Perkembangan dan Perubahan Sosial di Daerah Asal TKLN

78 Sumber: Data Ketenagakerjaan Disnakertrans Kabupaten Cianjur Diolah Untuk pengkategorian tingkat pertumbuhan TKLN juga digunakan data yang sama selain juga dimanfaatkan data dari Dinas Ketenagakerjaan dan Transmigrasi Kabupaten Cianjur. Kriteria penentuan tingkat pertumbuhan TKLN didasarkan pada jumlah pemberangkatan TKLN dari kecamatan tersebut pada setiap tahunnya. Tabel 4.2. Perkembangan Wilayah dan Pertumbuhan TKLN di Kecamatan Basis TKLN di Kabupaten Cianjur Pertumbuhan TKLN Perkembangan Wilayah Baik Kurang baik Tidak baik Tinggi Ciranjang Bojongpicung, Tanggeung Cibinong Sedang Sukanagara Cibeber, Pagelaran Cempaka Rendah Cianjur Warungkondang

4.3. Perkembangan dan Perubahan Sosial di Daerah Asal TKLN

Tingginya minat calon TKLN dari Kabupaten Cianjur dapat dipahami karena adanya persepsi calon TKLN tentang proses pemberangkatan yang mudah, murah, dan cepat. Persepsi ini telah dibangun sejak lama oleh para pihak yang berkepentingan terutama calopenyalur yang berada di daerah-daerah. Dengan persepsi seperti itu, para calo atau penyalur di daerah akan dengan mudah, murah, dan cepat mendapatkan calon-calon TKLN. Semakin banyak calon TKLN yang direkrut, maka insentif yang diperoleh semakin banyak. Padahal untuk dapat menjadi TKLN yang dapat bekerja di luar negeri haruslah melalui prosedur sebagaimana ditetapkan dalam Keputusan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Republik Indonesia Nomor 104 Tahun 2002 junto Keputusan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Republik Indonesia Nomor 22 Tahun 2008 tentang Penempatan Tenaga Kerja Indonesia ke Luar Negeri. Berbagai fenomena menarik kemudian muncul terkait dengan perkembangan TKLN di Kabupaten Cianjur terutama setelah pemberlakuan otonomi daerah. Fenomena tersebut meliputi beragam gejala penyimpangan rekruetmen yang menyalahi prosedur sampai dengan beragam permasalahan yang menimpa TKLN dari Kabupaten Cianjur. 79 Seberapa jauh mekanisme pemberangkatan, penempatan dan pemulangan TKLN sudah sesuai dengan peraturan yang ada, serta sejauh mana pula penyimpangan dalam proses ini terjadi beserta dampaknya terhadap calon dan TKLN purna dijelaskan berikut sesuai dengan tahapan-tahapannya pemberangkatan dan perpulangan. Keberangkatan . Proses pemberangkatan Tenaga Kerja Luar Negeri di wilayah Jawa Barat telah dijelaskan dalam buku Petunjuk Praktis tentang Penempatan TKI ke Luar Negeri yang dikeluarkan oleh Balai Pelayanan Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia BP3TKI. Namun demikian, praktik pemberangkatan calon tenaga kerja Indonesia dari Kabupaten Cianjur banyak yang keluar dari ketentuan-ketentuan dalam petunjuk praktis tersebut. Pola pemberangkatan calon TKLN di Kabupaten Cianjur secara umum dapat digambarkan dengan sistem rekruitmen yang berlaku sampai sekarang. Sistem rekruitmen calon Tenaga Kerja Luar Negeri di daerah ini memiliki keganjilan-keganjilan di beberapa bagian kegiatan rekruitmen. Keberangkatan warga Kabupaten Cianjur menjadi TKLN, khususnya dengan negara tujuan Arab Saudi, tercatat dimulai sejak tahun 1985. Sebagaimana dikemukakan oleh SJ 58 tahun, “Saya waktu itu berangkat tahun 1985, ada tiga orang. Dua orang dari sini, satu dari Sukabumi.” Pada tahun awal, jumlah warga yang diberangkatkan menjadi TKLN memang terbilang sedikit. TKLN yang diberangkatan antara lain mereka yang sebelumnya pernah bekerja di Arab Saudi disebut sebagai ex-Saudi yang pulang karena kontrak habis atau karena cuti; dan mereka yang belum sama sekali memiliki pengalaman menjadi TKLN namun ingin menjadi TKLN disebut non-Saudi. SJ 58 tahun mengalami enam kali keberangkatan dalam periode 1985-2003. 