89
5.7.2. Keberlanjutan Dimensi Ekologi
Dimensi ekologi menyertakan 13 atribut untuk analisis keberlanjutan. Atribut kondisi di lapangan yang diperkirakan berpengaruh terhadap
keberlanjutan dimensi ekologi yaitu 1 kesesuaian lahan dan agroklimat untuk tanaman kakao, 2 luas lahan tanaman kakao yang dikelola, 3 tingkat
pemanfaatan lahan, 4 rata-rata umur tanaman kakao, 5 penggunaan benih atau bibit unggul kakao, 6 tingkat serangan hama PBK penggerek buah kakao, 7
tingkat serangan penyakit busuk buah, 8 tingkat serangan hama dan penyakit selain PBK dan busuk buah, 9 produktivitas hasil kakao, 10 jarak kebun kakao
dengan rumahtempat tingggal, 11 tindakan konservasi lahan, 12 pemanfaatan limbah untuk pupuk organik, 13 pengelolaan lahan dan lingkungan. Pada
Gambar 21 dan 22 dapat diketahui bahwa besarnya indeks keberlanjutan pada
kelas kesesuaian lahan S2 dan S3 masing-masing adalah 40,75 dan 36,78 kurang berkelanjutan.
a b
Gambar 21. Indeks keberlanjutan a dan peran atribut yang sensitif mempengaruhi keberlanjutan dimensi ekologi b pada kelas
kesesuaian lahan cukup sesuai S2
Analisis leverage digunakan untuk mengetahui atribut-atribut yang sensitif atau memberikan pengaruh terhadap nilai indeks keberlanjutan. Hasil analisis
leverage Gambar 21b dan 22b pada kelas kesesuaian lahan cukup sesuai S2
menunjukkan bahwa pada dimensi ekologi, yang menjadi faktor pengungkit utama adalah: 1 rata-rata umur tanaman, 2 tingkat serangan hama dan
RAP-COCOA SEBATIK Ordination
40,75
DOWN UP
BAD GOOD
-60 -40
-20 20
40 60
20 40
60 80
100 120
Sebatik Sustainability O
th e
r D
is ti
n g
is h
in g
F e
a tu
re s
Leverage of Attributes
0,67 0,97
1,14 1,85
1,29 0,71
0,71 1,47
1,30 0,68
0,80 0,81
1,04
0,2 0,4
0,6 0,8
1 1,2
1,4 1,6
1,8 2
Kesesuaian lahan dan agroklimat untuk tanaman kakao Luas lahan tanaman kakao yang dikelola
Produktivitas hasil kakao Rata-rata umur tanaman kakao
Tindakan konservasi lahan Tingkat serangan hama PBK penggerek buah kakao
Tingkat serangan penyakit busuk buah Tingkat serangan hama penyakit selain PBK busuk buah
Pemanfaatan limbah untuk pupuk organik Tingkat pemanfaatan lahan
Penggunaan benih bibit kakao Pengelolaan lahan dan lingkungan
Tingkat ketersediaan akses jalan usahatani
A tt
ri b
u te
Root Mean Square Change in Ordination when Selected Attribute Removed on Sustainability scale 0 to 100
90
penyakit, 3 pemanfaatan limbah untuk pupuk organik, dan 4 tindakan konservasi lahan. Pada kelas kesesuaian lahan sesuai marginal S3 yang menjadi
faktor pengungkit utama adalah: 1 rata-rata umur tanaman kakao, 2 pengelolaan lahan dan lingkungan, dan 3 tingkat ketersediaan akses jalan
usahatani. Di masa mendatang dengan melakukan intervensi atau perbaikan terhadap atribut-atribut yang menjadi faktor pengungkit tersebut diharapkan dapat
meningkatkan status keberlanjutan pada dimensi ini.
Gambar 22. Indeks keberlanjutan a dan peran atribut yang sensitif mempengaruhi keberlanjutan dimensi ekologi b pada kelas
kesesuaian lahan sesuai marginal S3 Umur tanaman kakao merupakan atribut yang paling sensitif. Hasil survei
lapangan menunjukkan bahwa umur tanaman kakao di kawasan Pulau Sebatik umumnya berkisar antara 15-20 tahun, produktivitas hasil mulai menurun, mudah
terserang hama penyakit, dan pemeliharaan pemangkasan, pemupukan, pemberantasan hama dan penyakit belum dilakukan dengan baik. Tanaman kakao
produktivitasnya optimal pada umur 6-16 tahun, dan setelah itu cenderung menurun. Produktivitas perkebunan kakao rakyat di kawasan ini berkisar antara
500-900 kg ha
-1
th
-1
biji kakao kering, padahal potensi produksi biji kakao bisa mencapai 2.000 kg ha
-1
th
-1
Wahyudi dan Rahardjo, 2008, sehingga produktivitas hasil tersebut baru mencapai sekitar 25 - 45.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa hama dan penyakit yang merugikan antara lain penggerek buah kakao Conopomorpha cramella Snellen, busuk buah
atau kepik penghisap buah Helopeltis antonii Sign, kanker batang dan jamur.
Leverage of Attributes
0,69 0,68
0,60 2,12
0,52 0,57
0,62 0,61
0,55 0,41
0,24 1,58
1,14
0,5 1
1,5 2
2,5 Kesesuaian lahan dan agroklimat untuk tanaman kakao
Luas lahan tanaman kakao yang dikelola Produktivitas hasil kakao
Rata-rata umur tanaman kakao Tindakan konservasi lahan
Tingkat serangan hama PBK penggerek buah kakao Tingkat serangan penyakit busuk buah
Tingkat serangan hama penyakit selain PBK busuk buah Pemanfaatan limbah untuk pupuk organik
Tingkat pemanfaatan lahan Penggunaan benih bibit kakao
Pengelolaan lahan dan lingkungan Tingkat ketersediaan akses jalan usahatani
A tt
ri b
u te
Root Mean Square Change in Ordination when Selected Attribute Removed on Sustainability scale 0 to 100
RAP-SEBATIK Ordination
36,78
DOWN UP
BAD GOOD
-60 -40
-20 20
40 60
20 40
60 80
100 120
Sebatik Sustainability O
the r
D is
ti ng
is h
ing Fe
a tur
e s
91
Tanaman kakao yang dibudidayakan di Pulau Sebatik umumnya berasal dari Malaysia dan penduduk setempat menyebutnya sebagai jenis atau klon 23, 25
atau 28. Petani di wilayah ini sebelum mengusahakan tanaman kakao di Pulau Sebatik, mereka adalah sebagai pekerja kebun kakao di Malaysia. Hal ini yang
menyebabkan bibit kakao umumnya juga didatangkan dari negara tersebut, karena harganya relatif lebih murah dan mudah diperoleh dibandingkan jika harus
mendatangkan dari Jawa atau daerah lain penghasil bibit kakao unggul di Indonesia. Oleh karena itu pada masa mendatang untuk melakukan peremajaan
atau penggantian tanaman kakao baru perlu menggunakan bibit unggul yang tahan hama penyakit dan produktivitasnya tinggi serta sesuai dengan rekomendasi.
5.7.3. Keberlanjutan Dimensi Ekonomi