Saran KESIMPULAN DAN SARAN

192

7.2. Saran

Pada tataran kebijakan, kajian ini mendorong dilaksanakannya upaya membangun kapasitas kelembagaan pengembangan daerah asal pemberangkatan TKLN yang mengindahkan wawasan sosial, ekonomi dan ekologi lokal. Secara khusus implikasi kebijakan dari kajian ini adalah: 1 Kedepan, pembangunan daerah asal pemberangkatan TKLN perlu memberi tempat pada partisipasi masyarakat akar rumput khususnya mantan TKLN. Kebijakan ini, bila diterapkan, dapat mendorong terintegrasikannya pemahaman ekologis yang khas pada setiap daerah ke dalam perencanaan pembangunan daerah tersebut. Hal ini menjadi penting mengingat sangat beragamnya kondisi ekologis yang terdapat di berbagai daerah di Indonesia yang tentunya perlu didekati dengan kebijakan pembangunan yang juga beragam. Pemerintah kedepan perlu memetakan berbagai jenis kondisi lingkungan yang ada di Indonesia. Daerah asal pemberangkatan TKLN perlu dikenali berdasarkan kondisi sosial, budaya dan geografisnya, apakah perdesaan terpencil, tertinggal, daerah pesisir, di dalam dan sekitar hutan, kritis dan rawan bencana alam dan sosial, adat dan tradisional, kawasan pertambangan, kawasan industri, dataran tinggi, ataukah di daerah aliran sungai DAS, semuanya memerlukan pendekatan yang khas. Pemahaman yang baik atas kondisi-kondisi tersebut serta pengintegrasiannya pada perencanaan pembangunan dapat menghasilkan sebuah upaya pembangunan kawasan yang berwawasan lingkungan dan memberdayakan masyarakat lokal, khususnya eks-TKLN. 2 Konsekuensi dari kebijakan pertama tersebut, upaya meningkatkan peran serta masyarakat di daerah asal TKLN tersebut perlu dibukakan jalannya dengan proses pemberdayaan melalui pendistribusian kekuasaan atau power-sharing dari pemerintah kepada masyarakat di daerah asal TKLN yang belum dapat berpartisipasi. Berkaca pada struktur dan kultur masyarakat di lokasi kajian, maka agar proses peningkatan kapasitas masyarakat melalui upaya-upaya pemberdayaan berjalan tanpa menimbulkan pertentangan atau konflik, perlu disediakan landasan kebijakan-kebijakan oleh pemerintah daerah yang melakukan upaya 193 pemberdayaan warga komunitas perdesaan dalam semangat pengembangan kawasan yang berasaskan pemberdayaan dan ekologis. 3 Konsekuensi selanjutnya, perlu dilakukan upaya memperkuat kapasitas aparatur pemerintahan, khususnya di daerah, agar dapat mendukung kerangka pemberdayaan tersebut di atas serta dapat mengelola pendistribusian kekuasaan yang diterima dari pemerintahan di atasnya menjadi semangat bagi pengembangan kawasan daerah asal pemberangkatan TKLN yang tidak hanya saja berwawasan sosial dan ekonomi tetapi juga memiliki semangat pemanfaatan sumberdaya alam dan lingkungan permukiman yang berkelanjutan. Ke depan perlu dirancang upaya upaya pelatihan yang dapat mengarahkan aparat pemerintahan untuk menjadi pendamping masyarakat, khususnya eks-TKLN, agar dapat menjadi inovator bagi komunitas di sekitarnya dalam pengembangan kapasitas mereka sehingga dapat berperan dalam pengembangan kawasan tempat tinggal mereka. Upaya penguatan kapasitas aparatur pemerintahan ini perlu mendapat tempat dalam pengaturan yang resmi sehingga bisa menjadi dasar bagi pembiayaan dalam pelaksanaannya. 4 Dalam upaya meningkatkan perlindungan kepada calon TKLN, TKLN dan keluarganya, maka peranan sponsor perlu mendapat perhatian dalam pembuatan regulasi yang berkaitan dengan penempatan TKLN. 5 Berkaitan dengan muatan-muatan yang tertuang dalam regulasi Undang- undang Nomor 39 Tahun 2004 tentang Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia ke Luar Negeri yang lebih condong mengatur penempatan TKLN dan sangat lemah terhadap perlindungan bagi mereka serta belum mengatur pemberdayaan eks-TKLN, maka diperlukan revisi dan revitalisasi total terhadap Undang-undang Nomor 39 Tahun 2004 agar penyelenggaraan penempatan dan perlindungan bagi calon TKLN, TKLN, eks-TKLN dan keluarganya dapat dilaksanakan secara optimal. 6 Berbagai proses yang berjalan mulai dari perekrutan, pelatihan, pemberangkatan, perpulangan hingga pengiriman remitan ke daerah asal sepatutnya dapat didokumentasikan dengan baik sehingga dapat menjadi pembelajaran bagi pengembangan upaya perlindungan TKLN ke depan 194 serta dapat menjadi dasar bagi upaya pengembangan sistem monitoring penempatan dan perlindungan TKLN. 7 Proses pengembangan kelembagaan TKLN bagi perbaikan kualitas sumberdaya alam dan lingkungan permukiman di daerah asal ke depan perlu dikembangkan beriring dengan pengembangan kapasitas individu TKLN itu sendiri sehingga pada gilirannya nanti, upaya yang dilaksanakan dapat membuahkan keberdayaan bagi individu TKLN melalui proses yang diikutinya. Upaya ini, dengan menerapkan prinsip partisipasi pada arti sebenarnya dapat menjaga agar individu TKLN tidak terpinggirkan dari proses yang turut dibangunnya tersebut dan tidak hanya dipandang sebagai tenaga kasar untuk mengurangi biaya pembangunan semata. DAFTAR PUSTAKA Adams, R.H. Jr. dan J. Page. 2003. International Migration, Remittances And Poverty In Developing Countries . World Bank Policy Research Working Paper 3179. December. Washington, D.C. Azam, J. P. dan F. Gubert. 2002. Those In Kayes: The Impact Of Remittances On Their Recipients In Africa . Document De Travail DIALUnite de Recherche CIPRE. DT200211. Abidin, Andi Zainal, 1982. The Migration of the People of South Sulawesi in the Pacific Region . The Indonesia Quarterly. Vol.X No.2. Anonim. 2007. Monografi Desa Kertajaya 2006. Bappeda Kabupaten Cianjur. 2007. Cianjur Dalam Angka 2006. Bappeda Provinsi Jawa Barat. 1999. Jawa Barat Dalam Angka 1998. Cassels, S., Curran dan Kramer R., 2005. Do Migrants Degrade Coastal Environments? Migration, Natural Resource Extraction and Poverty in North Sulawesi, Indonesia . Human Ecology. Vol. 33, No. 3, June. Cassen. Robert ed. Population and Development: Old Debates, New Conclusions. New Brunswick USA dan Oxford UK: Transaction Publishers. Castles, S. 1998. Globalization and Migration: Some Pressing Contradiction. UNESCO. Oxford: Blackwell Publisher. Chamber. R. 1982. Pembangunan Desa: Mendahulukan yang Terakhir. Jakarta LP3ES. Cordoba, L. E. 2004. Globalization, Migration, And Development: The Role Of Mexican Migrant Remittances. Mimeo. The Inter-American Development Bank. Washington, D.C. Connel, D.W. dan G.J. Miller. 