1. 1985: SJ berangkat melalui PT. MK dalam status tanpa suami cerai mati. Pada keberangkatan yang pertama ini, SJ sama sekali tidak dipungut biaya, semua biaya ditanggung oleh perusahaan. SJ hanya cukup menunjukkan KTP. SJ menjalani pelatihan bahasa Arab di perusahaan selama dua belas hari. Menjalani kontrak sebagai TKLN selama dua setengah tahun. Kembali ke Desa Kertajaya, Kecamatan Tanggeung karena kontrak habis dan berdiam selama tiga bulan. Dari pemberangkatannya ini, SJ dapat 80 memperbaiki bangunan rumahnya yang sebelumnya berdinding bilik menjadi tembok. 2. 1988: SJ kembali lagi ke Saudi dalam status tidak memiliki suami. Pada kepergian yang kedua ini SJ mendapat kesempatan untuk melaksanakan ibadah Haji untuk pertama kalinya. Namun setelah pergi Haji SJ sakit, sehingga diberhentikan oleh majikan. SJ hanya mendapat delapan bulan gaji karena gaji dipotong untuk berobat dan pergi Haji. SJ kembali ke Desa Kertajaya, Kecamatan Tanggeung. Pada awalnya SJ hanya akan dibayar empat bulan gaji. Namun karena SJ memiliki catatan sendiri mengenai catatan gaji yang sudah dibayar, maka SJ kembali ke Desa Kertajaya, Kecamatan Tanggeung dengan membawa gaji penuh delapan bulan. Karena nilai gaji yang dibawanya relatif kecil, kali ini SJ hanya dapat memanfaatkan pendapatannya untuk memenuhi keperluan sehari-hari. 3. 1998-2001: Setelah berdiam di kampung halaman selama sembilan tahun, SJ berangkat kembali ke Arab Saudi dengan sponsor, yakni AM 61 tahun dan langsung mengikuti pelatihan di BLK Cawang selama 12 hari. Di sinilah SJ bertemu dengan majikan yang baik hati yang membuatnya bertahan hingga masa kontrak lima tahun. SJ mampu pergi ibadah Haji untuk kedua kalinya. Pemberangkatan yang cukup lama membuat SJ mengantongi hasil yang lumayan besar sekitar 100 juta rupiah. Dari hasil kali ini, SJ dapat membangun rumahnya menjadi lebih luas dan sisanya digunakan untuk membeli petak sawah. 4. 2002: SJ berangkat tanpa melalui sponsor. SJ langsung menuju bandara. Meskipun paspor yang dimilikinya sudah habis masa berlakunya, namun SJ dapat berangkat dengan jaminan majikan yang berada di Arab Saudi. SJ sempat mengalami konflik majikan, yakni disiram dengan kopi, namun masalah tersebut dapat diselesaikan. SJ kembali ke Desa Kertajaya, Kecamatan Tanggeung karena cuti selama satu bulan. 5. 2003: SJ kembali ke Saudi dengan mengantongi paspor yang berlaku pada periode 2003-2008. Pada keberangkatan yang terakhir ini SJ difasilitasi oleh sponsor, AS 52 tahun. Namun SJ kembali mengalami konflik dengan 81 majikan. Akhirnya SJ mengundurkan diri dan kembali pada tahun 2004. Dan tidak kembali lagi karena memiliki suami. Kronologis lima kali pemberangkatan bekerja ke Arab Saudi yang dilakukan oleh SJ ini merupakan salah satu potret TKLN asal Kabupaten Cianjur. Gaji yang diperoleh selama 10 tahun menjadi TKLN diperuntukan untuk membeli perhiasan, membangun sebuah rumah permanen dan membeli 1000 meter persegi sawah terdiri dari tiga petak, yang hingga waktu wawancara masih diusahakan selama tiga musim dalam satu tahun dan menghasilkan sekitar 1 kwintal beras untuk setiap panen. Pihak yang paling berperan dalam kegiatan rekrutmen calon TKLN adalah pihak yang selama ini dikenal dengan sebutan calo, penyalur, atau rekruter. Rekrueter adalah orang yang diberikan kewenangan tugas perekrutan oleh Pelaksana Penempatan Tenaga Kerja Indonesia Swasta. Rekrueter dapat merekrut calon tenaga kerja di daerah apabila telah memiliki izin dari dinas atau instansi ketenagakerjaan kabupatenkota. Pemberian