Ajaran kawruh begja akan membawa manusia
mendapatkan keuntungan hidup begja, yaitu kehidupan yang tenteram. Rasa begja akan selalu berkebalikan dengan rasa cilaka. Jika seseorang
sedang begja akan merasa senang, sebaliknya kalau cilaka akan merasa susah.
176 Begja dan cilaka selalu mulur mungkret silih berganti. Pergantian rasa begja-
cilaka ini akan membuat budi pekerti seseorang menjadi semakin berkembang Endraswara, 2003, h. 24. Oleh karena itu, berbagai konflik atau persoalan hidup
yang dialami oleh ketiga subjek kasus, pada dasarnya akan dapat membuat kepribadiannya menjadi semakin berkembang.
Perkembangan kepribadian tersebut dapat terjadi apabila ketiga subjek kasus menyadari segala permasalahan yang dialaminya. Permasalahan tersebut
hanya akan dapat disadari apabila ketiga subjek kasus melalukan mawas diri mengoreksi diri. Melalui pengoreksian diri, ketiga subjek kasus akan dapat
memahami jati dirinya. Pemahaman terhadap jati diri pengawikan pribadi dilakukan melalui analisis kramadangsa aku berdasarkan berbagai catatan
keinginan dan tanggapan terhadap berbagai peristiwa kehidupan yang telah dialami oleh ketiga subjek kasus.
Keadaan tersebut sesuai dengan pendapat Jatman 1997, h. 47 yang menyatakan bahwa ajaran kawruh begja membantu manusia Jawa dalam
mengoreksi diri sendiri mawas diri, sehingga manusia Jawa akan sadar dan memahami jati dirinya pengawikan pribadi. Pengawikan pribadi dapat
dilakukan dengan banyak melakukan srawung. Srawung dianggap sebagai cermin untuk melihat diri ketika berhubungan dengan orang lain.
Lebih lanjut lagi, Endraswara 2003, h. 25 menyatakan bahwa pengawikan pribadi digelar melalui analisis kramadangsa aku. Tugas kramadangsa dalam
diri manusia adalah untuk mencatat berbagai peristiwa kehidupan. Oleh karena itu, jiwa manusia pada dasarnya berisi tentang berbagai catatan keinginan dan
177 tanggapan terhadap berbagai peristiwa kehidupan. Apabila catatan itu kurang
terkendali, maka yang dominan adalah keakuan yang luar biasa. Aku yang dominan akan menjadikan manusia Jawa merasa dirinya lebih, sehingga akan
cenderung lupa diri. Rasa kramadangsa harus selalu diasah dengan cara mangasah-mingisih
budi. Oleh karena itu, apabila rasa kramadangsa tidak diasah, maka budi pekerti manusia Jawa akan menjadi tumpul dan berkembang aku yang negatif. Keadaan
ini akan menghilangkan rasa eling-waspada, sehingga akan merubah sikap manusia menjadi seperti hewan. Jiwa rasa hanya dapat dibangun dan berjalan
teratur apabila kramadangsa selalu diterangi oleh pribadi yang luhur. Pada saat itu, jiwa manusia Jawa akan menjadi bersih, suci, dan mengarah ke jalan yang
benar Endraswara, 2003, h. 25. Rasa eling-waspada akan membuat manusia Jawa menjadi senantiasa tabah
tatag apabila ditimpa kesusahan atau kesengsaraan. Berdasarkan konsep mulur- mungkret, setelah mengalami kesusahan maka akan merasakan kebahagiaan.
Konsep ini akan memotori jiwa manusia Jawa untuk selalu hidup optimis, sehingga akan selalu tegar, berani menghadapi persoalan, dan lebih antisipatif
terhadap berbagai kemungkinan di masa yang akan datang Endraswara, 2003, h. 25. Ajaran kawruh begja akan membebaskan kramadangsa aku dari
perbudakan kepentingan pribadi untuk menuju pada manusia tanpa ciri manungsa tanpa tenger yang transenden Jatman, 1997, h. 12.
Melakukan pengoreksian diri mawas diri terhadap berbagai persoalan dan berbagai peristiwa di dalam kehidupan, akan membuat ketiga subjek kasus
178 menjadi paham dan menemukan jati dirinya. Selain itu, juga akan membuat
dirinya menjadi semakin tabah tatag apabila ditimpa kesusahan atau kesengsaraan, sehingga akan selalu tegar, berani, dan lebih antisipatif terhadap
berbagai persoalan di masa yang akan datang. Keadaan inilah yang mengindikasikan terjadinya perkembangan kepribadian di dalam diri ketiga
subjek kasus. Pada akhirnya ketiga subjek kasus akan merasakan ketenangan, ketentraman, dan kesejahteraan dalam hidupnya.
Namun pada kenyataannya, ketiga subjek kasus cenderung kurang mampu melakukan mawas diri, sehingga ketiga subjek kasus menjadi tidak paham
terhadap jati dirinya. Keadaan tersebut akan membuat ketiga subjek kasus larut dalam perbagai konflik dan persoalan hidup yang cenderung tidak terselesaikan.
Konflik yang berlangsung lama, akan membuat catatan pengalaman di dalam diri ketiga subjek kasus menjadi cenderung negatif. Catatan pengalaman yang
cenderung negatif akan membuat ketiga subjek kasus semakin jatuh ke dalam kesengsaraan hidup. Kehidupannya diliputi oleh rasa pesimis dan kecemasan.
6. Etiologi Skizofrenia dalam Konsep Diathesis-Stress Model