1995. Kimia dan Ekotoksiologi Pencemaran. Penerbit Universitas Indonesia UI Press. Jakarta. Conyers, D. 1987. Perencanaan Sosial di Dunia Ketiga. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta. Djajadiningrat, S. T. 1997. Konsep Produksi Bersih Dalam Industri Kaitannya Dengan ISO 14000 Serta Strategi Implementasinya . Jurnal Ekonomi Lingkungan Edisi VII. Desember 1997. Drucker, Peter F. 1993. Post-Capitalist Society. New York. NY: Harper Business. Erningpraja, Luqman. 2001. Rancang Bangun Model Produksi Bersih Kebun Kelapa Sawit. Program Pascasarjana. IPB. Fiol, C Mariene dan Marjorie A. Lyles. 1985. Organizational Learning, Academy of Management Review. October. Flood, Robert L., dan Jackson, Michael C., 1991. Creative Problem Solving, Total Systems Interventions . John Wiley Sons, Chicester, England. Forrester Jay. Principles Of Systems. Wright-Allen Press, Inc. Massachusetts, 1968. Gardner, K. 1995. Global Migrants, Local Lives, Travel and Transformation in Rural Bangladesh . Oxford: Clarendon Press. Gravin, David A. 1993. Building the Learning Organization. Harvard Business Review. July-August: 78 - 92. Gunawan, Memed dan Erwidodo. 1993. Urbanisasi dan Pengurangan Kemiskinan Kasus Migrasi Desa-Kota di Jawa Barat. Prisma No.2 Tahun XII. Jakarta: LP3ES. Haeruman, H. 1999. Kebijakan Pengelolaan Danau dan Waduk Ditinjau dari Aspek Tata Ruang Lake and Reservoir Management Policy Based on The Space Allocation Aspect. Semiloka Nasional Pengelolaan dan Pemanfaatan Danau dan Waduk. Kerjasama PPLH-IPB dengan Ditjen Bangda Depdagri. Ditjen Pengairan dan Kontor Kementerian Negara Lingkungan Hidup. Bogor, 30 November 1999. Hovmand, Peter, dan Levine, Ralph. 2000. The Concept of Change: A Review of General System Theory, Chaos Theory and System Dynamics . Disajikan dalam System Dynamic Society Conference. Bergen. August, 14 – 16, 2000. International Labour Office. 1986. Economically Active Population 1950-2025. Geneva: ILO. King, R. ed. 1986. Return Migration and Regional Economic Problems. London- Sydney-Dover: Croom Helm. Kolopaking, L.M. 2000. International Migration and the Development of the Sending Region in Java. PhD Thesis Submitted to University Sains Malaysia. Komite Nasional Pengelolaan Ekosistem Lahan Basah KNPELB. 2004. Strategi Nasional dan Rencana Aksi Pengelolaan Lahan Basah Indonesia. Kementerian Lingkungan Hidup. Jakarta. Korten. David C. Menuju Abad ke-21 Tindakan Sukarela dan Agenda Global. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia dan Pustaka Sinar Harapan. Kuhre, W. Lee. 1996. Sertifikasi ISO 14001: Sistem Manajemen Lingkungan. Prenhallindo. Jakarta. Kumurur, V.A. 2002. Aspek Strategis Pengelolaan Danau Tondano Secara Terpadu. EKOTON Vol. 2 No. 1: 73-80. April 2002. Universitas Sam Ratulangi. Manado. Leonard-Barton, Dorothy. 1995. Wellsprings of Knowledge: Building and Sustaining the Source of Innovations . Harvard Business School. Boston. Lincoln, R.J., B. Shall, dan G.A. Clark. 1984. A Dictionary of Ecology Evolution and Systematics. Reprinted Cambridge University Press. Melbourne. Australia. Lucas, R.E.B. dan O. Stark. 1985. Motivations to Remit: Evidence from Botswana. Journal of Political Economy. 935: 901-918. Lutz, W., Prskawetz, A., and Sanderson, W. C. eds., Population and Environment: Methods of Analysis . New York: Population Council. Maani, Kambiz dan Robert Y. Cavana. 2000. System Thinking and Modeling. New Zealand: Prentice Hall. Massey, D.S. 1993. Theories of International Migration: A Review and Appraisal. Population and Development Review. Vol.19. No.3. ------------------1990. Social Structure, Household Startegies and Cummulative Causation of Migration . Population Index 56. Naim, Mochtar, 1984. Merantau, Pola Migrasi Suku Minangkabau, Yogyakarta: Gadjahmada University Press. Naipul, V.S. 1987. The Enigma of Arrival. London: Penguin. Nelson, A., dan K.D. Nelson. 1973. Dictionary and Water Engineering. Butterwarths. London. Nonaka, Ikujiro dan Takeuchi Hirotika. 1995. The Knowledge Creating Company, How Japanese Create The Dynamic of Innovation . Oxford University Press. New York-Oxford. Nugent, Jeffrey B. dan Pan A.Yotopaulos. 1988. Ilmu Ekonomi Pembangunan Ortodoks berhadapan dengan Dinamika Konsentrasi dan Marginalisasi. dalam Korten, D.C. dan Sjahrir. Pembangunan Berdimensi Kerakyatan. Jakarta. Yayasan Obor Indonesia. Odum, E.P. 1993. Fundamental of Ecology. Saunders dan Toppan. Tokyo. Ostrom, E. 2002. The Drama of The Commons. National Research Council. USA. O’Connor, Joseph Mc Dermott Ian. 1997. The Art of Systems Thinking. Thorsons, San Francisco. Papademetriou, Demetrios G. dan Philip L. Martin ed.. 1991. The Unsettled Relationship: Labor Migration and Economic Development . New York: Greenwood Press. Pasmore, William A. 1994. Creating Strategic Change: Design the Flexible, High Performing Organization . John Wiley Sons, Inc. USA. Payne, A. I. 1986. The Ecology of Tropical Lakes and Rivers. John Wiley and Sons. Singapore. PKSPL-IPB. 2001. Identifikasi Masalah Pola Pergeseran Sistem Pengelolaan dari Rezim Sentralistik kepada Otonomi Daerah. Departemen Kelautan dan Perikanan RI. Jakarta. Pooley, Coolin G. and Whyte, Ian ed. 1991. Migrants, Emigrants, and Immigrants A Social History of Migration . London and New York: Routlegde. Pomeroy, R.S., 1994. Traditional Institution and Sustainable Management of Marine Resources in Southeast Asia. University of The South Pacific, Suva, Fiji. Pucik, Vladimir. Noel M. Tichy dan Carole K.Barnett ed, 1993. Globalizing Management: Creating and Leading the Competitive Organization . New York, NY: John Wiley and Sons, Inc. Saad, S. 2003. Politik Hukum Perikanan Indonesia. Dian Pratama. Jakarta. Satria, A., A. Umbari, A. Fauzi, A. Purbayanto, E. Sutarto, I. Muchsin, I. Muflikhati, M. Karim, S.Saad, W. Oktariza, Z. Imran. 2002. Menuju Desentralisasi Kelautan. Kerjasama Pusat Kajian Agraria IPB, Partnership for Governance Reform in Indonesia. PT. Pustaka Cidesindo. Jakarta. Senge, Peter M. 1990. The Fifth Discipline, The Art Practic of Learning Organization . Doubleday Currency. New York. USA. Setiawan, B. 2003. Konsep Dasar dan Prinsip-prionsip Pengelolaan Lingkungan. Makalah disampaikan dalam Seminar Penyusunan Pedoman Mekanisme Kerjasama Pengelola Lingkungan Antar Daerah. 