82
p-3 p-2
p-6 p-5
p-8 p-10
p-1 p-7
p-9 p-4
Independent
Autonomous Linkage
Dependent
Gambar 16. Diagram klasifikasi sub elemen perubahan yang diinginkan untuk peningkatan produktivitas lahan berkelanjutan
perkebunan kakao rakyat pada kelas kesesuaian lahan cukup sesuai S2 dan sesuai marginal S3
Sub elemen yang terdapat di daerah linkage adalah sub elemen perubahan pola pengelolaan kakao rakyat yang berorientasi ekspor p-2, sub elemen
ketersediaan sarana produksi pertanian yang memadai p-3, sub elemen keterlibatan antar sektor dalam pengembangan kawasan perbatasan p-5, sub
elemen jaminan pemerintah terhadap pengusahaan lahan perkebunan kakao rakyat p-6, sub elemen peremajaan dan penggantian tanaman kakao tua p-8 dan sub
elemen perubahan tersedianya industri pengolahan kakao rakyat di Pulau Sebatik p-10. Perubahan terhadap keenam elemen akan memberikan pengaruh terhadap
elemen perubahan yang lain serta memiliki ketergantungan terhadap elemen perubahan dalam sistem.
5.5.3. Kelembagaan Pendukung
Berdasarkan survei dan pendapat pakar, elemen-elemen kelembagaan yang terlibat dalam peningkatan produktivitas lahan berkelanjutan di kawasan
perbatasan Pulau Sebatik diperoleh sepuluh sub elemen kelembagaan yang terkait, yaitu 1 pemerintah pusat, 2 pemerintah propinsi, 3 pemerintah kabupaten, 4
dinas dan instansi terkait, 5 perbankan, 6 koperasi, 7 lembaga keuangan
83
mikro, 8 pemerintah Malaysia, 9 kelompok tani, dan 10 lembaga swadaya masyarakat.
Pada Gambar 17 terlihat bahwa pada kelas kesesuaian lahan cukup sesuai S2 dan sesuai marginal S3 diperoleh lima tahapan atau level keterlibatan setiap
lembaga dalam pengelolaan lahan di kawasan perbatasan. Lembaga yang diharapkan sangat berperan dalam pengelolaan lahan di kawasan perbatasan pada
tahap pertama adalah pemerintah propinsi l-2 dan pemerintah kabupaten l-3. Kemudian pada tahap kedua, lembaga yang beperan adalah pemerintah pusat
l-1, dinas dan instansi terkait l-4, perbankan l-5, dan kelompok tani l-9. Tahap selanjutnya adalah koperasi l-6 dan lembaga keuangan mikro k-7,
kemudian pada tahap 4 dan 5 adalah pemerintah Malaysia l-8 dan LSM l-10.
Gambar 17. Struktur hirarki antar sub elemen kelembagan yang terlibat pada kelas kesesuaian lahan cukup sesuai S2
dan sesuai marginal S3
Lembaga yang diharapkan sangat berperan adalah pemerintah propinsi, dan pemerintah kabupaten. Jika dilihat diagram klasifikasi sub elemen Driver
Power - Dependence Gambar 18, dapat diketahui bahwa sebenarnya ketiga
l-8 l-10
l-1 l-4
l-5 l-9
l-6 l-7
l-2 l-3
Level 1 Level 3
Level 4 Level 5
Level 2
84
lembaga pemerintah pusat dan daerah dapat bekerja bersama-sama dalam upaya peningkatan produktivitas lahan berkelanjutan di kawasan perbatasan, karena
ketiga lembaga tersebut terletak pada sektor linkage. Peran yang diharapkan adalah adanya komitmen yang kuat dari pemerintah pusat dan daerah melalui
kebijakan pengembangan kawasan perbatasan.
Gambar 18. Diagram klasifikasi sub elemen kelembagaan yang terlibat pada kelas kesesuaian lahan cukup sesuai S2 dan sesuai
marginal S3 Pada sektor linkage sektor III terdapat sub elemen dari pemerintah pusat
l-1, pemerintah propinsi l-2, pemerintah kabupaten l-3, dinasinstansi terkait l-4, perbankan l-5, koperasi l-6, lembaga keuangan mikro l-7, kelompok
tani l-9. Sub elemen pada kelompok ini memiliki kekuatan pendorong driver power
yang besar terhadap suksesnya program, tetapi mempunyai ketergantungan dependence yang besar pula terhadap lembaga yang lain. Namun
demikian setiap elemen ini akan mempengaruhi keberhasilan program, dan sebaliknya apabila sub elemen ini mendapat perhatian yang kurang, maka akan
berpengaruh terhadap kegagalan program. Menjalin hubungan yang baik dengan pemerintah Malaysia merupakan hal yang sangat penting dirintis dalam rangka
pengembangan kawasan perbatasan. Hubungan tersebut khususnya dalam hal kerjasama investasi yang berkaitan dengan peningkatan produktivitas lahan
perkebunan kakao rakyat di kawasan perbatasan.
