117 Sejak kecil, subjek tinggal di rumah kakeknya. Di rumah kakek juga banyak
saudara ibunya yang lain, sehingga hubungan subjek dengan keluarga besarnya sangatlah dekat. Oleh karena itu, subjek merasa tertekan ketika tinggal di rumah
bapak tirinya. Akhirnya, subjek lebih memilih tinggal di rumah kakeknya. Tingkat perekonomian keluarga diperkirakan menengah ke atas. Bapak tiri subjek bekerja
sebagai pegawai negeri di sebuah Puskesmas. Ibu subjek adalah seorang ibu rumah tangga. Setiap hari, ibu subjek berjualan makanan di Puskesmas tempat
suaminya bekerja. Selain itu, setiap sore subjek juga bekerja di sana sebagai seorang cleaning servicer.
2. Masa Kanak-Kanak dan Menjelang Remaja
Ada pengalaman tragis di masa kecil subjek Sejak kecil, subjek tinggal di rumah kakeknya. Oleh karena itu, subjek
banyak mendapatkan banyak perhatian dan kasih sayang dari keluarga besarnya. Namun, subjek lebih banyak diasuh sendiri oleh ibu kandungnya. Subjek menyusu
ibunya selama kurang lebih lima tahun. Seperti pernyataan ibu subjek : “Saya sendiri yang mengasuh… Sejak kecil saya susui terus, sampai
besar. Ya, lima tahunan. Kemudian saya hentikan, terus ndak lagi”.
Selain itu, subjek sangat disayang oleh neneknya. Bila ada apa-apa, subjek selalu bilang dan minta kepada nenek. Ibu subjek menyatakan :
“Kakek dan neneknya itu sangat sayang sama dia. Kalau ada apa-apa, pasti dia bilang ke nenek. Semua dia minta sama neneknya”.
Ketika subjek berusia delapan tahun, bapak kandungnya meninggal dunia. Pada saat itu, bapak kandung subjek yang bekerja sebagai sopir truck meninggal karena
kecelakaan lalu lintas. Seperti pernyataan ibu subjek :
118 “Karena kecelakaan. Waktu dia kelas II SD. Langsung meninggal,
karena kepala bapaknya itu gepeng”.
Subjek yang setiap harinya dekat dengan bapak, sangat terpukul pada saat bapaknya meninggal. Ketika itu, subjek menangisi kepergian bapak kandungnya.
Bahkan beberapa hari setelah peristiwa itu, setiap sore subjek masih selalu menunggu kedatangan bapaknya seperti biasa. Saat itu subjek belum bisa
menerima kepergian bapaknya. Ibu subjek menyatakan : “Dia itu tahu, kalau bapaknya itu sudah meningal, ketika itu. Iya, dia
itu menangis karena ditinggal bapaknya. Bahkan setiap sore, dia selalu menunggu kedatangan bapaknya di tepi jalan, seperti biasa.
Namanya bapak, pasti ada rasa sayang kepada anak, tapi akhirnya dia malah ditinggal bapaknya”.
3. Masa Remaja Menjelang Gangguan
a. Ibu subjek kecewa dan menyesal dengan pernikahannya Sekarang, ibu subjek sudah menikah dengan bapak tiri subjek selama lima
tahun. Ketika ibu subjek menikah, subjek masih duduk di bangku SMP. Seperti pernyataan ibu subjek sendiri, “Iya, waktu itu baru mau naik kelas II SMP”. Di
awal pernikahannya, ibu subjek berharap pernikahannya akan bahagia. Suami yang menikahinya akan menyayangi anaknya. Seperti pernyataan ibu subjek :
“Saya tadinya berpikir yakin, ada bapak tiri yang menyayangi anak tirinya. Saya itu, ingin seperti orang lain, walaupun dia bapak tiri,
tetapi dia itu pinter, walaupun itu sangat jarang”.
Namun, ternyata harapan ibu subjek tidak tercapai. Bapak tiri subjek menjadi berubah sikap dan perilakunya. Ibu subjek menyatakan, “Pada awalnya cuma
sebentar dia itu baik, tapi kemudian dia menjadi berubah”.
119 Pada kenyataannya, hubungan antara bapak tiri subjek dengan ibu subjek
kurang baik. Bapak tiri sering bertengkar dengan ibu subjek dan mereka sering berbeda pendapat. Paman subjek menyatakan :
“Bapak dan ibunya itu memang kurang harmonis. Dia pernah bilang ke saya, “Anu Om, ibu bertengkar dengan Bapak”. Pak BE dan
istrinya itu sama-sama mlenceng, istilahnya, nek padha ora bisa diapiki, akhirnya bertengkar terus”.