10 Juli 2003. Kementerian Negara Lingkungan Hidup. Jakarta. Sjahrir, Kartini. 1989. Migrasi Tukang Bangunan: Beberapa Faktor Pendorong. Prisma. No.5 Tahun XIII. Jakarta: LP3ES. Smith, Douglas K. 1996. Taking Charge of Change. Addison Wesley, Inc. USA. Soemarwotot, O. 1985. Ekologi, Lingkungan Hidup dan Pembangunan. Suhrke, Astri. Environmental Degradation and Population Flows. Journal of International Affairs. Vol 47, No. 2, Winter 1994. Sumardjo dan Saharuddin. 2003. Modul Metode-metode Partisipatif dalam Pengembangan Masyarakat . Jurusan Ilmu-ilmu Sosial Ekonomi. MPM-IPB. Bogor. Supriatna, J., A. Sanjaya, I. Setiawati dan M. R. Syahrizal. 2000. Ekowisata Sebagai Usaha Pemanfaatan yang Berkelanjutan di Kawasan Lindung. Makalah disampaikan dalam Workshop Komisi Koordinasi Pemanfaatan Obyek Wisata Alam. Balikpapan, 6-8 Maret 2000. Balikpapan: Departemen Kehutanan. Sutomo, Hedi. Model Lain Transformasi Sektoral di Indonesia. 1995. Prisma. Tahun XXIV No. 10 Jakarta. LP3ES. Tamrin, K. M. 1987. Orang Jawa di Selangor Penghijrahan dan Penempatan 1880- 1940 , Kuala Lumpur: Dewan Bahasa dan Pustaka Kementerian Pelajar Malaysia. United Nations Environment Programme. 2000. Planning and Management of Lake and Reservoirs: An Integrated Approach to Etrophication . USA. United Nations High Commissioner for Refugees UNHCR. 1993. The State of the Worlds Refugees: The Challenges of Protection. New York: Penguin Books. United Nations Secretariat. 2006. International Migration And The Achievement of MDGs in Africa . International Symposium On International Migration And Development. Turin: Population Division Economic Commission for Africa Sustainable Development Division. Yang, D. 2004. International Migration, Human Capital, And Entrepreneurship: Evidence From Phillippine Migrants’s Exchange Rate Shocks. Mimeo. Ford School of Public Policy, University of Michigan, Ann Arbor. Analisis Isi Peraturan Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia ke Luar Negeri TKLN No. Perundangan Peraturan Pengaturan Mengenai Pengaturan Aspek yang Diatur Penandatangan Dalam Negeri Luar Negeri 1 Undang – Undang Republik Indonesia Nomor 39 Tahun 2004 Penempatan Dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia Di Luar Negeri − Ketentuan Umum diatur dalam Bab I yang terdiri atas Pasal 1 hingga Pasal 4 − Tugas, Tanggung Jawab Dan Kewajiban Pemerintah diatur dalam Bab II terdiri atas Pasal 5 hingga Pasal 7 ƒ Tugas, tanggung jawab dan kewajiban Pemerintah dalam mengatur, membina, melaksanakan dan mengawasi penyelenggaraan penempatan dan perlindungan TKI di luar negeri. Tertuang dalam Pasal 5 hingga Pasal 7 − Hak Dan Kewajiban TKI diatur dalam Bab III terdiri atas Pasal 8 hingga Pasal 9 ƒ Hak dan Kewajiban bagi TKI selama bekerja di luar negeri tertuang dalam Pasal 8 dan Pasal 9 − Pelaksanaan Penempatan TKI Di Luar Negeri diatur dalam Bab IV terdiri atas Pasal 10 hingga Pasal 26 ƒ Pelaksanaan penempatan TKI di luar negeri, baik yang diatur oleh pemerintah maupun pelaksana penempatan TKI swasta. Tertuang dalan Pasal 10 dan Pasal 11 ƒ Pemerintah juga mengatur pelaksana penempatan TKI swasta dalam memperoleh izin berupa SIPPTKI dari menteri. Tertuang dalam Pasal 12 Sekretaris Negara Republik Indonesia BAMBANG KESOWO ƒ Ketentuan untuk memperoleh SIPPTKI, perpanjangan izin SIPPTKI dan Pencabutan izin SIPPTKI diatur oleh pemerintah tertuang dalam Pasal 12 hingga Pasal 18 − Tata Cara Penempatan TKI diatur dalam Bab V terdiri atas Pasal 27 hingga Pasal 76 ƒ Penempatan TKI diatur oleh Pemerintah tertuang dalam Pasal 27 hingga Pasal 30 ƒ Kegiatan Pra Penempatan TKI di luar negeri tertuang dalam Pasal 31 meliputi: 1. Pengurusan SIP 2. Perekrutan dan seleksi 3. Pendidikan dan pelatihan kerja 4. Pemeriksaan kesehatan dan psikologi 5. Pengurusan dokumen 6. Uji kompetensi 7. Pembekalan akhir Pemberangkatan PAP; dan 8. Pemberangkatan ƒ Penjelasan dari Pasal 31 dapat di lihat pada Pasal 32 hingga Pasal 54 ƒ Perjanjian kerja antara Pengguna dan TKI diatur dalam Pasal 55 hingga Pasal 69 ƒ Masa tunggu di penampungan dan perlakuan yang diterima TKI selama di penampungan tertuang dalam Pasal 70 ƒ Masa penempatan TKI dan pelaksanaannya tertuang dalam Pasal 70 dan Pasal 72 ƒ Purna Penempatan TKI diatur dalam pasal 73 hingga Pasal 75 ƒ Purna Penempatan antara lain mengatur kepulangan TKI terjadi karena : 1 Berakhirnya masa perjanjian kerja 2 Pemutusan hubungan kerja sebelum masa perjanjian kerja berakhir 3 Terjadi perang, bencana alam atau wabah penyakit di negara tujuan 4 Mengalami kecelakaan kerja yang mengakibatkan tidak bisa menjalankan pekerjaannya lagi 5 Meninggal dunia di negara tujuan 6 Cuti 7 Dideportasi oleh pemerintah setempat ƒ Pembiayaan pelaksanaan penempatan bagi calon TKI tertuang dalam Pasal 76 − Pengaturan Perlindungan TKI diatur dalam Bab VI terdiri atas Pasal 77 hingga Pasal 84 − Penyelesaian perselisihan TKI dengan pelaksana penempatan TKI swasta diatur dalam Bab VII terdiri atas Pasal 85 − Pembinaan TKI diatur dalam Bab VIII terdiri atas Pasal 86 hingga Pasal 91 ƒ Pemerintah melakukan pembinaan terhadap segala kegiatan yang berkenaan dengan penyelenggaraan Penempatan dan Perlindungan TKI di luar negeri tertuang dalam Pasal 86 ƒ Pembinaan yang dilakukan Pemerintah tertuang dalam Pasal 87 meliputi : a Informasi b Sumber daya manusia c Perlindungan TKI ƒ Penjelasan dari Pasal 87 dapat dilihat pada Pasal 88 hingga Pasal 91 − Pengawasan terhadap penyelenggaraan penempatan dan perlindungan TKI di luar negeri dilakukan oleh Pemerintah melalui instansi terkait. Pengawasan tersebut diatur dalam Bab IX yang terdiri atas Pasal 92 dan Pasal 93 − Pemerintah membentuk Badan Nasional Penempatan dan Perlindungan TKI agar fungsi pelaksanaan kebijakan di bidang penempatan dan perlindungan TKI di luar negeri secara terkoordinasi dan terintegrasi. Hal tersebut diatur dalam Bab X yang terdiri atas Pasal 94 hingga Pasal 99 − Sanksi Administrasi bagi pelanggar undang- undang diatur dalam Bab XI yang terdiri atas Pasal 100 − Penyidikan