153 TKLN dalam berorganisasi mengambil keputusan atau pemberdayaan
politik. Hal ini dalam arti, pemberdayaan diterapkan dengan sebenarnya yang mempunyai lingkup mulai dari pengembangan kapasitas diri hingga
pada kemampuan memperoleh hak-hak perorangan dan kelompok mulai aras komunitas hingga masyarakat luas. Dimensinya mencakup beberapa
sendi, yang apabila dikaitkan dengan pemberdayaan tenaga kerja mulai dari sendi ekonomi, sosial hingga politik ekologi seperti hak-hak berserikat
danatau berorganisasi serta akses terhadap hak atas sumberdaya alam.
6.2.3. Prinsip-prinsip Penerapan Kebijakan PTKLNPSL
Usaha menguatkan kapasitas TKLN, saat ini bukanlah sebuah proses kosong. Telah banyak pihak yang berupaya dan memberi perhatian terhadap
proses tersebut meski hasilnya belum optimal. Dalam konteks tersebut, mengembangkan lebih lanjut usaha memberdayakan TKLN pada masa
mendatang tidak dapat lepas dari implementasi desentralisasi kebijakan. Proses yang secara teknis dikenal dengan pemberian otonomi untuk
mengambil keputusan sebagai sebuah usaha kebijakan dalam kerangka mendekatkan berbagai kebijakan publik kepada publiknya sendiri. Agar
prosesnya tidak kehilangan arah dan berdaya positif, maka dengan mendasarkan kepada hasil kajian di lapangan kemudian penelitian ini
merumuskan beberapa prinsip yang perlu menjadi perhatian.
1. Menentukan Pembiayaan Yang Melindungi TKLN
Pembiayaan dan perlindungan terhadap TKLN merupakan dua aspek yang tidak terpisahkan. Pembiayaan dalam pembahasan ini dimaknai
dalam konteks penentuan besaran dan penyediaan biaya bagi TKLN yang hendak bekerja ke luar negeri. Penentuan besaran biaya,
sebagaimana didapat dalam temuan kajian melibatkan kepentingan beragam stakeholders, mulai dari TKLN itu sendiri hingga pengguna
jasa mereka di negara tujuan bekerja. Dalam konteks inilah kemudian seharusnya perlindungan terhadap TKLN ditempatkan, artinya
pembiayaan yang berlaku perlu juga mempertimbangkan kepentingan TKLN karena proses bekerja ke luar negeri selain memberi peluang
154 bagi TKLN untuk berhasil dan dapat kembali ke daerah asal dengan
membawa devisa namun juga pada kenyataannya tidak sedikit yang menemukan masalah dan tidak dapat mencapai apa yang mereka
harapkan. Penetapan struktur pembiayaan penempatan TKLN dengan demikian
memerlukan sebuah standar. Dalam keberagaman daerah asal dan negara tujuan bekerja yang berdampak pada perbedaan biaya, maka
hal ini perlu dikembangkan secara partisipatif dan menjadi salah satu faktor tahap perencanaan yang dimulai dari proses monitoring dan
evaluasi kebijakan. Dengan demikian kerangka proses partisipasi yang dimaksud perlu dikembangkan dalam siklus penyusunan maupun
dalam pembuatan kebijakan. Hal yang perlu diperhatikan dalam pengembangan kebijakan
pembiayaan penempatan TKLN, bahwa proses tersebut ada karena munculnya tawaran untuk bekerja dari luar negeri, bukan karena
TKLN kita membentuk peluang kerja di luar negeri. Oleh karenanya, tawaran kerja dari luar negeri ini perlu menjadi pertimbangan utama.
