Ikhtisar PERKEMBANGAN PENEMPATAN TKLN DAN PERUBAHAN

117

4.6. Ikhtisar

Pemberangkatan kerja ke luar negeri sebagai alternatif mata pencaharian bagi masyarakat Kabupaten Cianjur telah berlangsung sejak lama, dalam kajian dicatat bahwa dari eks TKLN yang berhasil diwawancarai, ada yang telah berangkat bekerja sejak tahun 1983. Daerah tujuan bekerja yang dikenal baik oleh masyarakat selama bertahun-tahun adalah negara-negara Timur Tengah, dengan Arab Saudi sebagai negara tujuan utama. Namun pada tahun-tahun belakangan, mulai dikenal pemberangkatan TKLN dari Kabupaten Cianjur ke negara-negara Asia Timur termasuk Hongkong dan Taiwan. Pemberangkatan TKLN ini diakui oleh semua pihak berdampak positif pada perekonomian masyarakat serta mengurangi pengangguran di Kabupaten Cianjur, khususnya daerah-daerah yang menjadi kantong asal pemberangkatan TKLN yaitu Kecamatan-kecamatan Ciranjang, Bojong Picung, Cibeber, Tanggeung, Warungkondang, Pagelaran, Sukanagara, Campaka dan Cibinong. Adanya daerah-daerah yang menjadi kantong konsentrasi pemberangkatan TKLN ini juga membawa pengaruh pada perbedaan pengembangan kawasan antar berbagai wilayah di Kabupaten Cianjur. Kajian melihat bahwa secara umum kawasan Cianjur Utara relatif lebih maju dibanding dengan Cianjur bagian Selatan. Kawasan Cianjur Utara memang memiliki lebih banyak kantong-kantong asal pemberangkatan TKLN. Seiring waktu, kelembagaan pengelolaan pemberangkatan TKLN di Kabupaten Cianjur menjadi semakin terkelola dengan baik. Pada awalnya, ketika calon TKLN yang hendak berangkat bekerja jumlahnya masih jarang, pengelolaan pemberangkatan kerja TKLN masih terkesan seadanya dan tidak profesional. Pemalsuan identitas calon TKLN serta ketidakjelasan biaya pemberangkatan merupakan hal yang lazim. Di satu sisi hal ini berdampak pada mudahnya pengurusan izin pemberangkatan kerja, namun di sisi lain keamanan dan perlindungan TKLN menjadi taruhannya. Sekarang, pengelolaan pemberangkatan TKLN sudah tertata lebih baik, mulai dari tahap perizinan bekerja, pemberangkatan dan biayanya, pengiriman uang remitan kerja, penyelesaian kontrak kerja hingga pemulangan TKLN kembali ke daerah asal. Dalam pelaksanaan semua tahapan pemberangkatan hingga perpulangan TKLN tersebut, banyak pihak yang turut terlibat di dalamnya. Beberapa yang 118 ditemukan dalam kajian adalah pihak pemerintah, swasta dan perkumpulan buruh migran. Komunitas eks-TKLN yang dijumpai dalam kajian menilai bahwa peran utama pemerintah terletak pada pendampingan terhadap TKLN selama bekerja di negara tujuan, khususnya ketika TKLN mendapat masalah atau musibah yang tidak dapat mereka hadapi sendiri, seperti misalnya pengurusan perizinan, perselisihan kontrak kerja, underpayment pembayaran gaji di bawah nilai kontrak, persengketaan buruh dengan majikan, pemerasan buruh oleh oknum calo dan PPTKIS yang tidak bertanggungjawab serta banyak kasus lainnya. Peran pihak swasta dalam hal ini diwakili oleh PPTKIS sebagai perusahaan pengelola aktivitas pemberangkatan kerja TKLN. Bagi masyarakat Cianjur, khususnya komunitas TKLN, peran utama PPTKIS sangat dirasakan pada saat pemberangkatan kerja, dimana pihak PPTKIS lebih dikenal di Cianjur dengan sebutan PT menguruskan masalah bagi calon TKLN yang tidak memiliki kelengkapan surat-surat seperti KTP dan KK yang mana hal ini masih banyak terdapat di Kabupaten Cianjur. Jasa PPTKIS dalam menguruskan surat-surat persyaratan pemberangkatan TKLN tersebut, meskipun nantinya akan dipotongkan biayanya dari upah bekerja TKLN di luar negeri dengan pemotongan yang umumnya lebih mahal, namun tetap dirasa menolong bagi masyarakat yang menginginkan untuk berangkat bekerja ke luar negeri namun tidak memiliki kelengkapan surat-surat. Mereka menganggap bahwa pemotongan upah untuk pengganti biaya pengurusan surat tersebut masih berada dalam taraf kewajaran dan bisa dimaklumi asalkan mereka dapat berangkat bekerja