diatur dalam Bab XII dijelaskan dalam Pasal 101 − Ketentuan Pidana diatur dalam Bab XIII terdiri atas Pasal 102 hingga Pasal 104 − Ketentuan Lain-lain dalam Undang-undang ini diatur dalam Bab XIV terdiri atas Pasal 105 dan Pasal 106 − Ketentuan Peralihan diatur dalam Bab XV terdiri atas Pasal 107 dan Pasal 108 − Ketentuan Penutup dan mulai berlakunya Undang – Undang diatur dalam Bab XVI Pasal 109 2 Memorandum Of Understanding Between The Department Of Manpower And Transmigration Of The Republic Of Indonesia And The Ministry Of Labor Of The Republic Of Korea The Sending Of Workers To The Republic Of Korea Under The Employment Permit System − Paragraph 1. Purpose menjelaskan Memorandum Of Understanding MOU bertujuan untuk membangun kerangka kerja yang nyata antara Departemen Tenaga Kerja dan Transmigrasi Repulik Indonesia The Departement of Manpower and Transmigration of The Republic Indonesia DMT dan Kementerian Tenaga Kerja Republik Korea The Ministry of Labor of the Republic of Korea MOL untuk meningkatkan transparansi dan efisiensi dalam proses pengiriman TKI ke Republik Korea. − Paragraph 2. Definition menjelaskan Definisi dari istilah-istilah pada MOU ini. − Paragraph 3. Sending Agency mengatur dan menjelaskan bahwa Departemen Tenaga Kerja dan Transmigrasi Republik Indonesia menunjuk Direktorat Jenderal Penempatan dan Pengembangan Tenaga Kerja Indonesia di Luar Negeri Directorate General of Placement and Development of Indonesian Overseas Workers PDIOW sebagai Agen utama yang bertanggung jawab dalam melakukan rekrutmen, seleksi dan pengiriman TKI ke Republik Korea. Minister of Manpower and Transmigration of The Republic of Indonesia ERMAN SUPARNO and Minister of Labor of The Republic of Korea LEE SANG-SOO − Paragraph 4. Sending Fee mengatur dan menjelaskan besarnya biaya pengiriman yang dikeluarkan PDIOW dalam melakukan rekrutmen, seleksi dan pengiriman dari setiap TKI, besarnya biaya dikonsultasikan dengan Kementerian Tenaga Kerja Republik Korea − Paragraph 5. Advertisement of the EPS Employment Permit System for Foreign Workers menjelaskan dan menerangkan bahwa DMT dan PDIOW bertindak aktif menyampaikan hal- hal utama mengenai prosedur EPS kepada masyarakat Indonesia yang hendak menjadi TKI di Republik Korea − Paragraph 6. Conduct and Administration of the Korean Language Proficiency Test mengatur dan menjelaskan mengenai EPS Korean Language Proficiency EPS KLT sebagai seleksi obejektif bagi pencari kerja. − Paragraph 7. Recruitment and Selection of Job Seeker mengatur proses prekrutan yang dilakukan oleh PDIOW dan pendaftaran TKI kepada Human Resource Development service of Korea selanjutnya disebut HRD Korea . − Paragraph 8. Managements of Job Seekers’ Roster mengatur dan menjelaskan tata cara pendaftaran TKI yang dilakukan oleh PDIOW kepada HRD Korea − Paragraph 9. Labor Contract mengatur dan menjelaskan kontrak kerja antara HRD Korea dengan TKI yang difasilitasi oleh PDIOW − Paragraph 10. Preliminary Education mengatur dan menjelaskan pemberian pembekalan materi kepada TKI yang telah menandatangani kontrak, pembekalan dilakukan oleh DMT dan PDIOW − Paragraph 11. Visa Issuance mengatur dan menjelaskan pemberian visa kerja kepada TKI yang diberikan oleh HRD Korea melalui PDIOW − Paragraph 12. Entry Of Workers mengatur dan menjelaskan kedatangan TKI yang telah menandatangani kontrak kerja ke Republik Korea berdasarkan hari yang telah ditentukan oleh MOL dan HRD Korea. − Paragraph 13. Provision of Information on the Sending Process mengatur dan menjelaskan pemberian data kelengkapan TKI sebagai persiapan memasuki Republik Korea oleh PDIOW ke jaringan EPS. − Paragraph 14. Employment and Sojourn Management mengatur dan menjelaskan ketenagakerjaan, tinggal sementara dan tata tertib bagi TKI di Republik Korea − Paragraph 15. Computer Infrastructure menjelaskan tentang dibangunnya jaringan infrastruktur komputer oleh PDIOW yang berkonsultasi dengan MOL untuk mengirimkan data-data TKI yang dibutuhkan − Paragraph 16. Preferential Treatment of Voluntary Leavers menjelaskan PDIOW akan mengusahakan mempekerjakan kembali TKI yang secara sukarela meninggalkan Republik Korea melalui Korea’s Program for Voluntary Departure dengan memasukannya sebagai daftar tunggu pertama. − Paragraph 17. Efforts to Eliminate the Illegal Stay of Workers Mengatur dan menjelaskan peran aktif DMT dan MOL dalam menanggulangi TKI illegal di Republik Korea − Paragraph 18. Support in the Sending Process mengatur dan menjelaskan pemulangan TKI oleh pihak-pihak yang terkait − Paragraph 19. Grandfather Clause Due to Discontinuance of the Industrial Trainee System menjelaskan pada tanggal 1 Januari 2007 Sistem Pelatihan Industri tidak dilanjutkan kembali dan kualifikasi dari pelatihan industri sebelumnya di Republik Korea akan diptentukan menunggu keputusan Pemerintahan Korea. − Paragraph 20. General Provisions menjelaskan Ketentuan Umum yang berlaku − Paragraph 21. Effectuation and Terms of Validity Menjelaskan mulai berlakunya MOU ini. 3 Surat Keputusan Direktur Jenderal Pembinaan dan Penempatan Tenaga Kerja Luar Negeri Nomor KEP-05D.PPTKLN Pedoman Penunjukkan Sarana Kesehatan Pemeriksaan − Persyaratan Sarana Kesehatan SARKES bagi Calon Tenaga Kerja Indonesia CTKI ditetapkan oleh Departemen Kesehatan − Pedoman penunjukan SARKES pemeriksa CTKI meliputi prosedur, pemohonan penunjukkan dan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Dr.dr. SITI VII PP2004 Calon Tenaga Kerja Indonesia Yang Akan Bekerja Ke Luar Negeri kriteria penunjukkan tertuang dalam Pasal 1 − Pengaturan prosedur penunjukkan SARKES diatur dalam Pasal 2. − Kriteria Penilain SARKES mengikuti peraturan yang telah dituangkan pada Pasal 3. − Pembentukan Tim Penunjukkan SARKES oleh Dirjen PPTKLN diatur dalam Pasal 4 − Pembiayaan yang diperlukan dalam pelaksanaa Keputusan diatur dala Pasal 5 − Mulai berlakunya Surat Keputusan diatur dalam Pasal 6 FADILLAH SUPARI, Sp.JP K 4 Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 837MENKESSK VIII2004 Penetapan Sarana Kesehatan Pemeriksa Kesehatan Calon Tenaga Kerja Indonesia Yang Akan Bekerja Ke Luar Negeri − Keputusan Menteri Kesehatan dalam penetapan Sarana Kesehatan pemeriksa kesehatan calon Tenaga