Tanpa adanya hal tersebut tidak ada proses penempatan TKLN. Meski, dalam perkembangannya proses tawaran kerja dari luar negeri
itu kemudian menjadi sebuah cara masyarakat mengatasi kekurangan kesempatan kerja dan banyaknya pengangguran telah mendorong
banyak pekerja Indonesia yang mencari kerja di luar negeri. Bahkan, secara nasional kegiatan ini menjadi langkah strategis dalam rangka
mengatasi kelangkaan peluang bekerja dan pertambahan pengangguran di dalam negeri. Fenomena tersebut semakin
memperkuat kecenderungan meningkatnya jumlah mobilitas atau pengiriman TKLN.
Aliran TKLN memang tidak dapat dinafikan mengalirkan remitan yang menjadi sumber devisa bagi negara. Namun, proses itu dibayangi
oleh persoalan yang menimpa TKLN karena minim perlindungan sejak di dalam negeri, ketika bekerja di luar negeri, bahkan sampai
ketika mereka pulang ke daerah asal.
155 Pembiayaan penempatan TKLN yang mengandungi perlindungan
perlu ditelaah secara berimbang dalam dua sisi. Pertama, sisi perkembangan dalam konteks negara tujuan bekerja. Kedua, sisi
perkembangan ketenagakerjaan di dalam negeri sendiri. Dalam konteks negara tujuan bekerja, hal yang umum sering dijadikan
bahan kajian tentang pembiayaan penempatan TKLN adalah menelaah kelayakan besaran biaya penempatan sampai pada jenis komponen
biaya yang dibebankan kepada TKLN. Langkah kajian tersebut sangat baik. Akan tetapi belum sempurna, malahan apabila hasilnya tidak
mempertimbangkan kondisi biaya penempatan tenaga kerja asing di negara tujuan bekerja TKLN, boleh jadi hasilnya dapat menyesatkan.
Oleh karena merekomendasikan kebijakan struktur pembiayaan bisa jadi dapat membuat TKLN tidak dilirik oleh pemberi kerja di negara
tujuan bekerja akibat dinilai berbiaya tinggi dibanding tenaga kerja asing lain di negara tujuan bekerja. Akibatnya, tawaran kerja untuk
TKLN Indonesia dari negara tujuan penempatan menurun, sehingga menghilangkan peluang kerja yang semula ada.
Penelaahan struktur pembiayaan penempatan TKI yang tidak mempertimbangkan kondisi persaingan kerja tenaga kerja asing di
negara tujuan bekerja dapat juga menjerumuskan karena merekomendasikan biaya yang sangat murah. Akibatnya, permintaan
tenaga kerja dari negara tujuan bekerja TKLN terus meningkat tetapi mengandung resiko terjadinya permasalahan kerja yang tinggi. Sebuah
pembiayaan penempatan TKLN yang tidak mengandungi perlindungan kerja.
Dengan asas menemukan pembiayaan penempatan TKLN yang mengalirkan remitan dan mengandungi perlindungan kerja yang
memadai, perlu dipertimbangkan kekhasan negara tujuan bekerja. Dalam konteks perkembangan ketenagakerjaan dalam negeri, dapat
dilihat bahwa bila TKLN ketika bekerja tidak menghadapi masalah dan berhasil mengumpulkan uang di luar negeri, maka remitan yang
masuk sebagai devisa negara tidaklah sedikit. Namun, perlu juga
156 menjadi pertimbangan apakah kepastian penentuan biaya dan
besarannya memang layak dan tidak menyudutkan TKI. Dalam kata lain, perlu dikaji tentang kebenaran penentuan biaya dan besarannya
yang seharusnya berorientasi untuk melindungi TKI. Permasalahan dalam penetapan biaya penempatan TKI ini
memerlukan pemikiran dan penetapan bersama stakeholders para pemangku kepentingan. Berdasarkan kajian di lapang, diketahui
sistem penempatan TKI belum mengenal pendekatan direct-hiring. Prosesnya masih melalui sistem yang melibatkan PPTKIS dan
pengguna jasa TKLN di luar negeri. Oleh karenanya perlu menginisiasi forum pemangku kepentingan di dalam negeri yang
memperhatikan kekhasan daerah.
2. Membangun Proses Penempatan TKLN Sebagai Sebuah Sistem