izin oleh dinas atau instansi ketenagakerjaan kabupatenkota hanya diberikan kepada orang yang telah mendapat rekomendasi dari BP3TKI. Orang-orang yang direkomendasikan oleh BP3TKI adalah mereka yang diajukan oleh Pelaksana Penempatan Tenaga Kerja Indonesia Swasta PPTKIS – di kalangan masyarakat pedesaan Cianjur dikenal hanya dengan sebutan PT. Apabila mengacu kepada ketentuan status rekrueter, maka yang selama ini merekrut calon tenaga kerja Indonesia dari Kabupaten Cianjur statusnya bukan rekruter. Hal ini diakui oleh Dinas Kependudukan dan Tenaga Kerja Kabupaten Cianjur yang belum pernah mengeluarkan izin untuk rekrueter. Tidak jelasnya status rekrueter calon tenaga kerja Indonesia di Kabupaten Cianjur membuat permasalahan-permasalahan yang menimpa TKLN dari wilayah ini semakin sulit diatasi. Sebagai contoh, bila ada masalah yang menimpa TKLN dari Kabupaten Cianjur, maka penelusuran tentang PPTKIS mana yang bertanggung jawab akan mengalami kesulitan. Permasalahan status rekrueter di Kabupaten Cianjur sulit dikendalikan. Hal ini dapat terjadi karena calon tenaga kerja Indonesia tidak memperhatikan status rekrueter tersebut. Padahal, permasalahan status rekrueter ini merupakan awal dari ketidakteraturan administrasi di instansi atau dinas ketenagakerjaan di tingkat kabupaten atau kota. 82 Seorang calon TKLN hanya baru dapat meninggalkan daerahnya apabila telah memiliki rekomendasi pembuatan paspor yang dikeluarkan oleh Dinas Kependudukan dan Tenaga Kerja Kabupaten Cianjur. Untuk mendapatkan rekomendasi pembuatan paspor tersebut, seorang calon tenaga kerja Indonesia harus melampirkan daftar nominasi kesehatan TKLN, hasil pemeriksaan kesehatan TKLN, dan sertifikat ketrampilan TKLN. Fenomena yang terjadi sampai sekarang ini adalah Dinas Kependudukan dan Tenaga Kerja Kabupaten Cianjur tidak pernah mengurus hal-hal yang terkait dengan rekomendasi pembuatan paspor. Semua calon tenaga kerja Indonesia yang berasal dari Kabupaten Cianjur dibawa oleh rekrueter ilegal ke Jakarta. Semua persyaratan calon TKLN akan diurus oleh rekrueter ilegal ini di Jakarta. Para calon TKLN ini cukup memiliki KTP asli dari kabupaten Cianjur. Pada periode awal keberangkatan TKLN 1985-2002, administrasi yang dikenakan kepada TKLN tidak begitu rumit. TKLN hanya cukup membawa KTP dan siap untuk diberangkatkan, mereka tidak dipungut biaya sama sekali. Umumnya mereka langsung berurusan dengan PPTKIS. Biaya angkut dari rumah hingga ke PT ditanggung oleh PT. Ketika mereka pulang, mereka menggunakan angkutan PT dengan membayar sebesar 300.000 rupiah dan sedikit uang untuk sopir dan polisi yang mengawal yang nilainya tidak ditentukan kecuali hanya berdasar kerelaan mereka. Seperti dikemukakan oleh SJ 58 tahun, “Saya waktu itu berangkat dibawa sama polisi dua orang langsung ke PT. Cuma disuruh nunjukkin KTP terus ditanya mau berangkat ga? Saya bilang mau. Berangkat dari sini jam delapan pagi sampe sana jam dua belas malem. Nggak dipungut biaya sama sekali, malah dikasih sama PT waktu pelatihan”. PPTKIS yang membawa SJ kemudian diketahui adalah PT. MK. Calon TKLN mengikuti pelatihan selama 12 hari atau selama-lamanya dua minggu. Materi pelatihan hanya mencakup baca, tulis dan bahasa Arab. Mulai tahun 2002, peraturan administrasi semakin ketat. Hal ini disebabkan banyaknya kasus yang dihadapi TKLN khususnya mereka yang terlantar karena ketidakjelasan alamat tinggal dan sponsor atau PPTKIS yang menanggung mereka. Selain membawa KTP, mereka juga harus memiliki surat jalan yang disahkan oleh Kantor Desa dan diketahui oleh Kecamatan, dengan lampiran 83 berupa pernyataan izin dari