Latar Belakang Keluarga Subjek Masa Kanak-Kanak dan Menjelang Remaja

85

BAB IV ANALISIS INFORMASI

A. Deskripsi Analisis Kasus I Subjek GA

1. Latar Belakang Keluarga Subjek

Subjek kasus pertama berinisial GA, berusia 19 tahun. GA adalah seorang remaja yang belum menikah, putri pertama dari keluarga Bapak SND, berusia 45 tahun. Bapak subjek adalah seorang guru Bahasa Indonesia di salah satu SLTP negeri di Kabupaten Pati. Pendidikan terahir bapak adalah sarjana S1. Sedangkan ibunya berinisial RSD, berusia 39 tahun. Ibu subjek adalah seorang guru Kimia di salah satu SMU negeri di Kabupaten Pati. Pendidikan terakhir ibu adalah sarjana S1. Keluarga GA termasuk keluarga kecil, dengan tiga orang anak. Jarak antaranak relatif jauh. GA memiliki dua adik, yaitu DW berusia 13 tahun dan BGS yang baru berusia 4 tahun. DW adalah seorang remaja perempuan, yang sedang duduk di bangku SLTP. BGS adalah seorang anak laki-laki yang baru masuk taman bermain play group. GA berasal dari keluarga bersuku Jawa dan beragama Islam. Tingkat pendidikan keluarga cenderung baik, karena kedua orang tua sudah menyelesaikan pendidikan tinggi. Sedangkan anak-anaknya sudah menempuh pendidikan menegah. Keluarga GA termasuk dalam kalangan menengah ke atas, walaupun dari kondisi rumah dan cara berpenampilan seluruh anggota keluarga relatif sederhana. Keluarga GA adalah keluarga yang berkecukupan. 86