ke luar negeri. Selain membiayai pengurusan surat perijinan berangkat kerja, PPTKIS di Kabupaten Cianjur juga membantu uang saku calon TKLN selama mereka belum mendapatkan majikan. Perkumpulan buruh migran, dalam konteks lokasi kajian dikenal dengan nama Solidaritas Buruh Migran Cianjur SBMC, berperan khususnya dalam advokasi terhadap permasalahan yang dihadapi oleh TKLN, baik sebelum, selama dan setelah mereka menyelesaikan masa kontrak kerja mereka. Kegiatan yang dilakukan oleh SBMC beragam, mulai dari pendampingan diskusi seputar permasalahan TKI yang dilaksanakan secara berkala hingga pendampingan TKLN yang terkena musibah dalam berurusan dengan PPTKIS, Depnakertrans maupun 119 Perwakilan Pemerintah RI di luar negeri. Permasalahan TKLN yang pernah didampingi penyelesaiannya oleh SBMC pun beragam, mulai dari kasus pembayaran gaji yang tertunda, penyelewengan gaji yang dikirim ke daerah asal hingga masalah-masalah serius seperti pemukulan TKLN oleh majikan dan bahkan kematian TKLN di luar negeri ketika melaksanakan kontrak kerjanya. Diantara berbagai pihak yang berkontribusi dalam pengelolaan permasalahan TKLN, kajian mendapatkan bahwa masyarakat menganggap semua pihak yang terlibat tersebut sama berjasanya bagi pemberangkatan, penempatan dan perpulangan TKLN. Hanya saja, belum ada pihak yang secara khusus memberikan perhatian bagi pemberdayaan TKLN yang telah menyelesaikan kontrak kerjanya dan kembali ke daerah asal mereka. Namun kajian melihat bahwa pihak yang paling mungkin untuk memainkan peran ini adalah pihak pemerintah dengan pembantuan dari SBMC. Dari berbagai temuan kasus eks-TKLN yang telah menyelesaikan kontrak kerjanya, kajian melihat bahwa dalam konteks daerah kajian, eks-TKLN yang pulang membawa remitan hasil kerjanya umumnya memanfaatkan remitan tersebut untuk perbaikan taraf hidup mereka melalui penciptaan aktivitas ekonomi baru mendirikan warung, membeli sawah, membeli motor untuk dijadikan ojek dan perbaikan kualitas lingkungan tinggal mereka pembangunan rumah menjadi lebih permanen, pembangunan sarana MCK. Kondisi ini pada gilirannya menjadi pembeda antara anggota masyarakat eks-TKLN dengan masyarakat non TKLN dimana kehidupan masyarakat eks-TKLN umumnya lebih baik dibanding saudaranya yang non-TKLN. Meski demikian, dalam tataran yang lebih luas, belum ditemukan adanya upaya perbaikan lingkungan tinggal dan terutama sumberdaya alam yang secara luas dilaksanakan oleh eks-TKLN. Hal ini diduga terkait dengan jumlah remitan yang dibawa hanya cukup untuk perbaikan lingkungan tinggal dan ekonomi di lingkungan sekitar eks-TKLN tersebut. Sedangkan untuk kawasan yang lebih luas, nilai remitan yang mereka bawa tersebut tidak mencukupi. Hal yang menarik kemudian adalah bahwa upaya pengelolaan dan perbaikan sumberdaya alam dan lingkungan dalam tataran yang lebih luas justru dilakukan oleh seorang sponsor. Sponsor ini terbiasa memberikan hadiah kepada TKLN 120 asuhannya yang telah menyelesaikan masa kontrak kerja mereka. Hadiah yang diberikan sepulang TKLN bekerja dari luar negeri tersebut biasanya berupa perabot rumah tangga, baik itu tempat tidur, lemari ataupun meja kursi. Kebutuhan yang tinggi akan kayu sebagai bahan dasar pembuatan perabot rumahtangga tersebut kemudian mendorong sponsor tersebut untuk membuat sendiri hutan kayu sebagai penunjang kebutuhan perusahaan perabot rumahtangga miliknya, modal yang digunakan adalah pendapatan yang didapatnya dari pemberangkatan TKLN-TKLN yang disponsorinya. Pada akhirnya, usaha ini kemudian berkembang dan melibatkan banyak anggota masyarakat karena permintaan kayu pun semakin hari semakin banyak. Masyarakat kemudian terlibat mulai dari tahap pembenihan, pembibitan, penanaman dan perawatan tanaman kayu tersebut. Kondisi ini pada gilirannya menjadi sebuah upaya pengelolaan dan perbaikan sumberdaya alam dan lingkungan yang berbasiskan remitan eks-TKLN ke luar negeri.

BAB 5 PILIHAN STRATEGI PEMBERDAYAAN TENAGA KERJA

LUAR NEGERI 5.1. Penelaahan Kebijakan Penempatan TKLN Analisis kebijakan terhadap berbagai peraturan yang mengatur penempatan TKLN menemukan bahwa peraturan-peraturan yang ada cenderung mengatur prosedur mekanisme penempatan TKLN. Sangat sedikit, bahkan belum ada yang secara tegas mengatur kepulangan TKLN. Selain itu mekanisme penempatan lebih memperhatikan pengaturan penempatan di dalam negeri. Pengaturan lain yang secara jelas mulai diperhatikan adalah prosedur perlindungan TKLN, baik ketika mereka akan ditempatkan maupun selama bekerja di luar negeri Tabel 5.1.. Analisis yang dilakukan pun menunjukkan bahwa belum banyak peraturan yang membahas upaya-upaya pemberdayaan TKLN baik di dalam maupun di luar negeri. Dari 17 peraturan yang ditelaah selama Tahun 2004 hingga 2008, hanya satu peraturan yang dapat menjadi landasan bagi upaya pemberdayaan TKLN, yaitu Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Republik Indonesia Nomor: PER-19MENV2006. Kondisi kebijakan sebagaimana ditemukan dari hasil analisis memperkuat kajian teori di dalam Bab 2 bahwa penempatan TKLN masih berorientasi pada pemberangkatan dibanding dengan mengoptimalkan proses perpulangan mereka dan pengaruhnya terhadap daerah asal. Temuan ini memperkuat juga bahwa mereka yang menjadi TKLN merupakan golongan masyarakat yang berusaha keluar tanpa penyiapan diri untuk kembali ke daerah asal. Padahal pada kenyataanya, mereka yang menjadi TKLN adalah individu yang keluar dari daerah asal dan dipastikan pulang karena kepergian bekerja dengan kontrak waktu yang sudah jelas, paling lama dua tahun. Berdasarkan hal ini, temuan yang ada memperkuat teori migrasi tenaga kerja yang baru, yang mengatakan bahwa kepulangan TKLN menjadi proses yang perlu diperhatikan dan dimanfaatkan dalam konteks pengembangan diri dan pengembangan daerah asal. Pemberdayaan TKLN dalam konteks kepulangan mereka dari bekerja di luar negeri menjadi proses yang penting. Oleh karena, hakekatnya proses tersebut berkaitan sebagai proses perlindungan TKLN berdasarkan kapasitas dari TKLN itu