Ikhtisar DESAIN KEBIJAKAN SISTEM PEMBERDAYAAN TKLN

186 pengembangan PTKLNPSL dalam suatu kawasan perdesaan. Oleh karena itu pendekatan pembiayaan untuk pengelolaan dan pengembangan PTKLNPSL dilakukan dengan pendekatan “wilayah” atau kawasan perdesaan. Pada skala mikro dengan berdasarkan pada RPJMD pemerintah kabupatenkota, provinsi, atau pusat menyediakan pembiayaan pembangunan masing-masing komunitas desa. Untuk memfasilitasi dan kontrol, pemerintah juga menyediakan pembiayaan di tingkat kecamatan. Pada skala makro, pemerintah kabupatenkota, provinsi, dan pusat menyediakan pembiayaan pembangunan pada satuan kawasan perdesaan. Secara finansial, pembiayaan pembangunan pada satuan komunitas desa dan satuan kawasan perdesaan dapat juga disinerjikan dengan pendanaan yang disediakan oleh program-program pembangunan skala besar yang cenderung top- down baik yang dilakukan oleh pemerintah, sektor swasta, maupun kelembagaan donor yang bekerjasama dengan pemerintah, swasta, maupun lembaga sawadaya masyarakat. Dengan demikian, pembiayaan pengelolaan dan pengembangan PTKLNPSL dapat bersumber dari pemerintah pusat APBN, pemerintah provinsi, kabupatenkota APBD, dan pemerintah desa dana alokasi desa. Dana yang bersumber dari pemerintah tersebut dapat disinerjikan dengan pendanaan yang bersumber dari kelembagaan sektor swasta, sektor non-pemerintah, dan kelembagaan donor yang melaksanakan program-program pembangunan di kawasan perdesaan tersebut dalam skala besar. Peranan pemerintah diberbagai hierarkhi diperlukan untuk merumuskan kebijakan untuk mensinerjikan berbagai sumber pendanaan dari pemerintah dan non-pemerintah dalam pengelolaan dan pengembangan PTKLNPSL.