2. Masa Kanak-Kanak dan Menjelang Remaja

a. Banyak mendapatkan curahan kasih sayang Pada saat ibu mengandung Subjek GA, keadaannya normal. Selama kurang lebih sembilan bulan masa kehamilan, tidak ada kejadian tertentu yang menekan dan mengganggu ibu. Namun, menjelang proses kelahiran subjek, ibu merasa cemas dan khawatir. Ibu subjek merasa tertekan, karena ini adalah peristiwa pertama yang baru akan dia alami. Proses kelahiran subjek mengalami hambatan. Keadaan ini membuat ibu subjek semakin khawatir dan merasa kesakitan. Karena jarak antara bukaan pertama sejak air ketuban pecah sampai waktu kelahiran subjek berselang sepuluh hari. Ibu subjek sempat keluar masuk rumah bersalin, untuk menunggu proses kelahiran subjek. Namun, pada waktu lahir prosesnya lancar. Ibu subjek menyatakan : “Baru sepuluh hari kemudian melahirkan. Waktu menunggu selama sepuluh hari ya… sakit. Saya juga agak takut-takut, karena ini waktu pertama dan saya kan anak yang paling kecil”. Setelah subjek lahir, ibu subjek masih dibantu oleh nenek untuk merawat subjek, selama empat puluh hari pertama. Seperti pernyataan ibu subjek : “Setelah lahir, saya dibantu oleh ibu saya untuk mengasuhnya. Soalnya saya kan ndak punya adik, jadi ndak pernah. Kalau malem- malem bangun dibantu ibu saya, sampai selapan hari itu”. Nenek membantu ibu terutama untuk merawat subjek ketika sakit, memandikan, dan menjaga subjek sepanjang malam. Ibu subjek menyatakan kurang berpengalaman merawat bayi, karena dirinya adalah anak terakhir. Seperti pernyataan ibu subjek : 87 “Kalau saya kan banyak dibantu oleh ibu saya, dulu… nggih. Jadi kalau sakit gini, ya… ibu saya. Karena sekalian mengasuh cucu. Memandikan kebanyakan juga ibu saya”. Bapak dan ibu subjek menyatakan kalau pada waktu kecil, GA lebih banyak diasuh oleh kakek dan neneknya dari pada dengan mereka. Kebetulan, GA adalah cucu pertama mereka, sehingga banyak sekali kasih sayang dan perhatian yang dicurahkan kepadanya. Seperti pernyataan ibu subjek : “Dia kan termasuk cucu pertama, jadi yang manjain banyak. Dengan saya itu waktunya kurang banyak, dia tetap dengan nenek dan kakeknya. Bila dibandingkan dengan nenek dan kakeknya, lebih banyak nenek dan kakeknya”. Bapak juga menyampaikan pendapat yang sama : “Kebetulan dia kan cucu pertama. Tidak ada yang lain, jadi istilahnya orang-orang dengan mbahnya juga dekat sekali begitu. Mbah itu sayang bukan main, dari pada orang tuanya sendiri”. Walaupun begitu, pada waktu balita hubungan subjek dengan ibunya berjalan dengan baik. Ibu subjek menyatakan bahwa : “Kedekatan dan kelekatan dengan anak, biasa saja. Kalau pas menyusui saya hanya fokus pada anak saja, tidak dengan aktivitas yang lain. Sampai terkadang anaknya lagi menyusu, malah ibunya sudah tidur”. Di saat balita, kehadiran bapak mungkin kurang dirasakan oleh GA. Bapak cenderung takut untuk menggendong dan merawat bayi. Seperti pernyataan bapak, “Kalau dengan anak yang masih kecil, saya ndak berani”. Bapak baru berani mengendong dan mengajak GA untuk jalan-jalan, setelah subjek agak besar. Keadaan ini dinyatakan oleh ibu subjek : “Bapak? ndak pernah, takut bapak kan anak terkecil, jadi ndak pernah mengasuh adiknya, gitu. Bapak ngasuhnya kalau sudah bisa diajak naik motor”. 88 Waktu kebersamaan antara subjek dengan bapaknya sangat terbatas, sehingga subjek cenderung agak terlambat untuk menyadari kehadiran bapaknya. Bapak subjek menyatakan, “Ya, cuma sebatas waktu saya pas bisa nggendong gitu. Mungkin satu tahun, dia sudah tahu saya”. Di saat balita, subjek menyusu ibunya selama kurang lebih empat tahun. Oleh karena itu, dimungkinkan hubungan antara ibu dengan subjek sangatlah erat selama lima tahun pertama. Ibu subjek menyatakan, “Saya menyusui GA sampai hampir empat tahun”. Pada waktu itu, subjek termasuk balita yang manja. Selama satu tahun pertama, subjek selalu minta digendong sepanjang malam. Apabila subjek sudah tertidur dan dibaringkan, subjek pasti bangun lagi dan menangis keras. Seperti pernyataan ibu : “GA waktu kecilnya itu, kalau pas tengah malam pasti bangun nangis. Nangis terus sampai pagi gitu. Kalau tidur diletakkan itu ndak mau, jadi digendong terus. Itu sampai usia hampir satu tahun”. Selain itu, subjek sering sekali menangis dengan merajuk kepada ibunya pada waktu kecil. Apabila keinginannya tidak dipenuhi, subjek langsung menangis keras sambil ngomong. Seperti pernyataan ibu subjek : “Dia waktu kecil memang banyak maunya dan suka nangis. Kalau permintaannya ndak kesampaian itu terus nangis. Keras kadang- kadang sambil ngomong gitu”. Subjek cenderung lama menangisnya, sehingga terkadang dirinya didiamkan saja oleh ibunya. “Itu terus-menerus, sampai kadang-kadang saya biarkan”. Jika ibu subjek menjadi jengkel karena tidak mau diam, terkadang subjek malah dimarahi dan dicubit. Namun, kadang kala keinginannya juga segera dipenuhi oleh ibunya. 