Keberlanjutan Dimensi Sosial Budaya

93 Gambar 24. Indeks keberlanjutan a dan atribut yang sensitif mempengaruhi keberlanjutan dimensi ekonomi b pada kelas kesesuaian lahan sesuai marginal S3

5.7.4. Keberlanjutan Dimensi Sosial Budaya

Pada dimensi sosial budaya faktor-faktor yang diperkirakan berpengaruh terhadap tingkat keberlanjutan terdiri dari 13 atribut, yaitu 1 tingkat pendidikan formal masyarakat, 2 status kepemilikan lahan usahatani kakao, 3 status lahan usahatani kakao, 4 rata-rata umur petani, 5 alokasi waktu untuk usahatani kakao, 6 akses masyarakat dalam kegiatan pertanian, 7 pandangan masyarakat terhadap usahatani kakao, 8 partisipasi keluarga dalam usahatani kakao [usia kerja 16-54 th], 9 tingkat penyerapan tenaga kerja [dari usahatani kakao], 10 pemberdayaan masyarakat dalam kegiatan pertanian, 11 peran masyarakat adat dalam kegiatan pertanian, 12 pola hubungan masyarakat dalam kegiatan pertanian, 13 tingkat hubungan masyarakat lokal dengan masyarakat negara tetangga. Hasil analisis keberlanjutan dengan RAP-COCOA SEBATIK pada dimensi sosial budaya menunjukkan bahwa besarnya indeks keberlanjutan pada kelas kesesuaian lahan cukup sesuai S2 dan sesuai marginal S3 adalah 75,20 berkelanjutan. Indeks keberlanjutan produktivitas lahan perkebunan kakao rakyat dimensi sosial budaya selengkapnya tertera pada Gambar 25a. Meskipun dari dimensi sosial budaya sudah berkelanjutan, namun berdasarkan hasil analisis leverage diperoleh beberapa atribut yang sensitif terhadap indeks keberlanjutan yaitu 1 tingkat pendidikan masyarakat atau petani kakao, 2 status lahan usahatani kakao, dan 3 rata-rata umur petani. Atribut- Leverage of Attributes 0,50 0,19 0,66 6,24 5,94 1,17 4,58 3,21 0,26 1 2 3 4 5 6 7 Keuntungan usahatani kakao Hasil usahatani selain kakao Cara menjual kakao Tempat menjual kakaopemasaran kakao Daya saing kakao dari Pulau Sebatik Jumlah tenaga kerja pertanian Akses pasar Tingkat ketergantungan terhadap pasar luar negeri Malaysia Kontribusi sektor pertanian terhadap PDRB A tt ri b u te Root Mean Square Change in Ordination when Selected Attribute Removed on Sustainability scale 0 to 100 RAP-COCOA SEBATIK Ordination 44,87 DOWN UP BAD GOOD -60 -40 -20 20 40 60 20 40 60 80 100 120 Sebatik Sustainability O th e r D is ti n g is h in g F e a tu re s 94 atribut tersebut perlu diperbaiki atau dikelola dengan baik agar indeks keberlanjutan meningkat. Atribut-atribut sensitif pada dimensi ini perlu dilakukan perbaikan atau diintervensi untuk meningkatkan status keberlanjutan. Hasil analisis leverage selengkapnya tertera pada Gambar 25b. a b Gambar 25. Indeks keberlanjutan a dan atribut yang sensitif mempengaruhi keberlanjutan dimensi sosial budaya b pada kelas kesesuaian lahan cukup sesuai S2 dan sesuai marginal S3. Tingkat pendidikan masyarakat di Pulau Sebatik relatif masih rendah dan umumnya petani kakao di kawasan ini tidak tamat Sekolah Dasar. Rendahnya tingkat pendidikan disebabkan oleh sarana dan prasarana pendidikan dan kondisi sosial ekonomi masyarakat petani pada saat itu kurang mendukung untuk dapat melanjutkan pendidikan. Namun demikian sarana sekolah mulai dan terus dikembangkan, mulai dari TK taman kanak-kanak hingga SLTASMU BPS Nunukan, 2008. Tingkat pendidikan berkaitan erat dengan penerapan teknologi dalam berusahatani. Menurut Wiriaatmadja 1977 petani yang cepat dalam menerapkan hal-hal baru umumnya adalah yang pendidikannya lebih tinggi dari masyarakat sekitarnya, pandai dan pengetahuannya luas. Oleh karena itu pendidikan formal dan informal perlu ditingkatkan dan dikembangkan di kawasan Pulau Sebatik, terutama pada daerah yang akses jalannya kurang baik. Pendidikan informal dalam bentuk penyuluhan, sekolah lapang, temu informasi, kursus sangat diperlukan terutama yang terkait dengan inovasi teknologi usahatani untuk pengembangan perkebunan kakao rakyat. Rap-SEBATIK Ordination 75,20 DOWN UP BAD GOOD -60 -40 -20 20 40 60 20 40 60 80 100 120 Sebatik Sustainability O th e r D is ti n g is h in g F e a tu re s Leverage of Attributes 1,47 1,71 2,12 3,45 2,53 4,39 2,77 2,66 2,45 4,78 1,96 1,37 2,17 1 2 3 4 5 6 Pemberdayaan masyarakat dalam kegiatan pertanian Status kepemilikan lahan Akses masyarakat dalam kegiatan pertanian Rata-rata umur petani Alokasi waktu untuk usahatani kakao Status lahan usahatani kakao Pandangan masyarakat terhadap usahatani kakao Partisipasi keluarga dalam usahatani kakao Tingkat penyerapan tenaga kerja dari usahatani kakao Tingkat pendidikan formal masyarakat Peran masy adat dalam keg. pertanian Pola hubungan masyarakat dalam kegiatan pertanian Hubungan masy lokal dengan masy negara tetangga A tt ri b u te Root Mean Square Change in Ordination when Selected Attribute Removed on Sustainability scale 0 to 100 95 Hasil survei lapangan menunjukkan bahwa status lahan usahatani umumnya belum kuat atau belum bersertifikat. Namun demikian petani masih dapat memperjualbelikan lahan usahatani mereka sesuai dengan kesepakatan kedua belah pihak. Untuk mendapatkan sertifikat pada lahan usahatani kakao, biayanya relatif mahal atau belum terjangkau oleh masyarakat setempat dan proses pengurusannya relatif sulit. Oleh karena itu agar petani memiliki kepastian berusahatani atas lahan garapannya perlu diperkuat dengan adanya sertifikat tanah dengan prosedur yang mudah dan biaya yang relatif terjangkau. Umur petani kakao di Pulau Sebatik berkisar antara 45-55 tahun, dan masih termasuk dalam umur produktif atau usia kerja. Namun demikian dalam jangka panjang kondisi tersebut akan berpengaruh terhadap keberlanjutan usahatani kakao di kawasan perbatasan tersebut. Menurut Soekartawi 1988, petani yang lebih tua kurang termotivasi menerima hal-hal baru daripada mereka yang relatif lebih muda usianya. Untuk keberlanjutan usahatani kakao, penduduk atau masyarakat yang usianya masih relatif lebih muda perlu diberdayakan untuk ikut aktif dan tertarik dalam kegiatan pertanian terutama yang berkaitan dengan usahatani kakao.

5.7.5. Keberlanjutan Dimensi Infrastruktur dan Teknologi