6.4. Ikhtisar

Berdasarkan analisis desain yang dilakukan, maka, PTKLNPSL perlu dirancang untuk tujuan: 1 Mendorong upaya-upaya perbaikan dan pengelolaan sumberdaya alam dan lingkungan sesuai kapasitas ruang dan potensi desa; 2 Mendorong pembangunan ekonomi desa yang memiliki fokus sesuai kapasitas ruang dan potensi desa; 3 Memfasilitasi munculnya pusat-pusat pertumbuhan antar-desa; 4 Memberdayakan desa agar dapat menggali, mendayagunakan dan 187 melestarikan potensi-potensi yang ada untuk kemakmuran dan kesejahteraan masyarakat desa; 5 Mendorong usaha-usaha ekonomi rakyat yang memiliki jejaring yang kuat dengan basis dan potensi kawasan perdesaan dan mefasilitasi akses produksi usaha rakyat terhadap pasar; 6 Mengembangkan kapasitas manajemen usaha ekonomi rakyat dan kelembagaan keuangan mikro kawasan perdesaan; dan 7 Memfasilitasi penguatan partisipasi pemerintah desa dan kelembagaan masyarakat desa serta masyarakat dalam proses kebijakan publik lokal dalam kaitannya dengan pembangunan dan pengembangan kawasan perdesaan. Prinsip pengembangan PTKLNPSL berdasarkan proses stakeholders yang dilakukan, perlu menerapkan prinsip-prinsip sebagaimana di bawah ini: 1. “Partisipatif” , yakni proses PTKLNPSL yang diartikan sebagai suatu proses perencanaan partisipatif di aras mikro berupa profil dan program pembangunan komunitas desa yang dilakukan bersama masyarakat dengan melibatkan Pemerintahan, dan pemangku kepentingan lain, seperti lembaga swasta dan lembaga swadaya masyarakat; 2. “Keseimbangan”, prinsip ini dimaksudkan oleh stakeholder sebagai proses yang menyambungkan antara pembangunan di aras mikro Rural Community Based Development Program dan pembangunan di aras makro Local Governement Policies . Dalam mengimplementasikan Rural Community Based Development Program , perlu melibatkan pemerintah lokal dalam bentuk Local Government Policies, maupun pihak swasta; 3. “Keterkaitan”, yaitu prinsip yang menempatkan penempatan TKLN dalam dimensi sosial, ekonomi, dan ekologis. Prinsip ini menekankan pentingnya bahwa dalam PTKIPSL antara desa-desa pusat pertumbuhan dan desa-desa di sekitarnya yang mendukung pusat pertumbuhan tersebut memiliki “ikatan” satu sama lain sebagai suatu local society, yang secara sosial ekonomi memiliki keterkaitan dalam konteks struktur sosial dan kultural; dan secara ekologis diantara kelompok-kelompok memiliki pola adaptasi ekologi dalam menghadapi dinamika dan perubahan sosial ekonomi; 4. “Sinergis”, prinsip ini menurut stakeholder dalam diskusi perlu dibangun antar-kelembagaan dan antar-sektor pembangunan. Artinya, dalam 188 pengembangan PTKLNPSL perlu dilakukan upaya-upaya yang mensinerjikan kekuatan-kekuatan antara public sector, private sector, dan participatory sector, sedangkan di dalam pengembangan PTKLNPSL perlu difasilitasi pemerintah, agar terjadi sinerji antar-sektor pembangunan dan antar-institusi pemerintah dalam bentuk rencana pembangunan daerah jangka menengah; dan 5. “Transparansi”. Stakeholder dalam proses diskusinya mensyaratkan adanya prinsip transparansi dalam pengembangan PTKLNPSL. Proses pengembangan PTKLNPSL dilaksanakan dengan semangat keterbukaan sehingga seluruh warga komunitas pedesaan dan pemangku kepentingan lainnya memiliki akses yang sama terhadap informasi tentang rencana dan pengembangan PTKLNPSL. Pengembangan kelembagaan PTKLNPSL perlu mempertautkan antara potensi dan aktivitas unggulan desa-desa pusat pertumbuhan dengan desa-desa sekitarnya yang mendukung potensi dan aktivitas unggulan. Oleh karena itu, pengembangan kelembagaan dalam PTKLNPSL yang diarahkan pada penguatan kapasitas kelembagaan dalam komunitas, antar-komunitas, dan aksesibilitas terhadap kelembagaan pelayanan, keuangan dan pendanaan publik. Kebijakan tersebut difokuskan kepada proses pembelajaran partisipatif yang diarahkan untuk menghasilkan aksi bersama kolektif yang produktif oleh kelembagaan pemerintahan desa, badan permusyawaratan desa, lembaga kemasyarakatan ini, seperti kelembagaan usaha ekonomi kecil, badan usaha milik desa, dan koperasi. Kebijakan penguatan kapasitas masyarakat komunitas mantan TKLN dilakukan untuk meningkatkan kemampuan kolektif komunitas sehingga warga komunitas mampu berpartisipasi dalam pelaksanaan PTKLNPSL dan mampu berperanserta dalam jejaring kerjasama dalam PTKLNPSL. Secara geografis, penguatan kapasitas masyarakat pedesaan difokuskan pada komunitas-komunitas mantan TKLN yang berdiam di perdesaan terpencil, tertinggal, daerah pesisir, di dalam dan sekitar hutan, kawasan pertambangan, kawasan industri, dataran tinggi, dan di daerah aliran sungai DAS. Oleh karena itu, penguatan kapasitas masyarakat dalam PTKLNPSL adalah peningkatan kapasitas TKLN untuk menumbuhkan peranserta dan kemandirian sehingga masyarakat baik di tingkat 189 individu, kelompok, kelembagaan, maupun komunitas memiliki tingkat kesejahteraan yang jauh lebih baik dari sebelumnya, memiliki akses pada sumberdaya alam dan kebijakan, memiliki kesadaran kritis, mampu melakukan pengorganisasian dan kontrol sosial dari segala aktivitas pembangunan komunitas perdesaan. Pada aras makro, kebijakan untuk memperkuat hubungan difokuskan kepada upaya-upaya untuk memberikan insentif-insentif kelembagaan berupa kebijakan dari pemerintah pusat dan lokal provinsi dan kabupaten untuk menciptakan ruang bagi masyarakat untuk berpartisipasi. Proses-proses kebijakan ini lebih banyak dilakukan oleh pemerintah pusat dan lokal provinsi dan kabupaten. Pada aras mikro, proses kebijakan yang dirumuskan difokuskan pada upaya meningkatkan kapasitas kelembagaan melalui implementasi program-program pemberdayaan dan peningkatan partisipasi warga komunitas. Secara institusional, program-program pemberdayaan dan peningkatan partisipasi komunitas perdesaan tersebut adalah untuk memperkuat kelembagaan lokal, seperti kelembagaan kelompok tani sehamparan dan kelembagaan koperasi sebagai mitra pemangku kepentingan lainnya dalam kerangka kerjasama dan kesetaraan. Sebagus apapun kelembagaan yang akan dibangun, pada akhirnya semuanya terpulang kepada mekanisme pembiayaan yang berkelanjutan guna mendukung keberlanjutan kelembagaan dimaksud. Terkait dengan penyediaan dana ini, maka pembiayaan yang dapat dikembangkan tidak dengan cara membebani TKLN Indonesia baik langsung maupun tidak langsung, akan tetapi dengan upaya penggalian dana bersama dan memanfaatkan dari sumber-sumber luar seperti pendanaan dari negara donor berupa hibah dan sejenisnya. Mekanisme lain yang mungkin ditempuh adalah dengan adanya anggaran dari APBN sehingga dana yang ada merupakan bentuk transfer payment dari satu kelompok masyarakat pembayar pajak kepada TKLN yang memanfaatkan fasilitas kelembagaan ini. Adapun peluang sumber dana dari pelaksanaan program tersebut antara lain adalah: 1 APBNAPBD; 2 Dana Perlindungan US 15 per TKLN; 3 Remitansi; 5 Donatur dari Masyarakat RI di luar negeri; 6 Komunitas TKLN.

