Latar Belakang Masalah 1. Sketsa Pembuka

1

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah 1. Sketsa Pembuka

Ketika peneliti mendapatkan ide penelitian mengenai dinamika keluarga dari remaja yang mengalami Skizofrenia di budaya Jawa, ternyata peneliti menemukan banyak sekali pertanyaan terkait dengan berbagai permasalahan yang harus diungkap dalam penelitian ini. Pertanyaan pertama, bagaimanakah pengaruh keluarga terhadap perkembangan gangguan Skizofrenia pada remaja? Pertanyaan ini muncul karena keluarga merupakan lembaga sosial pertama dan terpenting bagi seorang anak untuk berinteraksi dengan lingkungannya. Lidz, Fleck, dan Cornelison 1965, h. 81 menyatakan bahwa kondisi keluarga yang cenderung tidak sehat dapat memunculkan gejala Skizofrenia pada anggota keluarganya, terutama pada anak. Kondisi patologis di sini disebabkan oleh beberapa keadaan, seperti jalinan hubungan antara ibu dengan anak yang tidak baik, pola komunikasi keluarga yang tidak tepat, serta pola pengasuhan orang tua yang tidak sesuai. Berbagai keadaan tersebut akan menyebabkan perkembangan kepribadian anak menjadi tidak sehat. Pertanyaan kedua, bagaimanakah dinamika hubungan antaranggota keluarga dari remaja yang mengalami Skizofrenia? Pertanyaan ini sesuai dengan pernyataan Arif 2006.a, h. 13 yang memaparkan bahwa dinamika keluarga merupakan suatu variabel penting yang harus diperhatikan untuk mengungkap 2 tentang perjalanan gangguan Skizofrenia. Oleh karena itu, bila ingin memperoleh pemahaman yang lebih mendalam mengenai perjalanan gangguan Skizofrenia, kita perlu lebih memahami bagaimana dinamika keluarga pasien Skizofrenia itu. Permasalahan yang terjadi pada pasien Skizofrenia sangatlah beragam. Banyak faktor yang diduga dapat menyebabkan munculnya Skizofrenia. Namun, peneliti akan lebih menitikberatkan kajian ini pada dinamika keluarga subjek. Pernyataan ini sesuai dengan pendapat Kaplan dan Sadock 1997.a, h. 705 yang menyatakan bahwa salah satu faktor penyebab munculnya Skizofrenia berasal dari lingkungan keluarga. Lebih lanjut lagi, keluarga mempunyai peran yang sangat penting bagi perkembangan kepribadian seseorang sejak kecil sampai dewasa. Pernyataan ini selaras dengan pendapat Lidz, Fleck, dan Cornelison 1965, h. 78 yang menyatakan bahwa keluarga memberikan dasar yang sangat penting dalam proses pembentukan kepribadian anak, melalui pemberian contoh dan pembelajaran yang terus menerus, ataupun melalui pola interaksi dengan anggota keluarga lainnya. Oleh karena itu, segala bentuk komunikasi, karakteristik orang tua, dan situasi di dalam keluarga akan sangat mempengaruhi perkembangan kepribadian seluruh anggota keluarga. Selanjutnya, dari lingkungan keluarga inilah anak dipersiapkan untuk melakukan hubungan sosial dengan orang lain dan berbagai kelompok sosial di lingkungan masyarakatnya, sehingga keluarga juga berfungsi sebagai lembaga penyeleksi segenap budaya dari luar dan sebagai mediasi hubungan anak dengan lingkungannya. Pola hubungan dan pendekatan orang tua dalam pengasuhan anak, sangat dipengaruhi oleh kebudayaan setempat Strong 3 dan De Vault, 1989, h. 230. Oleh karena itu, di dalam penelitian ini peneliti akan mengangkat kajian tentang dinamika keluarga ini dalam latar budaya Jawa. Kendall dan Hammen 1998, h. 268 menyatakan bahwa Skizofrenia terjadi di seluruh dunia. Namun, faktor penyebab dan manifestasi Skizofrenia dalam kerangka sosiokultural untuk setiap budaya sangatlah berbeda-beda. Pernyataan ini sesuai dengan pendapat Leff dan Murphy dalam Matsumoto, 2004, h. 209 yang menyatakan bahwa tingkat keterjangkitan dan manifestasi Skizofrenia sangatlah beragam pada setiap budaya. Dengan adanya perbedaan ini, maka penanganan pada setiap kasus Skizofrenia harus dilakukan dengan pendekatan emic dan bersifat khusus untuk budaya tertentu. Pernyataan tersebut juga selaras dengan pendapat Kleinman dan Marsella dalam Matsumoto, 2004, h. 206 bahwa untuk melakukan penanganan terhadap kasus abnormalitas harus digunakan konsep yang bersifat kultural, sehingga metode penanganan Skizofrenia untuk setiap budaya sangatlah bersifat spesifik dan harus disesuaikan dengan lingkungan setempat. Namun selama ini, Skizofrenia biasa diteliti dengan menggunakan kriteria diagnosik dan prosedur