Pada saat Subjek Mengalami Gangguan

98 “Dia pingin punya kakak laki-laki. Karena kalau jadi anak pertama itu kan biasanya ngalah. Katanya, “Jane aku pengen duwe Mas, kok”, “Ben aku nek nang endi-endi, kuwi diterke”. “Tur neh, aku ora ngalah terus”. “Kan ana sing melindungi”. Bahkan, subjekpun juga menyatakan hal yang serupa : “Ingin punya kakak laki-laki, nanti kalau ke mana-mana ada yang mengantar. Terus kalau ada apa-apa bisa melindungi”. Pada dasarnya, subjek tetap menerima kondisinya sebagai anak pertama. Seperti dikutip dari pernyataannya sendiri : “Ada enaknya dan ada ndak enaknya. Enaknya kalau ada apa-apa lebih diutamakan, kebutuhannya dilengkapi. Ndak enaknya kalau ada apa-apa, anak pertama itu seharusnya gini-gini. Tapi saya enjoy aja… Iya menerima”. Mengenai kondisi fisiknya, subjek terkesan kurang menerima. GA ingin tubuhnya bisa langsing, karena dirinya merasa kurang percaya diri dan malu apabila sedang bersama dengan teman-temannya yang laki-laki. Seperti pernyataan dirinya : “Ingin langsing Ya, agak ndak PD kalau gemuk. Kalau mau kumpul sama temen-temen laki-laki, malu gitu”. Bapak subjek juga menguatkan pernyataan, “Terkadang dia mengeluhkan tentang dirinya. Misalnya kalau berat badannya meningkat”.

4. Pada saat Subjek Mengalami Gangguan

a. Proses sosialisasi subjek dengan lingkungannya baik Sosialisasi subjek dengan lingkungan masyarakat cenderung baik. Seperti hubungan dengan tetangga dan teman-teman sebayanya. Subjek banyak teman, dan sering mengikuti kegiatan remaja, baik di lingkungan rumah maupun di lingkungan sekolahnya. Seperti pernyataan bapak subjek : 99 “Dia di sekolah OSIS ikut. Kalau di rumah, di mushola itu ada kegiatan remaja masjid. Dulu dia mengaji di masjid. Tiap bulan juga ada arisan.”. Bapak cenderung membebaskan tentang minat subjek terhadap lingkungan sekitar. Oleh karena itu, ada dukungan keluarga terhadap subjek untuk berhubungan dengan lingkungan. Seperti pernyataan dari bapak subjek sendiri : “Artinya saya membebaskan saja. Misalnya dengan tetangga, begitu”. “apa yang diinginkan saya penuhi, asal positif ya…”. Prestasi belajar dan jenjang akademik subjek cenderung baik, dari sejak SD, SMP, sampai SMA. Seperti pernyataan bapak subjek : “Kalau sekolah dia lancar saja. Jenjang pendidikan anak-anak saya, Alhamdulillah baik. Dari SD sampai SMP itu dia selalu mendapat peringkat, bahkan dia waktu di SD peringkat satu terus. Saya tidak pernah merasa sulit untuk mencarikan dia sekolah. Waktu SD mau ke SMP, semuanya masuk”. Begitu juga pernyataan dari ibu : “Kalau SD itu kelas I sampai kelas VI, dapat rangking satu atau dua, sekitar itu. Kalau SMP biasa, pernah rangking satu dan dua, paling rendah itu rangking lima. SMA nilainya biasa, cuma sepuluh besar”. Setelah lulus SMA, subjek kuliah di Semarang. Subjek mengambil jurusan Pendidikan Bahasa Inggris, disalah satu universitas negeri. Seperti pernyataan bapak subjek, “Dia sudah kuliah, anak saya ini kuliah di Semarang, mengambil bahasa Inggris.”. b. Penyebab gangguan yang tidak jelas GA masih menempuh perkuliahan di semester I dan baru saja selesai mengikuti kegiatan OKKA kegiatan orientasi kampus bagi mahasiswa baru. Kemungkinan faktor pemicu gangguan yang dialami oleh GA adalah kegiatan OKKA di kampus. Bapak subjek menyatakan, “Ya… itu, setelah dia selesai 100 melakukan OKKA. Seminggu itu belum ada kuliah karena ada kegiatan OKKA di UNNES”. Namun, faktor penyebab gangguan subjek sebenarnya tidak jelas. Bapak subjek menyatakan : “Sampai sekarang kami belum tahu penyebabnya sebenarnya apa?. Kami juga metani sebenarnya kenapa anak saya itu?. Apakah dia itu sebenarnya tidak mampu mengikuti kuliah, padahal dia belum mulai kuliah. Apa karena terlalu antusiasnya itu, saking