Kerja Indonesia Menteri Kesehatan Republik Indonesia Dr. ACHMAD SUJUDI 5 Peraturan Menteri Tenaga Kerja Dan Transmigrasi Republik Indonesia Nomor :PER-05MENIII2005 Ketentuan Sanksi Administratif Dan Tata Cara Penjatuhan Sanksi Dalam Pelaksanaan − Ketentuan Umum dalam Peraturan Menteri diatur dalam Bab I dijelaskan dalam Pasal 1 − Kewenangan Penjatuhan Sanksi diatur dalam Bab II terdiri atas Pasal 2 dan Pasal 3 ƒ Pejabat yang berwenang menjatuhkan sanksi administratif diatur dalam Pasal 2 ƒ Sanksi administratif terhadap PPTKIS dan Calon Menteri Tenaga Kerja Dan Transmigrasi Republik Indonesia FAHMI IDRIS Penempatan Dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia Di Luar Negeri TKITKI diatur dalam Pasal 3 − Tata Cara Penjatuhan Sanksi diatur dalam Bab III terdiri atas Pasal 4 hingga Pasal 17 ƒ Pemberian sanksi Peringatan Tertulis oleh Direktur Jenderal kepada PPTKIS diatur dalam Pasal 4 ƒ Pemberian sanksi Skorsing oleh Direktur Jenderal kepada PPTKIS diatur dalam Pasal 5 ƒ Peraturan lebih lanjut mengenai skorsing PPTKIS tertuang dalam Pasal 6 hingga Pasal 11 ƒ Pemberian sanksi Pencabutan SIPPTKI oleh Direktur Jenderal kepada PPTKIS diatur dalam Pasal 12 ƒ Kewajiban PPTKIS apabila SIPPTKI telah dicabut diatur dalam Pasal 13 ƒ Permohonan ulang PPTKIS dalam mengajukan SIPPTKI datur dalam Pasal 14 ƒ Pembatalan pemberangkatan TKI dikenakan kepada TKI tertuang dalam Pasal 15 ƒ Pembentukan tim dalam menjatuhkan sanksi administratif diatur dalam Pasal 16 ƒ Sebelum menjatuhkan sanksi Menteri atau pejabat yang ditunjuk meminta keterangan dari PPTKS seperti yang dijelaskan pada Pasal 17 ƒ Berlakunya Peraturan Menteri dijelaskan pada Bab IV Pasal 18. 6 Peraturan Menteri Tenaga Kerja Dan Transmigrasi Republik Indonesia Standar Tempat Penampungan − Pengertian ditur dalam Bab I Pasal 1 − Persyaratan Tempat Penampungan Calon TKI bagi PPTKIS harus memenuhi persyaratan Menteri Tenaga Kerja Dan Transmigrasi Nomor:PER-07MENIV2005 Calon Tenaga Kerja Indonesia administrasi dan teknis, sebagaimana diatur dalam Bab II terdiri atas Pasal 2 hingga Pasal 6 ƒ PPTKIS yang memiliki tempat penampungan calon TKI wajib memiliki ijin dengan memenuhi persyaratan Administrasi dan Teknis seperti yang diatur dalam Pasal 2 ƒ Persyaratan Administrasi di jelaskan dalam Pasal 3 ƒ Persyaratan teknis dijelaskan dalam Pasal 4 hingga Pasal 6 − Hak dan Kewajiban calon TKI di penampungan telah diatur dalam Bab III terdiri atas Pasal 7 hingga Pasal 10 ƒ Calon TKI yang ditampung dan jangka waktu penampungan diatur dalam Pasal 7 ƒ Hak penghuni penampungan calon TKI diatur dalam Pasal 8 ƒ Kewajiban penghuni penampungan calon TKI diatur dalam Pasal 9 ƒ Tata tertib diatur dalam Pasal 10 − Mulai berlakunya Peraturan Menteri diatur dalam Bab IV Pasal 11 dan Pasal 12 Republik Indonesia FAHMI IDRIS 7 Peraturan Menteri Tenaga Kerja Dan Transmigrasi Republik Indonesia Nomor: PER-19MENV2006 Pelaksanaan Penempatan Dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia Di Luar Negeri − Ketentuan Umum diterangkan dalam Bab I Pasal 1 − PPTKIS yang akan merekrut calon TKI harus memiliki Surat Izin Pengerahan SIP. Tata cara pengurusan SIP diatur dalam Bab II Bagian Kesatu Pengurusan Surat Izin Pengerahan terdiri atas Pasal 2 hingga Pasal 5 − PPTKIS dapat melakukan rekrut setelah Menteri Tenaga Kerja Dan Transmigrasi Republik Indonesia ERMAN SUPARNO mendapatkan SIP serta surat pengantar rekrut dari BP3TKI. Tata cara rekrut diatur dalam Bab II Bagian Kedua Tata Cara Rekrut terdiri atas Pasal 6 hingga Pasal 16 ƒ Setelah menerima surat pengantar rekrut dari BP3TKI, PPTKIS bersama-sama instansi melakukan penyuluhan kepada calon TKI. Tata cara melaksanakan penyuluhan dan materi yang dimuat diatur dalam Pasal 7 dan Pasal 8 ƒ Persyaratan calon TKI yang direkrut dijelaskan dalam Pasal 9 ƒ Proses seleksi hingga hasil dari seleksi yang dilakuakan PPTKIS diatur dalam Pasal 10 hingga Pasal 15 ƒ Bagi calon TKI yang telah lulus seleksi dapat ditampung oleh PPTKIS untuk pelatihan kerja diatur oleh Pasal 16 ƒ Pelatihan kerja dilakukan sesuai dengan perundang-undangan di bidang pelatihan kerja diatur dalam Bab II Bagian Ketiga Pendidikan dan Pelatihan Kerja Pasal 17 ƒ Calon TKI yang telah lulus seleksi wajib melakukan pemeriksaan kesehatan dan psikologi diatur dalam Bab II Bagian Keempat Pemeriksaan Kesehatan dan Psikologi Pasal 18 − Pembekalan Akhir Pemberangkatan PAP diatur dalam BAB III terdiri atas Pasal 19 hingga Pasal 28 ƒ Penanggung jawab PAP dijelaskan dalam Bab III Bagian Kesatu Pasal 19 ƒ Pelaksanaan PAP diatur dalam Bab III Bagian Kedua terdiri atas Pasal 20 hingga Pasal 28 ƒ Tata cara peserta PAP, Jadual pelaksanaan dan banyaknya jam pelajaran PAP diatur dalam Pasal 20 hingga 22 ƒ Materi pelajaran yang diberikan dalam PAP diatur dalam Pasal 23 ƒ Ketentuan mengenai materi dan jam pelajaran PAP dapat ditentukan lain sesuai kebutuhan tertuang dalam Pasal 24 ƒ Calon TKI sudah harus menyelesaikan PAP selambat-lambatnya 7 tujuh hari sebelum keberangkatan , tertuang dalam Pasal 25 ƒ Persyaratan Instruktur PAP diatur dalam Bab III Bagian Ketiga Pasal 28 ƒ Metode Penyampaian PAP daitur dalam Bab III Bagian Keempat Pasal 27 dan Pasal 28 − Kartu Tenaga Kerja Luar Negeri KTKLN merupakan tanda pengenal TKI yang telah dinyatakan memenuhi persyaratan untuk bekerja keluar negeri dan berfungsi sebagai keterangan Bebas Fiskal Luar Negeri BFLN. KTKLN diatur dalam BAB IV terdiri atas Pasal 29 hingga Pasal 40 ƒ Bentuk KTKLN diatur dalam Bab IV Bagian Kesatu Bentuk KTKLN Pasal 29 ƒ Persyaratan untuk memperoleh KTKLN datur dalam Bab IV Bagian Kedua Persyaratan Memperoleh KTKLN Pasal 30 ƒ Tata Cara Memperoleh KTKLN dan masa berlakunya diatur dalam Bab IV Bagian Ketiga Tata Cara Memperoleh KTKLN Pasal 31 hingga Pasal 32 − Komponen Biaya lainnya yang dapat dibebankan kepada calon TKI diatur dalam Bab V terdiri atas Pasal 34 hingga Pasal 39 ƒ Selain komponen biaya pengurusan jati diri, pemeriksaan kesehatan dan psikologi, pelatihan kerja dan sertifikasi kompetensi kerja, komponen biaya lain yang dapat dibebankan kepada calon TKI diatur dalam Pasal 34 ƒ Ketentuan mengenai penyelenggaraan asuransi perlindungan TKI diatur dengan Peraturan Menteri, tertuang dalam Pasal 35 ƒ Ketentuan bagi PPTKIS dalam menentukan biaya penempatan kepada calon TKI diatur dalam Pasal 36 hingga Pasal 38 ƒ Calon TKI dan PPTKIS dapat memanfaatkan fasilitas kredit yang disediakan oleh lembaga keuangan perbankan, tertuang dalam Pasal 39 − Pemulangan TKI dari negara tujuan sampai daerah asal diatur lebih lanjut dengan Peraturan Menteri tertuang dalam Bab VI Pasal 40 . − Penempatan TKI untuk Kepentingan perusahaan sendiri diatur dalam Bab VII terdiri atas Pasal 41 dan Pasal 42 − TKI yang bekerja secara perseorangan dan penempatan TKI pada pekerjaan dan jabatan terentu diatur dalam Bab VII Pasal 43 − Ketentuan Peralihan diatur dalam Bab IX Pasal 44 − Pencabutan Keputusan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi nomor : o KEP-104AMEN2002 o KEP-166MEN2002 o KEP-104AMEN2002 Serta Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi nomor : PER-04MEN2005 Diatur dalam Bab X Pasal 45 8 Peraturan Menteri Tenaga Kerja Dan Transmigrasi Republik Indonesia Nomor: PER-23MENV2006 Asuransi Tenaga Kerja Indonesia − Ketentuan Umum diatur dalam Bab I Pasal 1 − PPTKIS wajib mengikutsertakan TKI dalam Program Asuransi TKI diatur dalam Pasal 2 − Jenis Program Asuransi TKI meliputi : o Program Asuransi TKI Pra Penempatan o Program Asuransi Masa Penempatan o Program Asuransi Purna Penempatan diatur dalam Bab II Pasal 3 − Perusahaan Asuransi yang dapat menyelenggarakan program asuransi TKI diatur dalam Bab III terdiri atas Pasal 4 hingga Pasal 12 ƒ Persyaratan Perusahaan Asuransi agar dapat menyelenggarakan program asuransi TKI harus memenuhi persyaratan yang telah diatur dalam Pasal 4 ƒ Pembentukan Konsorsium oleh perusahaan asuransi TKI dan tugas Konsorsium diatur pada Menteri Tenaga Kerja Dan Transmigrasi Republik Indonesia ERMAN SUPARNO Pasal 5 hingga Pasal 8 ƒ Besarnya premi asuransi TKI diatur dalam Pasal 9 ƒ Pengaturan pembayaran premi sebagaimana yang dimaksud dalam Pasal 9 diatur di dalam Pasal 10 ƒ TKI yang memperpanjang perjanjian kerjanya di luar negeri wajib memperpanjang kepesertaan asuransi TKI hal tersebut diatur dalam Pasal 11 ƒ TKI yang menjadi peserta program asuransi TKI berhak memperoleh KPA tertuang dalam Pasal 12 − Jangka Waktu Pertanggungan Asuransi TKI diatur dalam Bab IV Pasal 13 − Klaim dan Kelengkapan Dokumen asuransi diatur dalam Bab V Pasal 14 − Evaluasi dan Pelaporan dari konsorsium asuransi diatur dalam Bab VI Pasal 15 dan Pasal 16 ƒ Evaluasi dan Pelaporan dari konsorsium asuransi dilakukan secara berkala oleh Menteri atau pejabat yang ditunjuk. ƒ Laporan Evaluasi memuat hal-hal yang telah diatur dalam Bab VI Pasal 16 − Sanksi Administratif diberikan Menteri atau pejabat yang ditunjuk diatur dalam Bab VIII Pasal 18 − Ketentuan Peralihan diatur dalam Bab IX Pasal 19 dan Pasal 20 − Ketentuan Penutup Bab X Pasal 21 menjelaskan dicabutnya Keputusan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Nomor KEP-157MEN2003 9 Peraturan Menteri Tenaga Kerja Dan Transmigrasi Republik Indonesia Nomor:PER-32MENXI2006 Rencana Kerja Penempatan Dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia, Sarana Dan Prasarana Pelayanan Penempatan Tenaga Kerja Indonesia − Bab I Ketentuan Umum terdiri atas Pasal 1 − Bab II Rencana Kerja Penempatan dan Perlindungan TKI terdiri atas Pasal 2 hingga Pasal 4 ƒ Pasal 2 menjelaskan bahwa perusahaan yang mengajukan permohonan SIPPTKI wajib memiliki rencana kerja penempatan dan perlindungan TKI sekurang-kurangnya dalam kurun waktu 3 tahun ƒ Rencana Kerja penempatan dan perlindungan TKI harus didasarkan pada hasil studi kelayakan yang dijelaskan dalam Pasal 3 ƒ Fungsi dan penyusunan rencana kerja diatur dalam pasal 4 − Sarana dan Prasarana Pelayanan Penempatan TKI dijelaskan dalam Bab III Pasal 5 hingga pasal 7 − Mulai berlakunya Peraturan Menteri dijelaskan dalam Bab IV Ketentuan Penutup Pasal 8 Menteri Tenaga Kerja Dan Transmigrasi Republik Indonesia ERMAN SUPARNO 10 Peraturan Menteri Tenaga Kerja Dan Transmigrasi Republik Indonesia Nomor:PER-33MENXI2006 Tata Cara Penyetoran, Penggunaan, Pencairan Dan Pengembalian Deposito Uang Jaminan − Bab I Pasal 1 menerangkan Ketentuan Umum − Bab II Penyetoran Deposito Uang Jaminan terdiri atas Pasal 2 hingga Pasal 6 ƒ Besarnya uang yang harus di setorkan oleh PPTKIS kepada pemerintah diatur pada Pasal 2 ƒ Prosedur penunjukkan bukti kepemilikan deposito kepada pemerintah diatur dalam Menteri Tenaga Kerja Dan Transmigrasi Republik Indonesia ERMAN SUPARNO Pasal 3 hingga Pasal 6 − Penggunaan Deposito Uang Jaminan diatur dalam Bab III Pasal 7 dan Pasal 8 − Pencairan Deposito Uang Jaminan diatur dalam Bab IV Pasal 9 hingga Pasal 11 − Pengembalian Deposito Uang Jaminan diatur dalam Bab V Pasal 12 dan Pasal 13 − Ketentuan Penutup diterangkan pada Bab Vi Pasal 14 11 Peraturan Menteri Tenaga Kerja Dan Transmigrasi Republik Indonesia Nomor: PER-37MENXII 2006 Tata Cara Pembentukan Kantor Cabang Pelaksanaan Penempatan Tenaga Kerja Indonesia Swasta − Bab I Pasal 1 membahas Ketentuan Umum − Tata cara pembentukan kantor cabang PPTKIS diatur dalam Bab II Tata Cara Pembentukan yang terdiri atas Pasal 2 dan Pasal 3 − Kewenangan Kantor Cabang diatur dalam Bab III Pasal 4 hingga Pasal 6 ƒ Pasal 6 menjelaskan bahwa segala kegiatan yang dilakukan di kantor cabang PPTKIS merupakan tanggung jawab kantor pusat PPTKIS − Ketentuan Peralihan diatur Bab IV Pasal 7 Ketentuan Penutup diatur Bab V Pasal 8 dan Pasal 9 Menteri Tenaga Kerja Dan Transmigrasi Republik Indonesia ERMAN SUPARNO 12 Peraturan Menteri Tenaga Kerja Dan Transmigrasi Republik Indonesia Nomor: PER-38MENXII 2006 Tata Cara Pemberian, Perpanjangan Dan Pencabutan Surat Izin Pelaksana − Bab I Pasal 1 membahas Ketentuan Umum − Tata Cara Penerbitan SIPPTKI diatur dan dijelaskan dalam Bab II Pasal 2 hingga Pasal 6 ƒ Pasal 2 menjelaskan dokumen yang diajukan PPTKIS dalam mendapatkan SIPPTKI ƒ Proses penerbitan SIPPTKI selanjutnya dijelaskan dalam Pasal 3 hingga Pasal 6 Menteri Tenaga Kerja Dan Transmigrasi Republik Indonesia ERMAN SUPARNO Penempatan Tenaga Kerja Indonesia − Bab III mengatur dan menjelaskan Perpanjangan SIPPTKI terdiri atas Pasal 7 hingga Pasal 9 ƒ Masa berlaku SIPPTKI dan masa permohonan perpanjangan SIPPTKI diatur dalam Pasal 7 ƒ Kelengkapan persyaratan