penilaian yang dikembangkan oleh Psikiatri barat, sehingga penentuan diagnosis Skizofrenia masih dilakukan dengan pendekatan etic yang bersifat universal. Berdasarkan data yang diperoleh peneliti dari bagian catatan medis RSJD dr. Amino Godohutomo, Pedurungan, Semarang, pada tanggal 15 November 2006, diketahui bahwa kasus Skizofrenia pada remaja yang berusia 10 sampai 24 tahun, terdapat 3.649 kasus dari bulan Januari 2001 sampai bulan Oktober 2006. Adapun tingkat keterjangkitan gangguan berdasarkan jenis kelamin, terdapat 1.286 kasus 4 pada perempuan dan 2.363 kasus pada laki-laki, sehingga agregat perbandingannya adalah 1 : 1,84. Peneliti menjadi semakin tertarik untuk meneliti kasus Skizofrenia pada remaja, karena berdasarkan studi awal yang dilakukan di RSJD dr. Amino Gondohutomo, Pedurungan, Semarang, selama lima tahun terakhir cenderung terjadi peningkatan jumlah kasus Skizofrenia pada remaja di setiap tahunnya. Oleh karena itu, penting dilakukan sebuah penelitian kualitatif-deskriptif pada beberapa contoh kasus, yang dititikberatkan pada dinamika keluarga pasien Skizofrenia. Penelitian ini akan lebih banyak di lakukan di lingkungan rumah subjek, untuk mengetahui lebih mendalam tentang pola hubungan dan kebiasaan yang ada di keluarga subjek. Berdasarkan studi awal, peneliti memperoleh tiga buah kasus yang sesuai dengan karakteristik penelitian, antara lain : Subjek kasus pertama adalah putri pertama dari keluarga Bapak SND, yang berinisial GA dan berusia 19 tahun. GA didiagnosis mengalami Skizofrenia Hebefrenik Disorganized. GA dirawat di RSJD dr. Amino Gondohutomo selama dua minggu, mulai tanggal 14 November 2006. Faktor pemicu munculnya gejala Skizofrenia yang dialami oleh GA adalah kegiatan OKKA di kampus. Namun, sebelumnya GA sering mendapat perlakuan yang tidak menyenangkan dari orang tuanya di rumah. Bapak sering melakukan pemukulan terhadap GA, “Saya marah dan saya pukul dia, karena saya bilangin ndak mau”. Begitu juga dengan ibu, “Kalau saya marah, ya… dia saya omelin dan cubit begitu”. Pola pengasuhan dari orang tua cenderung keras, seperti pernyataan 5 bapak, “Memang saya agak keras, saya lebih mengekang dan melindungi mereka. Saya yakin dia juga ndak berani dengan saya”. Begitulah keadaan keluarga GA. Subjek kasus kedua adalah RK, orang tuanya sudah bercerai sebelum dia lahir. Peran ibu dirasakan kurang baginya, karena ibu mengalami tuli dan bisu. Sejak kecil dia diasuh oleh nenek dan Bu Dhenya. Pada usia 18 tahun, RK didiagnosis mengalami Skizofrenia Katatonik dan dirawat di RSJD dr. Amino Gondohutomo selama dua puluh lima hari, mulai tanggal 27 November 2006. RK menjadi terganggu karena diputus oleh pacar yang akan melamar dan RK terus disindir oleh teman-teman kerjanya. Subjek menjadi sangat kecewa dan terpukul, tetapi segala permasalahan yang dihadapinya tidak diceritakan kepada keluarga. RK sangat tertutup, seperti pernyataan Bu Dhe RK, “Sebenarnya waktu itu dia sedang ada masalah, tapi dia diam terus dan tidak mau cerita, ati lan pikirane dadi bunek dhewe. Terus dia menjadi tertekan”. Selain itu, RK di rumah sering mendapat perlakuan yang tidak menyenangkan dari Bu Dhenya, seperti pernyataan RK, “Iya, saya sering dimarahi. Bu Dhe selalu ngomel-ngomel”. Subjek kasus ketiga adalah ZS, bapak kandungnya meninggal karena kecelakaan lalu lintas, ketika ZS berusia delapan tahun. Memasuki usia remaja ibunya menikah dengan seorang pria berinisial BE. Namun, pernikahan tersebut malah menimbulkan banyak konflik psikis bagi ZS, karena dirinya merasa kurang diberi perhatian dan selalu ditekan oleh bapak tirinya. Sampai akhirnya pada usia 18 tahun, ZS didiagnosis mengalami Skizofrenia Paranoid. ZS dirawat di RSJD dr. Amino Gondohutomo selama satu minggu, mulai tanggal 11 November 2006. 6 Faktor pemicu munculnya gejala Skizofrenia yang dialami oleh ZS adalah keinginannya untuk dibelikan sepeda motor ditolak oleh bapak tiri. Selain itu, setiap hari bapak tiri selalu menekan dan mengekang ZS. Keadaan ini dimungkinkan dapat menyebabkan ZS menjadi terganggu. Ibunya menyatakan, “Sebenarnya dia itu tertekan. Di sini dia selalu dimarah-marahi, mau ini ndak boleh, mau itu ndak boleh”. Inilah keadaan ZS sebelum mengalami Skizofrenia.

2. Minat dan Ketertarikan Peneliti