Bab 7 KESIMPULAN DAN SARAN

7.1. Kesimpulan

Berdasarkan uraian dalam bab-bab sebelumnya, maka kesimpulan umum dari penelitian ini ada di dalam dua tataran, yaitu tataran teori dan temuan rancangan kebijakan. Kesimpulan-kesimpulannya sebagai berikut: 1 Secara teoritis, hubungan sebab dan akibat kualitas sumberdaya alam dan lingkungan permukiman daerah asal terkait dengan pemberdayaan TKLN berbeda dengan sebelumnya. Peran migrasi TKLN dalam perbaikan kualitas sumberdaya alam dan lingkungan permukiman daerah asal yang semula masih didominasi pandangan lama bahwa salah satu sebab migrasi adalah degradasi sumberdaya alam, sekarang pandangan tersebut disempurnakan, migrasi TKLN dapat juga membawa remitan sosial dan ekonomi ke daerah asal yang bisa menjadi dasar pengelolaan dan perbaikan kualitas sumberdaya alam dan lingkungan permukiman daerah asal. Oleh karena kondisi lingkungan permukiman daerah asal dan sumberdaya alam daerah asal yang tidak mampu mendukung kehidupan layak menjadi pendorong migrasi. Penelitian ini menemukan bahwa aliran kepulangan tenaga kerja dari luar negeri selain dapat menjadi faktor pembawa perubahan kondisi sosial ekonomi daerah asal, juga dapat menjadi sarana peningkatan upaya kualitas sumberdaya alam dan lingkungan permukiman daerah asal. Hal ini disebabkan bukan hanya karena TKLN yang pulang mempunyai wawasan baru akibat melihat “dunia lain” dan aliran remitan sebagai hasil migrasi dari bekerja di luar negeri, tetapi akibat adanya “inovator” di kalangan warga daerah asal yang memanfaatkan aliran TKI ini yang sekaligus memperbaiki lingkungan permukiman daerah asal dan sumberdaya alam daerah asal. Dengan demikian, studi mengenai kaitan migrasi internasional, khususnya pemberdayaan TKLN dengan perbaikan kualitas sumberdaya alam ini terbukti menjadi semakin penting. Oleh karena hasil kajian menguatkan kesimpulan teori, bahwa migrasi sebenarnya selain menjadi akibat kualitas sumberdaya alam dan lingkungan