pengajuan perpanjangan SIPPTKI diatur dalam Pasal 8 ƒ Proses perpanjangan SIPPTKI selanjutnya dijelaskan Pasal 9 − Bab IV mengatur dan menjelaskan proses Perubahan SIPPTKI terdiri atas Pasal 10 dan Pasal 11 − Pencabutan SIPPTKI diatur dan dijelaskan dalam Bab V terdiri atas Pasal 12 hingga Pasal 15 ƒ Penyebab pencabutan SIPPTKI diatur dan dijelaskan pada Pasal 12 ƒ Proses Pencabutan SIPPTKI dijelaskan pada Pasal 13 hingga Pasal 14 ƒ PPTKIS harus tetap menyelesaikan kewajibannya seperti yang diatur pada pasal 15 − Ketentuan Peralihan dijelaskan pada Bab VI Pasal 16 − Ketentuan Lain-Lain dijelaskan pada Bab VII Pasal 17 − Ketentuan Penutup dijelaskan pada Bab VIII Pasal 18 13 Instruksi Presiden Republik Indonesia Nomor 6 Tahun 2006 Kebijakan Reformasi Sistem − Pertama o Pengambilan langkah-langkah yang diperlukan sesuai dengan tugas, fungsi dan Presiden Republik Indonesia Penempatan Dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia kewenangan masing-masing dalam melaksanakan Instruksi Presiden − Kedua o Pengambilan langkah-langkah berpedoman kepada program-program yang tercantum dalam Lampiran Instruksi Presiden − Ketiga o Mengatur dan menjelaskan tugas dari Menteri Koordinator Bidang Perekonomian − Keempat o Mengatur dan menjelaskan tugas Menteri Koordinator Bidang Politik Hukum dan Keamanan dan Menteri Koordinator Bidang Perekonomian dalam mengkoordinasikan dan memantau pelaksanaan Instruksi Presiden − Kelima o Segala Biaya dari Instruksi Presiden dibebankan kepada APBN − Keenam o Melaksanakan Instruksi Presiden ini dengan penuh tanggung jawab DR. H. SUSILO BAMBANG YUDHOYONO 14 Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 81 Tahun 2006 Badan Nasional Penempatan Dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia − Badan Nasional Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia yang selanjutnya disebut BNP2TKI, mempunyai kedudukan, tugas dan fungsi yang tertuang dalam Bab I Kedudukan, Tugas Dan Fungsi Pasal 1 hingga Pasal 4 − Bab II Organisasi Bagian Kesatu Susunan Presiden Republik Indonesia DR. H. SUSILO BAMBANG YUDHOYONO Organisasi Pasal 5 mengatur susunan organisasi BNP2TKI. ƒ Keterangan dan tugas dari susunan organisasi yang disebutkan di Pasal 5 dijelaskan dalam Pasal 6 hingga Pasal 29 − Tata kerja BNP2TKI diatur dalam Bab III Tata Kerja yang terdiri atas Pasal 30 hingga Pasal 35 − Eselonisasi, Pengangkatan dan Pemberhentian anggota BNP2TKI diatur dalam Bab IV Eselonisasi, Pengangkatan dan Pemberhentian terdiri atas Pasal 36 hingga Pasal 39 − Kebutuhan Tenaga Profesional berfungsi untuk menggali pemikiran dan pandangan dari para ahli sidang penempatan dan perlindungan TKI guna mengoptimalkan pelaksanaan fungsi dan tugas BNP2TKI hal tersebut tertuang dalam Bab V Tenaga Profesional Pasal 40. ƒ Keterangan lebih lanjut dari Tenaga Profesional dijelaskan dalam Pasal 41 hingga Pasal 45 − Pembiayaan pelaksanaan tugas BNP2TKI diatur dan dijelaskan dalam Bab VI Pembiayaan Pasal 46 − Ketentuan lain dijelaskan dalam Bab VII Ketentuan Lain-Lain Pasal 47 − Bab VII mengatur Ketentuan Peralihan terdiri atas Pasal 48 hingga Pasal 50 − Mulai Berlakunya Peraturan Presiden dijelaskan dalam Bab IX Pasal 51 15 Peraturan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia Nomor : M.08-IZ.03.10 Tahun 2006 Perubahan Keempat Atas Keputusan Menteri Kehakiman Republik Indonesia Nomor M.01- IZ.03.10 Tahun 1995 Tentang Paspor Biasa, Pas Untuk Orang Asing, Surat Perjalanan Laksana Paspor Untuk Warga Negara Indonesia, Dan Surat Perjalanan Laksana Paspor Untuk Orang Asing − Menjelaskan mengenai Perubahan Keempat Atas Keputusan Menteri Kehakiman Republik Indonesia Nomor M.01-IZ.03.10 Tahun 1995 Tentang Paspor Biasa, Pas Untuk Orang Asing, Surat Perjalanan Laksana Paspor Untuk Warga Negara Indonesia, Dan Surat Perjalanan Laksana Paspor Untuk Orang Asing Menteri Hukum Dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia HAMID AWALLUDIN 16 Peraturan Direktur Jenderal Imigrasi Nomor : F-960.IZ.03.02 Tahun 2006 Perubahan Ketiga Atas Petunjuk Pelaksanaan − Menjelaskan mengenai Perubahan Ketiga Atas Petunjuk Pelaksanaan Direktur Jenderal Imigrasi Nomor : F-458.IZ.03.02 Tahun 1997 Tentang Surat Perjalanan Republik Indonesia Plt. Direktur Jenderal Imigrasi MARVEL H. MANGUNSONG Direktur Jenderal Imigrasi Nomor : F- 458.IZ.03.02 Tahun 1997 Tentang Surat Perjalanan Republik Indonesia 17 Kesepakatan Bersama Antara Departemen Tenaga Kerja Dan Transmigrasi Republik Indonesia Dengan Kepolisian Negara Republik Indonesia Nomor : Kep.103MenII2007 No.Pol : B 306 II 2007 Penegakan Hukum Dalam Rangka Penempatan Dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia Di Luar Negeri − Maksud dan Tujuan dari Penandatanganan Kesepakatan Bersama Antara Departemen Tenaga Kerja Dan Transmigrasi Republik Indonesia Dengan Kepolisian Negara Republik Indonesia selanjutnya akan disebut Para Pihak dijelaskan dalam Bab I Maksud dan Tujuan Pasal 1 − Bab II Ruang Lingkup terdiri atas Pasal 2 menjelaskan ruang lingkup dari Kesepakatan Bersama ini − Bab III Pelaksanaan terdiri atas Pasal 3 hingga Pasal 8 menjelaskan pelaksanaan dari Kesepakatan Bersama ini − Bab IV Pembiayaan terdiri atas Pasal 9 menjelaskan pembiayaan dalam pelaksanaan Kesepakatan Bersama − Ketentuan Lain dijelaskan dalam Bab V Pasal 10 hingga Pasal 12 Menteri Tenaga Kerja Dan Transmigrasi ERMAN SUPARNO Republik Indonesia dengan Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia JENDERAL POLISI Drs.SUTANTO Nama Responden :…………………………………………………………………. Pekerjaan Responden : …………………………………………………………………. Pendidikan Terakhir : …………………………………………………………………. Umur Responden : ……… tahun Alamat : …………………………………………………………………. Tanggal Pengisian : …… - …… - 2009 Tanda tangan : …………………………………………………………………. Informasi dari kuesioner ini akan digunakan sebagai bahan masukan untuk menyusun disertasi atas nama Lisna Yoeliani Poeloengan, mahasiswa Program Studi Pengelolaan Sumberdaya Alam dan Lingkungan, Sekolah Pascasarjana, IPB. Partisipasi dari responden sangat diharapkan demi kelancaran penyusunan disertasi ini dan diharapkan dalam menjawab kuesioner diisi sesuai dengan keadaan yang sebenarnya. Semua jawaban dan identitas diri saudara akan dijamin kerahasiaannya