Teman kerja subjek, yang juga mengenal bapak tiri subjek menyatakan keadaan yang sama, “Mereka itu selalu berbeda pendapat. Ibunya gini, bapaknya gitu”.
Ibu subjek mempersepsikan sikap dan perilaku suaminya yang sekarang seperti anak kecil. Seperti pernyataannya sendiri, “Orang sudah setua itu, saya
pikir masih seperti anak-anak. Sifat bapaknya itu masih seperti anak kecil”. Sampai akhirnya, ibu subjek menyatakan bahwa dirinya kecewa dan menyesal
telah menikah dengan suaminya yang sekarang. Seperti pernyataan ibu subjek : “Saya juga sudah terlanjur. Saya itu, sebenarnya juga ndak mau kalau
pada akhirnya malah jadi sengsara seperti ini. Saya sangat kecewa. Saya hanya bisa nangis saja, punya uang sedikitpun saya ndak
masalah, saya ingin tinggal di sana, di gubuk saya sendiri. Tahu begini, saya tidak menikah dengan dia dulu, karena malah jadi pikiran
saya sekarang. Begitulah keadaan saya sekarang”.
b. Hubungan subjek dengan bapak tirinya renggang
Ternyata, hubungan antara subjek dengan bapak tirinya juga kurang baik, bahkan cenderung renggang. Paman subjek menyatakan, “Dengan bapaknya itu
dia tidak akur. Mungkin ini stressing-nya. Dia hidup di bawah tekanan begitu, under-pressure”. Pernyataan serupa juga disampaikan oleh teman subjek, yang
juga mengenal dengan baik keluarga subjek :
120 “Mungkin dia itu tidak suka dengan anak tiri yang sudah besar. Orang
tua yang ndak nganggep dia sebagai anak. Karena dia kan bapak sambungan”.
Bahkan bapak tiri subjek sendiri juga mengakuinya, “Sebenarnya saya sama dia itu renggang kok hubungannya, karena saya sebenarnya ayah sambungan saja.
Dia itu bawaan ibunya”. Banyak sekali kemungkinan penyebab hubungan antara subjek dengan
bapak tirinya menjadi renggang. Bapak tiri dianggap kurang perhatian, cenderung keras dalam mendidik, dan tidak ada rasa kasih saying. Bapak tiri sering marah-
marah dan pernah mengusir subjek dari rumah. Keadaan ini dinyatakan oleh paman subjek :
“Dengan anak sendiri dia ndak ngrumat, Dia itu bapak yang keras, cara mendidiknya itu nggak ada rasa kasih sayang… Dia pernah diusir
dari rumah dan dimarahi oleh bapaknya, karena masalah makan”.
Keadaan serupa juga dinyatakan sendiri oleh ibu subjek. Ibu subjek menyatakan kalau suaminya yang sekarang tidak memperhatikan anak, cenderung keras dan
kaku, serta selalu menyalahkan anak. Berikut pernyataan ibu subjek : “Karena mungkin bukan dengan bapaknya sendiri, jadi anak sakit
tidak diperhatikan… Bapaknya malah marah dan balas memaki… Sebenarnya bapaknya itu keras orangnya. Selain itu, dia kaku… Kalau
dia ingin seperti ini, ya harus seperti ini… Bapak pasti menyalahkan anaknya, kalau ada apa-apa yang disalahkan anak.”.
Oleh karena itu, subjek menjadi sungkan kepada bapak tirinya. Subjek
menjadi sungkan karena segala kebutuhannya sudah dipenuhi oleh bapak tirinya, tetapi dirinya juga tidak suka terhadap sikap dan perlakuan bapak tirinya. Seperti
pernyataan subjek yang dituturkan oleh pamannya, “Tapi saya tidak enak, karena saya sudah disekolahkan, semua kebutuhan sekolah dipenuhi”.
121 Di samping itu, subjek tidak menganggap bapak tirinya sebagai bapak
baginya. Subjek menganggap bapaknya yang sebenarnya sudah meninggal. Seperti pernyataan subjek sendiri yang dituturkan oleh ibunya, “Dia bilang, “Dia
itu bukan bapakku, bapakku sudah meninggal”. ZS itu menganggap kalau dia itu bukan bapaknya”.