suenenge, keinginannya dia itu menggebu, bisa kuliah di bahasa Inggris terpenuhi, kemungkinan seperti itu. Saya ingin mendapatkan jawaban apa yang menyebabkan anak saya jadi seperti ini. Padahal menurut teman subjek yang dituturkan oleh bapak subjek, GA sangat menikmati kegiatan OKKA. GA menjadi anak yang paling ceria sendiri. Ini kutipan pernyataannya : “Dia bilang di sini senang, rame, dan asyik, seolah dia menikmati sekali. Waktu itu DN, temannya juga bilang kalau sangat senang sekali, “Dia di sana itu paling ceria sendiri”. Selain itu, tidak ada kemungkinan keturunan gangguan jiwa dari kedua orang tua subjek. Seperti pernyataan bapak subjek : “Silsilah keluarga sama sekali ndak ada. Kalau misalnya ada, malah kami tidak akan mencari-cari… misalnya ada, berarti memang keturunan”. Selama ini, keluarga juga belum pernah mengalami masalah yang berat. Bapak subjek menyatakan, “Dia belum pernah mengalami masalah yang besar. Mungkin cuma masalah di sekolah yang biasa saja”. Ada kemungkinan pengalaman trauma bagi diri subjek, yaitu ketika rumahnya terlanda banjir besar dan nenek yang mengasuhnya sejak kecil meninggal. Seperti pernyataan bapak subjek, “Kejadian yang paling mengguncangkan, banjir itu. Akhirnya sampai neneknya meninggal dunia karena terpeleset”. 101 c. Kondisi subjek sangat kacau saat fase aktif simtom Kejadian pertama kali yang menunjukkan subjek mulai mengalami gangguan adalah pada saat subjek terlantar sampai tengah malam di depan Java Mall, Semarang. Seperti pernyataan bapak subjek, “Waktu itu, ada telepon dari kantor Kepolisian di depan Java Mall, kalau anak saya terlantar di sana”. Sedangkan ibu subjek menyatakan, “Waktu pertama kali di Java Mall itu, saya kira dia cuma tersesat dan bingung saja”. Subjek sendiri juga menyatakan : “Saya sakitnya karena kesasar. Waktu ke Citraland harusnya naik ke Gunung Pati lagi. Saya naik angkot dan dianter sama sopir taksi. Lalu saya dibawa ke pos Polisi itu sampai malam”. Saat fase aktif simtom, kondisi subjek sangat kacau dan tidak stabil. Terjadi perubahan sikap dan perilaku yang nyata, muncul ketidakmampuan, terjadi halusinasi dengar dan visual, tema-tema pembicaraan subjek sangat monoton dan aneh. Berbagai gejala yang muncul, antara lain : 1 Pembicaraan bersifat tematik, monoton, dan kacau Bapak subjek menyatakan : “Dia bicara terus tentang OKKA yang diikutinya kemarin. Setelah sampai di rumah, itu kemudian mengaji. Pertama ngomongnya tentang masalah OKKA. Sampai di rumah kemudian berubah lagi, semua omongannya bertema keagamaan. Dia bicara sendiri tidak jelas sampai sore. Bu kos bilang kalau GA mulai teriak-teriak dan nyanyi- nyanyi lagi, sambil ngomong gak karuan. Sampai di rumah dia bicara keras dan kotor, tidak seperti biasanya. Sikapnya dengan cara bicaranya sudah berbeda. Membaca Al Qur’an, tetapi tidak ada Qur’annya. Lalu mengaji, semua disuruh menirukan”. 2 Perilaku berubah dan kacau Seperti dinyatakan oleh bapak subjek : “Jum’at sampai Sabtu dia tidak tidur, malam Minggu bisa tidur, tapi hanya sebentar. Kalau bicara lebih keras, memukul, lari-lari, bahkan 102 saya pernah ditendang. Perilakunya itu tidak wajar, korden-korden di rumah ditarik semuanya, kursi didorong sampai kena kaca depan rumah. Dia ngamuk lagi, gelisah, mondar-mandir. Dia membeli barang-barang yang ndak bener, seperti beli kaos yang kecil, yang tidak seukurannya dia. Terus beli makanan dan jajannya itu habis delapan puluh ribuan. Lalu semua makanan yang dibeli, dibagi- bagikan di angkutan. Jadi seperti seorang komandan yang sedang memberikan aba-aba pasukannya gitu. Dia memegang tangan kanan saya, dan saya disuruh bilang, “Allahu Akbar, Pak Allahu Akbar”. Ibu subjek juga menambahkan : “Di kamar dia ngomong sendiri, temen-temennya yang akrab-akrab dulu dipanggili semua. Terus dia itu misuh-misuh yang jelek-jelek. 