dan hanya dipergunakan untuk keperluan penelitian disertasi ini. SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2009 Penggunaan Model Analytical Hierarchy Process AHP dalam Strategi Pemberdayaan TKLN untuk Perbaikan Kualitas SDA dan Lingkungan Permukiman di Daerah Asal PETUNJUK PENGISIAN Pengisian kuesioner dilakukan dengan cara membanding suatu faktor komponen kiri dengan komponen kanan dari baris yang sama pada kolom isian, dan dilihat mana yang lebih berperan antara faktor-faktor tersebut untuk penentuan level di atasnya. Skala yang digunakan dalam pengisian adalah skala banding berpasangan sebagai berikut: Nilai 1 Kedua faktor sama pentingnya Nilai 3 Faktor yang satu sedikit lebih penting daripada faktor lainnya Nilai 5 Faktor satu esensial atau lebih penting daripada faktor lainnya Nilai 7 Satu faktor jelas lebih penting daripada faktor lainnya Nilai 9 Satu faktor mutlak lebih penting daripada faktor lainnya Nilai 2,4,6,8 Nilai-nilai antara , diantara dua nilai pertimbangan yang berdekatan Nilai Kebalikan Jika untuk aktivitas i mendapat angka 2 jika dibandingkan dengan aktivitas j, maka j mempunyai nilai ½ dibandingkan dengan i. Contoh: Bandingkan mana yang lebih penting Kemudahan Proses Penempatan di Luar Negeri dibandingkan dengan Kepastian Regulasi sebagai faktor kekuatan pemberdayaan TKLN untuk perbaikan sumberdaya alam. Maka: Jika Kemudahan Proses Penempatan di Luar Negeri yang dirasakan lebih penting , maka beri nilai 5 pada kolom isian sebelah kiri, jika jelas lebih penting beri nilai 7. Apabila sama pentingnya, maka beri nilai 1. Struktur Hirarki Pemberdayaan TKLN Keputusan Strategis untuk Perbaikan Kualitas SDA dan Lingkungan Permukiman di Daerah Asal Aksi Pemberdayaan TKLN dalam Perbaikan Kualitas Sumberdaya Alam dan Lingkungan Permukiman di Daerah Asal Pemerintah Pusat dan Daerah TKLN PPTKIS Lembaga Keuangan Masyarakat Daerah Asal Sponsor LSM Kemudahan Proses Penempatan di Luar Negeri Kepastian Regulasi Kebijakan Publik untuk Kepulangan Infrastruktur Kelembagaan Pembiayaan Mutu TKLN Memperkuat Sistem Informasi Pendampingan Kelestarian SDA dan Lingkungan Manajemen Kolaboratif Multistakeholder Pemberian Informasi Kerja Yang Benar Mengembangkan Kelembagaan Peningkatan Pendampingan TKLN Level 0: Tujuan Level 1: Aktor Level 2: Faktor Level 3: Strategi

1. MEMBANDING AKTOR

Dalam kaitannya dengan Aksi Pemberdayaan TKLN untuk Perbaikan Kualitas Sumberdaya Alam dan Lingkungan Permukiman di Daerah Asal , bagaimana pendapat saudara tentang perbandingan tingkat kepentingan diantara elemen- elemen aktor pada level 1. Aktor ← Tingkat Kepentingan yang Dirasakan → Aktor S anga t pe n ting Je las le bi h pe n ti n g Pe n ting S edik it leb ih p ent in g Sama S edik it leb ih p ent in g Pe n ting Je las le bi h pe n ti n g S anga t pe n ting 1 TKLN 9 8 7 6 5 4 3 2 1 2 3 4 5 6 7 8 9 PPTKIS 2 TKLN 9 8 7 6 5 4 3 2 1 2 3 4 5 6 7 8 9 Pemerintah 3 TKLN 9 8 7 6 5 4 3 2 1 2 3 4 5 6 7 8 9 Lembaga Keuangan 4 TKLN 9 8 7 6 5 4 3 2 1 2 3 4 5 6 7 8 9 Masyarakat 5 TKLN 9 8 7 6 5 4 3 2 1 2 3 4 5 6 7 8 9 Sponsor 6 TKLN 9 8 7 6 5 4 3 2 1 2 3 4 5 6 7 8 9 LSM 7 PPTKIS 9 8 7 6 5 4 3 2 1 2 3 4 5 6 7 8 9 Pemerintah 8 PPTKIS 9 8 7 6 5 4 3 2 1 2 3 4 5 6 7 8 9 Lembaga Keuangan 9 PPTKIS 9 8 7 6 5 4 3 2 1 2 3 4 5 6 7 8 9 Masyarakat 10 PPTKIS 9 8 7 6 5 4 3 2 1 2 3 4 5 6 7 8 9 Sponsor 11 PPTKIS 9 8 7 6 5 4 3 2 1 2 3 4 5 6 7 8 9 LSM 12 Pemerintah 9 8 7 6 5 4 3 2 1 2 3 4 5 6 7 8 9 Lembaga Keuangan 13 Pemerintah 9 8 7 6 5 4 3 2 1 2 3 4 5 6 7 8 9 Masyarakat 14 Pemerintah 9 8 7 6 5 4 3 2 1 2 3 4 5 6 7 8 9 Sponsor 15 Pemerintah 9 8 7 6 5 4 3 2 1 2 3 4 5 6 7 8 9 LSM 16 Lembaga Keuangan 9 8 7 6 5 4 3 2 1 2 3 4 5 6 7 8 9 Masyarakat 17 Lembaga Keuangan 9 8 7 6 5 4 3 2 1 2 3 4 5 6 7 8 9 Sponsor 18 Lembaga Keuangan 9 8 7 6 5 4 3 2 1 2 3 4 5 6 7 8 9 LSM 19 Masyarakat 9 8 7 6 5 4 3 2 1 2 3 4 5 6 7 8 9 Sponsor 20 Masyarakat 9 8 7 6 5 4 3 2 1 2 3 4 5 6 7 8 9 LSM 21 Sponsor 9 8 7 6 5 4 3 2 1 2 3 4 5 6 7 8 9 LSM

2. MEMBANDING FAKTOR

2.1. Bagaimana pendapat saudara tentang perbandingan tingkat kepentingan antar elemen-elemen faktor

pada level 2 dalam kaitannya dengan Aksi Pemberdayaan TKLN untuk Perbaikan Kualitas Sumberdaya Alam dan Lingkungan Permukiman di Daerah Asal dari segi aktor TKLN. Faktor ← Tingkat Kepentingan yang Dirasakan → Faktor S angat pe n tin g Jelas le bih pe n tin g Pen ting Sed ikit l ebih pen tin g Sam a Sed ikit l ebih pen tin g Pen ting Jelas le bih pe n tin g S angat pe n tin g 1 Kemudahan Penempatan 9 8 7 6 5 4 3 2 1 2 3 4 5 6 7 8 9 Kepastian Regulasi 2 Kemudahan Penempatan 9 8 7 6 5 4 3 2 1 2 3 4 5 6 7 8 9 Kebijakan Kepulangan 3 Kemudahan Penempatan 9 8 7 6 5 4 3 2 1 2 3 4 5 6 7 8 9 Infrastruktur Kelembagaan Pembiayaan 4 Kemudahan Penempatan 9 8 7 6 5 4 3 2 1 2 3 4 5 6 7 8 9 Mutu TKLN 5 Kemudahan Penempatan 9 8 7 6 5 4 3 2 1 2 3 4 5 6 7 8 9 Penguatan Sistem Informasi 6 Kemudahan Penempatan 9 8 7 6 5 4 3 2 1 2 3 4 5 6 7 8 9 Pendampingan Kelestarian SDA 7 Kepastian Regulasi 9 8 7 6 5 4 3 2 1 2 3 4 5 6 7 8 9 Kebijakan Kepulangan 8 Kepastian Regulasi 9 8 7 6 5 4 3 2 1 2 3 4 5 6 7 8 9 Infrastruktur Kelembagaan Pembiayaan 9 Kepastian Regulasi 9 8 7 6 5 4 3 2 1 2 3 4 5 6 7 8 9 Mutu TKLN 10 Kepastian Regulasi 9 8 7 6 5 4 3 2 1 2 3 4 5 6 7 8 9 Penguatan Sistem Informasi 11 Kepastian Regulasi 9 8 7 6 5 4 3 2 1 2 3 4 5 6 7 8 9 Pendampingan Kelestarian SDA 12 Kebijakan Kepulangan 9 8 7 6 5 4 3 2 1 2 3 4 5 6 7 8 9 Infrastruktur Kelembagaan Pembiayaan 13 Kebijakan Kepulangan 9 8 7 6 5 4 3 2 1 2 3 4 5 6 7 8 9 Mutu TKLN 14 Kebijakan Kepulangan 9 8 7 6 5 4 3 2 1 2 3 4 5 6 7 8 9 Penguatan Sistem Informasi 15 Kebijakan Kepulangan 9 8 7 6 5 4 3 2 1 2 3 4 5 6 7 8 9 Pendampingan Kelestarian SDA 16 Infrastruktur Kelembagaan Pembiayaan 9 8 7 6 5 4 3 2 1 2 3 4 5 6 7 8 9 Mutu TKLN 17 Infrastruktur Kelembagaan Pembiayaan 9 8 7 6 5 4 3 2 1 2 3 4 5 6 7 8 9 Penguatan Sistem Informasi 18 Infrastruktur Kelembagaan Pembiayaan 9 8 7 6 5 4 3 2 1 2 3 4 5 6 7 8 9 Pendampingan Kelestarian SDA 19 Mutu TKLN 9 8 7 6 5 4 3 2 1 2 3 4 5 6 7 8 9 Penguatan Sistem Informasi 20 Mutu TKLN 9 8 7 6 5 4 3 2 1 2 3 4 5 6 7 8 9 Pendampingan Kelestarian SDA 21 Penguatan Sistem Informasi 9 8 7 6 5 4 3 2 1 2 3 4 5 6 7 8 9 Pendampingan Kelestarian SDA