Sinergi Pembiayaan Pengelolaan dan Pengembangan

184

6.3. Sinergi Pembiayaan Pengelolaan dan Pengembangan

PTKLNPSL Sebagus apapun kelembagaan yang akan dibangun, pada akhirnya semuanya terpulang kepada mekanisme pembiayaan yang sustainable guna mendukung keberlanjutan kelembagaan dimaksud. Terkait dengan penyediaan dana ini, maka pembiayaan sebaiknya tidak dengan cara membebani TKLN Indonesia baik langsung maupun tidak langsung, akan tetapi dengan upaya penggalian dana bersama dan memanfaatkan dari sumber-sumber luar seperti pendanaan dari negara donor berupa hibah dan sejenisnya. Mekanisme lain yang mungkin ditempuh adalah dengan adanya anggaran dari APBN sehingga dana yang ada merupakan bentuk transfer payment dari satu kelompok masyarakat pembayar pajak kepada TKLN yang memanfaatkan fasilitas kelembagaan ini. Adapun peluang sumber dana dari pelaksanaan program tersebut antara lain adalah: 1 APBNAPBD; 2 Dana Perlindungan US 15 per TKLN; 3 Remitance; 4 Donatur dari Masyarakat RI di luar negeri; 5 Komunitas TKLN. Berdasarkan studi yang dilakukan di kabupaten kasus, dengan alasan-alasan keterkaitan sosial, ekonomi, dan ekologis, maka dapat diidentifikasi bahwa pengembangan PTKLNPSL dapat dilakukan dalam suatu kawasan perdesaan yang merupakan “lintas kecamatan”, “lintas kabupatenkota”, dan “lintas provinsi”. Oleh karena itu, diperlukan suatu kebijakan pemerintah lokal yang dapat memfasilitasi dibangunnya suatu kerjasama antar-kabupatenkota dalam suatu provinsi dan kerjasama antar-kabupatenkota antar-provinsi. Dalam konteks ini peranan pemerintah pusat untuk memfasilitasi pembiayaan pengelolaan dan pengembangan PTKLNPSL adalah penting, khususnya dalam memfasiltasi kerjasama antar-provinsi. Agar PTKLNPSL berlangsung dengan efisien, efektif, dan berkelanjutan maka diharapkan pemerintah daerah masing-masing kabupatenkota dan provinsi dapat menganggarkan program pengembangan PTKLNPSL tersebut dalam rencana kerja pembangunan melalui APBN dan APBD. Disamping itu, oleh karena proses pengembangan PTKLNPSL dilaksanakan melalui suatu proses partisipatif dan melibatkan berbagai pemangku kepentingan, maka terbuka peluang bahwa pembiayaan pengelolaan dan pengembangan PTKLNPSL 185 bersumber dari anggaran alokasi dana untuk desa ADD dan sumber-sumber lain dari para pemangku kepentingan yang sah dan tidak mengikat. Selanjutnya, dalam konteks pengelolaan PTKLNPSL yang dapat diartikan sebagai salah satu aktivitas Pembangunan Kawasan Perdesaan Berbasis Masyarakat, maka sinerji pembiayaan tidak hanya terbatas pada peranan dan tanggung jawab pemerintah. Akan tetapi lebih dari itu, peran dan tanggung jawab pemangku kepentingan lainnya, yakni swadaya masyarakat, organisasi non- pemerintah, dan sektor swasta juga sangat dibutuhkan dalam pembiayaan pengelolaan PTKLNPSL. Artinya, tidak hanya sinerji antar kelembagaan dan administrasi pemerintahan tetapi juga sinergi antara pemerintah, swasta, dan masyarakat. Di samping itu, seperti telah dikemukakan dalam kajian ini, bahwa penetapan PTKLNPSL dilakukan dengan pendekatan partisipatif, yakni sejak awal secara institusional komunitas desa merancang suatu perencanaan pengelolaan dan perbaikan sumberdaya alam dan lingkungan secara partisipatif. Dalam beberapa kasus, perancangan tersebut merupakan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Desa RPJMD yang dirancang oleh dan bersama warga komunitas desa bekerjasama dengan pemerintah, organisasi non-pemerintah, dan sektor swasta. Melalui pendekatan RPJMD dan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Kabupaten atau Provinsi, serta disinerjikan dengan program-program pembangunan berskala besar yang mungkin terdapat di kawasan perdesaan tersebut dimungkinkan penetapan PTKLNPSL sebagai salah satu komponen dalam Pembangunan Kawasan Perdesaan Berbasis Masyarakat. Berdasarkan kemungkinan dan pemikiran tersebut di atas, maka diperlukan kebijakan yang merupakan insentif kelembagaan dari pemerintah kabupatenkota, provinsi, dan pusat untuk memfasiltasi, melaksanakan, mengelola, dan mengontrol proses Pembangunan Kawasan Perdesaan Berbasis Masyarakat. Insentif kelembagaan tersebut adalah berupa pembiayaan pengelolaan dan pengembangan PTKLNPSL yang bersumber dari pemerintah kabupatenkota, provinsi, maupun pusat. Pembiayaan pengelolaan dan pengembangan PTKLNPSL tersebut bukan pendanaan secara sektoral, tetapi pendanaan pembangunan yang disiapkan pemerintah berdasarkan RPJMD dan kebutuhan pengelolaan dan 186 pengembangan PTKLNPSL dalam suatu kawasan perdesaan. Oleh karena itu pendekatan pembiayaan untuk pengelolaan dan pengembangan PTKLNPSL dilakukan dengan pendekatan “wilayah” atau kawasan perdesaan. Pada skala mikro dengan berdasarkan pada RPJMD pemerintah kabupatenkota, provinsi, atau pusat menyediakan pembiayaan pembangunan masing-masing komunitas desa. Untuk memfasilitasi dan kontrol, pemerintah juga menyediakan pembiayaan di tingkat kecamatan. Pada skala makro, pemerintah kabupatenkota, provinsi, dan pusat menyediakan pembiayaan pembangunan pada satuan kawasan perdesaan. Secara finansial, pembiayaan pembangunan pada satuan komunitas desa dan satuan kawasan perdesaan dapat juga disinerjikan dengan pendanaan yang disediakan oleh program-program pembangunan skala besar yang cenderung top- down baik yang dilakukan oleh pemerintah, sektor swasta, maupun kelembagaan donor yang bekerjasama dengan pemerintah, swasta, maupun lembaga sawadaya masyarakat. Dengan demikian, pembiayaan pengelolaan dan pengembangan PTKLNPSL dapat bersumber dari pemerintah pusat APBN, pemerintah provinsi, kabupatenkota APBD, dan pemerintah desa dana alokasi desa. Dana yang bersumber dari pemerintah tersebut dapat disinerjikan dengan pendanaan yang bersumber dari kelembagaan sektor swasta, sektor non-pemerintah, dan kelembagaan donor yang melaksanakan program-program pembangunan di kawasan perdesaan tersebut dalam skala besar. Peranan pemerintah diberbagai hierarkhi diperlukan untuk merumuskan kebijakan untuk mensinerjikan berbagai sumber pendanaan dari pemerintah dan non-pemerintah dalam pengelolaan dan pengembangan PTKLNPSL.

6.4. Ikhtisar