3 Muncul halusinasi visual dan dengar, serta waham kejar untuk merusak Kutipan pernyataan bapak subjek : “Waktu itu di Java Mall dia melihat expo katanya. Di sana banyak teman-teman dan dosen-dosennya. Dia cerita kalau pernah diajak oleh orang ke sebuah rumah yang besar begitu, seperti kraton, terus diajak ke kraton itu”. Subjek sendiri juga menyatakan : “Kayak ada bisikan-bisikan suara aneh, nyuruh-nyuruh sesuatu, seperti makan ini dan itu, padahal ya ndak. Terus membuang dan merusak barang-barang”. 4 Gangguan dalam proses berpikir dan fungsi ingatan Ibu subjek menyatakan, “Terus sama siapa yang datang itu ndak ingat, kalau ini siapa-siapa”. 5 Hilangnya kesadaran pada kebutuhan dasar Seperti pernyataan ibu subjek, “Makan juga, kalau ndak dikasih ndak makan. Mandi kalau ndak dimandikan ndak mau”. Saat fase aktif simtom, subjek menunjukkan kebencian dan marah-marah kepada ibu dan adiknya, “Anehnya kalau dengan saya dan adiknya itu benci. 103 Pokoknya ndak mau, marah kalau didekati”. Subjek juga menyatakan hal yang serupa, “Marah-marah dengan ibu dan adik, sama tetangga-tetangga juga”. Pada awalnya, keluarga sangat heran dan tidak tahu atas kejadian yang menimpa subjek. Seperti pernyataan bapak subjek : “Masalahnya kok tiba-tiba, karena awalnya kan ndak pernah seperti itu”. “Saya dan istri saya ndak tahan dan prihatin melihat keadaan anak saya. Kami jadi cemas, tiap hari khawatir dan tidak tidur terus”. Begitu pula dengan ibu, “Kalau saya jadi ndak karu-karuan, kenapa seperti ini?”. d. Subjek dibawa ke jalur pengobatan alternatif kiayidukun Keluarga lebih percaya pada takhayul, karena pada awalnya subjek dianggap kerasukan jin. Seperti pernyataan bapak subjek : “Awalnya saya masih cenderung percaya bahwa anak saya itu kemasukan roh halus. Kebetulan menurut cerita di UNNES itu masih banyak jin, mungkin di kosnya juga seperti itu”. Oleh karena itu, bapak subjek mencari bantuan penanganan ke kiayi atau dukun pengobatan alternatif. Berikut ini, kutipan pernyataan bapak subjek : “Saya ke cara nonmedis. Banyak kiayi yang sudah berusaha menyembuhkan. Dia dirukyah dan diobati dengan media air yang diberi doa. Katanya GA kerasukan jin, di dahi dan di dadanya”. e. Subjek dibawa ke RSJ sebagai langkah penanganan terakhir Penanganan medis kepada subjek sudah agak terlambat, sehingga keadaan subjek semakin memburuk. Selain itu, kedua orang tua subjek juga sudah merasa lelah dengan keadaan ini. Sampai akhirnya, kedua orang tua membawa subjek ke rumah sakit jiwa, berkat saran dari tetangganya. Seperti pernyataan bapak subjek : “Keadaan GA tidak semakin membaik, tapi malah semakin buruk”. “Saya dan istri saya sadar, kalau dibiarkan berlarut-larut bagaimana? Lalu kami bawa ke rumah sakit jiwa”. 104 Ibu subjek juga menyatakan : “Ini jalan terakhir, karena kami sudah lelah. Pokoknya jiwa raga, terus saya minta bantuan tetangga sebelah ini. Kemudian dia dibawa ke rumah sakit jiwa, Pedurungan”. Subjek dibawa ke rumah sakit jiwa secara sembunyi-sembunyi, karena ditentang oleh keluarga besar. Keluarga cemas terhadap stigma dari masyarakat, tentang gangguan yang dialami oleh subjek. Seperti pernyataan bapak subjek : “Saya ditentang oleh saudara-saudara, karena katanya, “Cah wedok kok digawa rana-rana, ora ana keturunan kaya ngono kok kudu digawa rana?”, jadi dia saya bawa ke sana pada waktu fajar, tanpa sepengetahuan dari saudara. Untuk menghindari fitnah, saya memutuskan membawa GA pulang”. GA dirawat di RSJD dr. Amino Gondohutomo selama dua minggu, mulai tanggal 14 November 2006 dengan diagnosis Skizofrenia Disorganized.

5. Keadaan Keluarga Setelah Subjek Mengalami Gangguan