185 dalam keluarganya. Keluarga pada ketiga subjek kasus sering terguncang karena
adanya pertengkaran antara bapak dan ibu di depan anak-anak. Keadaan ini tidak mendukung bagi proses perkembangan ketiga subjek kasus secara keseluruhan.
3. Pola Interaksi Keluarga Subjek Kasus
Pola interaksi yang terjalin di antara anggota keluarga ketiga subjek kasus lebih bersifat renggang, dingin, dominatif, dan agresif searah. Pola interaksi di
lingkungan keluarga tersebut lebih banyak dikendalikan oleh bapak. Pola interaksi yang bersifat dominatif dan agresif searah ini jarang menimbulkan pertengkaran
secara terbuka. Namun, banyak menimbulkan konflik terpendam pada anggota keluarga yang banyak mendapat serangan agresi dari anggota keluarga yang lain.
Di lingkungan rumah, Subjek GA, RK, dan ZS menjadi anggota keluarga yang banyak mendapatkan serangan agresi. Terutama dari kedua orang tua
mereka, khususnya bapak atau Pak Dhe. Keadaan ini dapat terjadi karena posisi mereka sebagai anak pertama. Di lingkungan keluarga Jawa, anak pertama
menjadi harapan utama dan tulang punggung keluarga. Oleh karena itu, orang tua banyak memberikan tuntutan kepada mereka. Tuntutan tersebut lebih banyak dan
lebih berat dari pada adik-adiknya. Apabila ketiga subjek kasus tidak menyadari dan tidak menerima tentang
keadaan ini, maka mereka akan selalu mengalami konflik di lingkungan keluarga. Konflik ini akan mengakibatkan rusaknya pola hubungan di antara anggota
keluarga, sehingga akan berpengaruh pada proses penyesuaian sosial ketiga subjek kasus di lingkungan masyarakat.
186
4. Interaksi dengan Lingkungan dan Penyaluran Minat
Ketika sudah memasuki usia remaja, ketiga subjek kasus masih kurang diberikan kebebasan untuk bertindak dan menentukan nasibnya sendiri. Ketiga
subjek kasus masih kurang merasakan sebagai pribadi yang utuh dan memiliki tanggung jawab sendiri serta cenderung dibatasi dalam menyampaikan kehendak
dan keinginan. Subjek RK dan ZS kurang merasa bebas untuk berhubungan dengan lingkungan sekitar, seperti dengan teman dan tetangganya.
Pembatasan Subjek ZS untuk bermain dan lebih dituntut untuk bekerja di rumah, mungkin bapak tirinya berpegang pada nilai pengabdian kepada keluarga.
Keadaan ini disebabkan oleh adanya prinsip bhakti. Seorang anak di Jawa, harus mampu mengabdikan diri kepada keluarga, baru kemudian mengabdikan diri
kepada masyarakat. Bentuk pengabdian diri kepada keluarga merupakan wujud dari bhakti anak kepada orang tua.
Waktu untuk bermain bagi Subjek GA dan RK cenderung dibatasi oleh orang tua mereka. Selain itu, hambatan bersosialisasi juga dapat terjadi karena
Subjek RK selalu mendapat perlakuan yang tidak menyenangkan dari lingkungan pergaulannya. Subjek RK dan ZS cenderung merasa kecewa dan ditolak oleh
lingkungannya. Lingkungan sosial Subjek RK dan ZS menjadi semakin terbatas dan bahkan dirinya menjadi semakin menarik diri. Subjek RK dan ZS cenderung
tertutup dan pendiam, sehingga hanya memiliki sedikit teman untuk bergaul. Oleh karena itu, apabila anak tetap dikekang dan dibatasi untuk bergaul dan
bermain dengan teman-temannya, maka saluran-saluran untuk melakukan katarsis dan self regulation telah dihambat oleh orang tua mereka. Subjek GA, RK, dan ZS
187 kurang memiliki kesempatan untuk melakukan self regulation, akibatnya ketiga
subjek kasus selalu berada dalam kondisi disequilibrium. Kondisi ini sangat tidak menyenangkan, karena penuh dengan rasa kecemasan dan ketidakamanan diri.
Akhirnya, muncul berbagai gejala Skizofrenia pada diri Subjek GA, RK, dan ZS.
5. Proses Perkembangan Kepribadian Menurut Konsep Suryomentaram