suami atau keluarga, Surat Nikah bagi yang sudah menikah dan Kartu Keluarga KK. Bagi mereka yang menggunakan jasa sponsor, biaya keberangkatan ditanggung oleh sponsor, yang kemudian dicatat sebagai utang. Utang tersebut dilunasi dengan potongan tiga bulan gaji pada Tahun 1985-2002 atau dua bulan gaji pada Tahun 2002-2007. Potongan gaji untuk membayar hutang kepada sponsor, didasarkan pada jumlah gaji yang diterima tiap bulan dan kurs jual mata uang gaji. Sponsor juga memberikan hadiah kepada TKLN dari potongan tiga bulan gaji tersebut. TKLN dapat memilih hadiah sesuai keinginan mereka, yang akan diberikan saat TKLN kembali ke daerah asal. Jika diuangkan hadiah ini senilai 500.000 rupiah, sedangkan jika berupa barang dapat berupa emas empat gram, sofa, spring bed, dan lain-lain. Contohnya SJ, wanita yang sudah tiga kali menjalankan ibadah Haji ini mendapatkan emas dan tempat tidur spring bed dari sponsor. Ketatnya administrasi, diikuti pula dengan semakin rumitnya materi pelatihan dan waktu pelatihan yang semakin lama. Mulai Tahun 2002 tersebut, TKLN dibekali dengan pelatihan Bahasa Arab, Bahasa Inggris, baby sitting, Matematika, dan memasak. Pelatihan harus dijalani selama tiga bulan untuk Non- TKLN dan dua setengah bulan untuk ex-TKLN. Proses dan sarana keberangkatan pun semakin baik. Mereka yang memanfaatkan jasa sponsor, biaya dan sarana keberangkatan ditanggung oleh sponsor. Sedangkan mereka yang tidak memanfaatkan jasa sponsor, dapat langsung ke PPTKIS dengan diantar suami atau keluarga dengan mengeluarkan biaya sebesar 600.000 rupiah hingga 1.500.000 rupiah. Begitu pula dengan sarana kepulangan TKLN yang juga sudah tertata dengan baik. Mereka yang memanfaatkan jasa angkut PPTKIS hanya mengeluarkan biaya untuk uang saku supir dan polisi. Dengan begitu, mereka sudah dijamin sampai rumah dengan selamat. Supir yang mengantar TKLN pun harus membawa rekening listrik bulan terakhir dari rumah TKLN yang diantarkan sebagai kelengkapan administrasi dan bukti bahwa TKLN yang dimaksud telah diantarkan sampai ke rumahnya. Kepulangan. Menjadi TKLN tidak lepas dari resiko. Berbagai masalah TKLN di Kabupaten Cianjur yang sebab awalnya berupa tidak adanya penertiban status rekruter sampai kepada proses pemulangan akhirnya menempatkan TKLN 84 sebagai pihak yang paling dirugikan. Berbagai masalah yang sering menimpa TKLN dari daerah ini adalah underpayment dibayar tidak sesuai standar, jam kerja lebih panjang, pelanggaran kontrak kerja, sakit, dan masalah dengan warga setempat, baik majikan tempat TKLN tersebut bekerja maupun warga sekitar tempat bekerja. Satu kasus yang menimpa TKLN dari Kecamatan Cibinong bernama AI. Konsulat Jenderal dari Arab Saudi datang langsung ke kantor Dinas Kependudukan dan Tenaga Kerja Kabupaten Cianjur dan mengabarkan bahwa kakaknya AI sesuai dengan dokumen TKLN telah meninggal dunia. Kakaknya AI ini ternyata masih hidup dan ada di daerah Kecamatan Cibinong. Setelah ditelusuri, ternyata setelah masa cuti kakaknya AI, dia tidak berangkat lagi ke Arab Saudi tetapi digantikan oleh adiknya yaitu AI. Jadi, bekerjanya AI di luar negeri menggunakan dokumen milik kakaknya. Permasalahan TKLN di Kabupaten Cianjur sebenarnya sudah diperhatikan oleh jajaran Pemerintah Daerah Kabupaten Cianjur dengan ditetapkannya Peraturan Daerah Kabupaten Cianjur Nomor 15 Tahun 2002 tentang perlindungan TKLN. Namun demikian, kasus yang menimpa AI menunjukkan bahwa peraturan saja tidak cukup tanpa diimbangi dengan komitmen dan pemihakannnya kepada TKLN oleh semua pihak yang berkepentingan terhadap TKLN stakeholders.

4.4. Peran Pemerintah, Swasta dan LSM