6 Faktor pemicu munculnya gejala Skizofrenia yang dialami oleh ZS adalah
keinginannya untuk dibelikan sepeda motor ditolak oleh bapak tiri. Selain itu, setiap hari bapak tiri selalu menekan dan mengekang ZS. Keadaan ini
dimungkinkan dapat menyebabkan ZS menjadi terganggu. Ibunya menyatakan, “Sebenarnya dia itu tertekan. Di sini dia selalu dimarah-marahi, mau ini ndak
boleh, mau itu ndak boleh”. Inilah keadaan ZS sebelum mengalami Skizofrenia.
2. Minat dan Ketertarikan Peneliti
Penelitian ini dilakukan pada akhir tahun 2006, di wilayah Kota Semarang, Kabupaten Pati, dan Kabupaten Jepara. Pemilihan lokasi penelitian ini didasarkan
pada alasan, tempat tinggal subjek penelitian masih termasuk di dalam lingkungan budaya Jawa. Selain itu, corak kehidupan masyarakatnya telah mengalami
berbagai perubahan yang pesat. Perubahan ini terjadi dari pola tradisional yang “rural-agraris” menjadi masyarakat modern yang “urban-industrial”, sehingga
dimungkinkan budaya Jawa di kalangan masyarakat tersebut telah mengalami pelunturan di semua sendi kehidupan. Jatman 2005, h. 76 menyatakan bahwa
sekarang ini disinyalir kebudayaan Jawa sudah mulai bergeser. Senada dengan itu, Suseno 2001, h.1 berpendapat bahwa sekarang
kebudayaan Jawa seakan-akan mau tenggelam dalam serangan ombak modernisasi. Banyak masyarakat Jawa zaman sekarang, memperlihatkan suatu
bahaya keterasingan terhadap nilai-nilainya sendiri. Mungkinkah dengan perubahan dan pergeseran budaya Jawa ini mempengaruhi metode pengasuhan
orang tua kepada anak-anaknya? Lalu bagaimanakah hubungannya dengan peningkatan jumlah kasus Skizofrenia pada usia remaja di Jawa?
7 Peneliti berpendapat, adanya perubahan budaya dan pola kebiasaan yang
begitu cepat, apabila tidak disertai dengan kesiapan diri untuk mengikuti perubahan tersebut, dimungkinkan dapat menyebabkan timbulnya disintegrasi dan
disorientasi diri. Pada akhirnya, masyarakat secara tidak sadar akan mengalami perubahan dalam cara berpikir, bersikap, dan berperilaku.
Secara nyata, serangkaian perubahan tersebut akan berdampak langsung pada pola interaksi yang tidak sehat, khususnya di dalam keluarga. Pola interaksi
keluarga yang cenderung tidak sehat, dimungkinkan akan menyebabkan perkembangan kepribadian anak menjadi terganggu, kurang optimal, dan
cenderung rapuh. Kepribadian anak yang rapuh, apabila terlalu banyak mendapatkan tekanan dari lingkungan, akan menjadi rentan terkena gangguan
jiwa dari yang bersifat ringan sampai berat. Penelitian ini penting karena belum ada penelitian sebelumnya yang
membahas secara jelas dan tegas tentang kasus Skizofrenia pada remaja, yang khusus menyentuh pada kajian sosial dan budaya Jawa. Beberapa penelitian
tentang Skizofrenia yang menjadi bahan rujukan peneliti Arif, Marlise, 2004; dan Rakhmawati, 2005, hanya membahas secara terbatas tentang latar belakang
keluarga dan dinamika Psikologi subjeknya saja, tanpa membahas lingkup budaya yang melatarinya.
Peneliti adalah seorang mahasiswa S1 Psikologi, yang tertarik dan berhasrat untuk mengembangkan kajian Psikologi Klinis Komunitas dengan nuansa dan
“rasa” Jawa. Peneliti berasal dari keluarga Jawa yang lahir dan dibesarkan di pesisir selatan pulau Jawa, dengan pola pengasuhan dari orang tua yang beragama
8 Islam “taat” dan masih sangat memegang tradisi Jawa. Oleh karena itu, sikap,
pandangan pemikiran, dan perilaku peneliti masih sangat kental dengan kebiasaan orang Jawa pada umumnya. Serangkaian pengalaman hidup peneliti, sangat
diwarnai oleh nilai-nilai dari keluarga yang cenderung Njawani. Penelitian ini dilakukan tidaklah sekedar didasari oleh pemikiran sempit,
yang bersifat “chauvinis Jawa” belaka atau bahkan akan “menyalahkan” dan memberi stigma terhadap budaya Jawa. Melalui penelitian ini, peneliti ingin
mengemukakan wacana tentang berbagai fakta yang telah terjadi di budaya Jawa, agar masyarakat Jawa menyadari tentang apa yang sedang dihadapi dan kemudian
melakukan serangkaian penataan ulang guna mencapai perbaikan di bidang kesehatan mental di lingkunganya.
Dalam penelitian ini, peneliti ingin menggunakan pendekatan yang bersifat eclectic-holistic, yaitu menggunakan beragam sudut pandang dari beberapa tradisi
ilmu dan mengambil sebagian kajiannya secara relevan. Secara umum, peneliti akan menghubungkan antara tradisi Filsafat, Psikologi, dan Antropologi. Peneliti
terinspirasi oleh pemikiran Foucault dalam Ranibow, 2002, h. 45 yang menyatakan bahwa Psikologi harus dihubungkan dengan Antropologi nonaktif
sebagai kondisi yang melatarinya, di mana Filsafat tertidur oleh ilmu lainnya.
Gambar 1. Hubungan antarilmu dalam Penelitian Filsafat
Antropologi Psikologi
9 Foucault dalam Ranibow, 2002, h. 29 juga menyatakan bahwa Psikologi
tidak harus didefinisikan sebagai sebuah ilmu pengetahuan, tapi bisa juga sebagai sebuah bentuk kebudayaan. Foucault ingin mewacanakan tentang Psikologi dalam
ranah yang lebih luas. Peneliti ingin mewujudkan “tinarbukaning Psikologi”, yaitu Psikologi yang terbuka dan mampu berdialog dengan dirinya sendiri, dengan
ilmu-ilmu yang lain, dengan kebudayaan, bahkan dengan agama. Keinginan ini, didasarkan pada “kodrat” Psikologi sebagai ilmu humaniora, yang berkewajiban
dan memiliki tanggung jawab moral untuk dapat lebih “memanusiakan” manusia. Penelitian ini didasarkan pada pemikiran filsafat postmodernisme, yang
menyatakan secara tegas, bahwa ada banyak pintu untuk menuju pada kebenaran, dan kebenaran tidaklah bersifat tunggal. Pemikiran ini mengajarkan tentang
keterbukaan terhadap keberagaman berpikir dalam konteks tertentu, termasuk dalam konsep keilmuan. Cara berpikir yang seragam, harus selalu objektif, dan
terukur dalam memandang sesuatu, haruslah ditata ulang. Oleh karena itu, melalui penelitian ini, peneliti ingin memberikan jembatan penghubung antara konsep
Psikologi barat dan Psikologi timur.
3. Pertanyaan Penelitian