1 2
3 4
5 6
7
1 2
3 4
5 6
7
De pe nde nce
D ri
v e
r P
o w
e r
Inde pe n de n t
De pe n de n t Auto nom ous
L ink age
85
5.6. Analisis Sosial Ekonomi Ukuran garis kemiskinan dibagi dalam tiga tingkatan, mencakup konsepsi
nilai ambang kecukupan pangan yaitu miskin, miskin sekali dan sangat miskin dinyatakan dalam Rp bl
-1
, ekuivalen dengan nilai tukar beras kg orang
-1
th
-1
. Dengan demikian akan dapat dibandingkan dengan nilai tukar antar daerah di
pedesaan dan di perkotaan. Nilai ambang kecukupan pangan untuk pengeluaran di daerah pedesaan 240 - 320 kg orang
-1
th
-1
, sedangkan untuk wilayah perkotaan 360 - 480 kg ha
-1
th
-1
Sajogjo, 1977. Keluarga tani dinyatakan hidup layak jika telah memenuhi kebutuhan hidup meliputi pangan, tempat tinggal, pakaian,
pendidikan, kesehatan, rekreasi, kegiatan sosial dan tabungan. Menurut Sinukaban 2007, jumlah pendapatan bersih yang harus
diperoleh keluarga tani untuk dapat hidup layak minimal adalah setara dengan: 320 kg beras setahun x harga Rp kg
-1
x jumlah anggota keluarga x 2,5. Dengan perincian: a nilai setara 320 kg beras orang
-1
th
-1
untuk kebutuhan fisik minimal pangan, sandang, papan yaitu 8,89 kg beras x 3 x 12 bl = 320 kg beras orang
-1
th
-1
100; b kebutuhan kesehatan dan rekreasi: 50 x 320 kg beras orang
-1
th
-1
, c kebutuhan pendidikan: 50 x 320 kg beras orang
-1
th
-1
, d kebutuhan sosial, asuransi dll: 50 x 320 kg beras orang
-1
th
-1
. Kebutuhan hidup layak KHL masyarakat di Pulau Sebatik selengkapnya tertera pada Tabel 27.
Luas lahan minimal Lm untuk memenuhi KHL dapat diperoleh dengan membagi KHL dengan pendapatan bersih per hektar Pb atau dengan persamaan:
Lm = KHL Pb
-1
Monde, 2008. Pendapatan bersih kakao rata-rata di Pulau Sebatik pada kondisi eksisting sekitar Rp 3 - 5 juta ha
-1
th
-1
, sehingga luas lahan minimal yang harus digarap adalah 3,2 - 5,3 ha untuk dapat memenuhi KHL.
Hasil produksi biji kakao rata-rata saat ini eksisting menunjukkan bahwa dengan luas usahatani kakao 2 - 3 ha, tidak akan mampu memenuhi KHL sekitar Rp 18
juta. Dengan demikian agar usahatani kakao rakyat berkelanjutan secara ekonomi, maka produktivitas hasil kakao perlu ditingkatkan dan luas lahan
garapan ditambah.
86
Tabel 27. Kebutuhan hidup layak KHL di Pulau Sebatik
1
Jenis pengeluaran
Kg beras
Harga beras
Rp kg
-1 2
Pengeluaran
Rp orang
-1
th
-1
Jlm anggota keluarga
3
Kebutuhan
Rp KK
-1
th
-1
KFM
4
100 320
4.500 1.440.000
5 7.200.000
Pendidikan
50 160
4.500 720.000
5 3.600.000
Kesehatan
50 160
4.500 720.000
5 3.600.000
Sosial, tabungan
50 160
4.500 720.000
5 3.600.000
KHL
5
3.600.000 18.000.000
Sumber: data primer dan sekunder
1
dimodifikasi dari Monde 2008
2
harga beras rata-rata di Pulau Sebatik pada saat penelitian
3
diasumsikan jumlah anggota keluarga 5 orang
4
KFM kebutuhan fisik minimum
5
KLH Kebutuhan hidup layak
Produktivitas hasil kakao di kawasan Pulau Sebatik ini berkisar antara 550-610 kg ha
-1
th
-1
, padahal potensi produksi biji kakao bisa mencapai 1.250 - 1.550 kg ha
-1
th
-1
. Rendahnya produktivitas kakao ini disebabkan antara lain oleh pengelolaan kebun belum optimal, tanaman sudah tua, dan penerapan teknologi
budidaya dan pascapanen belum optimal. Oleh karena itu diperlukan upaya pengelolaan lahan perkebunan kakao rakyat yang lebih optimal, mencakup
penyediaan sarana produksi, tindakan pemupukan, pemeliharaan, pemangkasan, pemberantasan hama dan penyakit, serta adanya kegiatan penyuluhan pertanian.
87
5.7. Indeks dan Status Keberlanjutan