89 Seperti dinyatakan, “Ya kadang-kadang kalau pas saya emosi, saya marah. Dia saya omelin, terus diciwel, dijiwit. Tapi, kadang-kadang ya… dituruti”. b. Terjadi kecemburuan kepada adik Secara keseluruhan, subjek mendapatkan banyak curahan kasih sayang dari keluarga besarnya, pada saat balita. Menjelang usia empat tahun, subjek baru disapih oleh ibunya. Setelah itu, ibu mengandung adiknya. Ibu subjek menyatakan, “Saya menyusui sampai mau punya adik itu. Empat tahun lebih mungkin. Dia itu ngempeng…”. Proses penyapihan ini dibantu oleh seorang dukun bayi. Penyapihan subjek dilakukan secara bertahap, hingga akhirnya subjek tidak mau menyusu ibunya lagi. Proses penyapihan kurang berjalan dengan lancar, karena subjek selalu ingin tetap menyusu kepada ibunya. Ibu subjek menyatakan bahwa : “Menyapih dulu dengan bantuan dukun bayi. Pake telur, disuwuk anaknya. Tapi itu juga ndak langsung, dengan proses. Pertama-tama nangis, terus lama-lama mimiknya dibuat jarang terus ndak lagi”. Setelah adiknya lahir, subjek tidak menerima kehadiran adiknya. Banyak sekali sikap dan perilakunya yang menunjukkan kalau dirinya tidak suka dan tidak rela kalau kasih sayang dan perhatian orang tuanya terbagi dengan adik. Seperti pernyataan bapak subjek : “GA dengan adiknya itu sepertinya tidak rela begitu. Jaraknya lima tahun, mungkin seolah-olah seperti tersita dan semakin berkurang curahan kasih sayangnya. Adiknya kadang-kadang digoda macem- macem dan jangan main ini”. GA menjadi cemburu dan nakal terhadap adiknya. Ibu subjek menyatakan : “GA itu ndak suka punya adik. Adiknya lahir itu dia cemburu, karena kasih sayangnya terbagi. Adiknya cenderung dinakali” 90 Apabila dirinya sedang bermain, adiknya tidak boleh ikut. GA selalu merebut mainan adiknya. Seperti pernyataan bapak, “Misalnya bertengkar seperti oyok- oyokan dolanan. Kadang-kadang digoda dan jangan main ini, pokoknya macem- macem”. Selain itu, ibunya menyatakan kalau GA pada waktu kecil sering bilang, “Adik tak nakali, adik tak buang nang got”. c. Perkembangan yang kurang optimal Ketika subjek mulai masuk usia sekolah, sikap dan perilakunya terhadap adik sudah berubah lebih baik. Seperti pernyataan bapak, “Itu waktu kecil, tapi begitu sudah gedhe ndak lagi”. Namun, GA masih ingin tetap mempertahankan segala kenikmatan kasih sayang dari seluruh anggota keluarga, yang pernah dirasakannya saat balita dahulu. Dampak yang terjadi dari keadaan ini adalah adanya sibling, seperti rebutan mainan dengan adik, selalu menggoda adik, dan ingin didahulukan dalam segala pemenuhan kebutuhannya. Seperti pernyataan bapak subjek, “Misalnya biasa bertengkar, cenderungnya menggoda adiknya sampai nangis”. Selain itu, subjek juga menyatakan, “Harus lebih diutamakan, terus barang-barang kebutuhannya dilengkapi”. Ketika GA sudah remaja dan akan memasuki usia dewasa, kedua orang tuanya menyatakan kalau GA belum menjadi pribadi yang matang. Pembawaan dan penampilannya masih seperti anak-anak. Bapak subjek menyatakan, “Menurut saya, dia belum bisa memerankan sebagai seorang remaja putri. Kadang-kadang dia masih seperti anak-anak. Misalnya, saat bicara”. Selain itu, ibunya menyatakan, “Kalau saya suruh rapi dan rajin sebagai anak putri itu, males 91 terus agak sulit. Anaknya itu seenaknya gitu”. Selain itu, sebagai seorang remaja putri, subjek belum menampakkan tanda-tanda suka dengan lawan jenisnya. Seperti pernyataan bapak subjek, “Kalau anak seusia dia itu kan sudah mulai suka dengan laki-laki, lawan jenisnya. Tapi kayaknya dia itu pacaran belum pernah”. Walaupun begitu, kehidupan sosial subjek cenderung baik, karena teman GA banyak. Mereka sering pergi dan belajar bersama, serta tidak ada masalah. Bapak subjek menyatakan bahwa : “Temannya itu banyak sekali. Banyak teman-temannya pada datang ke sini. Mereka bermain, belajar bersama. Saya kok tidak pernah mendengar ada masalah”. Dalam aktivitas berkelompok, subjek cenderung mendominasi dan suka menuntut teman-temannya. Pernyataan bapak subjek : “Saya kira dia berani dan cenderung keras malahan. Menurut saya, dia suka mendominasi dan cenderung menuntut. Dia kurang mampu untuk mengendalikan dorongan”. Subjek cenderung kaku dan keras kepala. Apabila ada pernyataan atau pendapat yang berbeda dengan prinsipnya, maka akan dibantah dan disangkal. Misalnya, GA cenderung kurang percaya ketika ibunya memberikan nasehat atau saran. Seperti pada saat belajar di rumah, ibu sudah berusaha untuk mengajarinya. Namun bila subjek merasa kurang cocok, maka subjek akan membantahnya. Bapak subjek menyatakan : “Kalau tidak sependapat, dia itu cenderung melawan dengan kata- kata. Contohnya kalau dibimbing ibunya untuk belajar, dia tidak cocok dengan caranya kadang-kadang dia melawan, membantah kepada ibunya”. Begitu pula dengan pernyataan ibu, “Kalau dinasehati sama saya itu, dia kurang percaya, gitu. Terus dia sharing-nya malah sama saudara sepupunya”. Bila subjek 92 membuat kesalahan, lalu dirinya dimarahi, subjek cenderung mencari-cari alasan untuk menyangkal dan membela dirinya. Ibu subjek menyatakan, “Ya, membantah. Misalnya itu, “Kuwi lho Anu-anu-anu…”, gitu”. Bapak juga menguatkan pendapat, “Paling membantah Dia ikut menjawab berargumentasi begitu”. Subjek adalah pribadi yang mudah marah. Misalnya, apabila dirinya minta tolong kepada adiknya, tetapi adiknya tidak mau, biasanya GA akan marah. Oleh karena itu, subjek cenderung menjadi pribadi yang verbal agresif. Seperti kutipan pendapat ibu : “Sebetulnya GA itu anaknya keras. Dia itu memang pemarah, kalau kemauannya ndak kesampaian. Misalnya, dia minta adiknya ini… terus adiknya ndak mau, dia terus marah”. Apabila mendapatkan masalah dan berkonflik, biasanya GA akan tidur atau pergi dalam waktu yang lama. Seperti pernyataan ibu, “Kadang tidur, kalau tidak pergi ke rumah saudara atau ke tempat temannya”. Sedangkan subjek menyatakan, “Sendirian mengurung diri atau jalan-jalan”.

3. Masa Remaja Menjelang Gangguan