c. Bapak tiri selalu mengekang dan menuntut subjek Paman subjek menyatakan kalau subjek setiap hari hanya dituntut untuk
bekerja di rumah. Bapak tiri kurang memberikan kebebasan kepada subjek untuk bermain. Berikut pernyataannya, “Cenderungnya kok mengekang, anak dipleter
sama pekerjaan terus. Kesempatan untuk dolan itu ndak ada”. Paman subjek menyatakan bahwa pengekangan subjek oleh bapak tirinya, mungkin menjadi
salah satu penyebab munculnya gangguan pada diri subjek. Subjek menjadi tidak punya waktu lagi untuk bermain dan menikmati suasana santai, apalagi waktu
untuk mengaktualisasikan dirinya sebagai seorang remaja. Berikut penyataan paman subjek :
“Saya kira ini bisa juga jadi faktor penyebab dia sakit, karena waktu senggang untuk main dengan teman-temannya itu kurang, bahkan
mungkin nggak ada. Karena habis pulang sekolah, dia langsung bersih-bersih di sini. Setelah itu dia harus pulang ke rumah untuk
ngrumat kambing dan ayam, sampai sore. Jadi sudah ndak ada waktu lagi untuk bermain, pada hal anak seusia dia itu kan lagi seneng-
senengnya main sama temannya. Begitu terus setiap harinya. Jadi untuk menikmati santai itu kok kayaknya kurang. Padahal yang
namanya anak muda, kadang kan pingin gengsi dan tampil beda ya?”.
Ibu subjek juga menyatakan kalau subjek sering dilarang untuk berbuat sesuatu di rumah. Oleh karena itu, subjek menjadi tertekan dan tidak kerasan tinggal di
rumah. Berikut kutipan pernyataan ibu subjek :
122 “Kalau sama bapaknya, mau ini ndak boleh, mau itu ndak boleh. Dia
itu pernah bilang sama saya, “Mak, saya itu tertekan kalau di sini Pokoknya saya tidak mau”, karena kalau dia mau apa-apa di sini itu
ndak boleh… Bapaknya itu rewel dan banyak maunya, siapa yang betah dengan keadaan seperti ini?”.
d. Ibu subjek selalu mengkhawatirkan keadaan subjek
Hubungan subjek dengan ibu kandungnya sangat dekat. Bapak tiri subjek menyatakan bahwa, “Dia itu dekat dengan ibunya, kalau ada apa-apa pasti bilang
sama ibunya”. Subjek sendiri mempersepsikan kalau ibunya itu orangnya baik. Menurut subjek, ibunya sangat perhatian karena selalu memberinya uang dan
suka menasehati. Berikut pernyataan subjek sendiri, “Baik, karena suka memberi saya uang dan suka menasehati”.
Ibu subjek menjadi semakin prihatin dengan keadaan subjek yang kurang beruntung. Sejak kecil, subjek sudah tidak bisa menikmati kebahagiaan dengan
bapak kandungnya sendiri. Sekarang, subjek sering mendapat perlakuan yang tidak baik dari bapak tirinya. Sampai akhirnya subjek menjadi terganggu. Ibu
subjek tidak tahu lagi apa yang harus dilakukan. Ibu subjek menyatakan : “Ndak tahu saya nanti, susah. Ya, karena namanya anak. Dia sudah
ditinggal bapaknya, lalu sekarang dia malah sakit seperti itu, terus gimana?, ya Allah… Saya itu ke sana kemari ndak tahu harus ngapain
lagi. Sekolah tinggal ujian dan terima ijasah, kok malah dia sakit seperti itu”.
Ibu subjek menjadi bingung dan khawatir melihat sikap dan perilaku subjek
yang sangat berubah pada saat dirinya terganggu. Ibu subjek menyatakan kalau suaminya yang sekarang tidak bisa diajak untuk bertukar pendapat, dengan alasan
ZS itu bukan anak kandungnya. Berikut ungkapan ibu subjek : “Dia itu awalnya tidak sakit, terus tiba-tiba kok seperti itu. Terus
gimana? saya juga bingung. Kalau bapaknya itu diajak untuk tukar
123 pendapat, dia malah bilang begini, “dia itu kan anakmu”. Lalu dia
malah bilang, halah… halah… saja. Lalu saya harus bagaimana?”. Ibu subjek lebih banyak mengungkapkan isi hati tentang segala permasalahan
rumah tangganya kepada teman-temannya yang bekerja di Puskesmas, karena suaminya sudah tidak bisa lagi diajak kerja sama. Berikut pernyataannya,
“Teman-teman di Puskesmas itu saya mintai tolong, seperti Pak BS itu. Kalau saya minta tolong ke bapaknya itu malah ndak mau”. Keadaan ini juga
dibenarkan oleh paman subjek. Beliau menyatakan bahwa : “Terbuka Ibunya itu ndak bisa nutupi rahasia, malah cenderung
terbuka… Ibunya pernah ke sini dan bilangnya ke saya sambil menangis, karena kondisinya semakin parah... Jadi kalau ada apa-apa,
dia itu pasti cerita ke saya”.
4. Pada saat Subjek Mengalami Gangguan