87
5.7. Indeks dan Status Keberlanjutan
Pulau Sebatik merupakan salah satu kawasan perbatasan negara antara Indonesia dan Malaysia yang terletak di Kabupaten Nunukan, Provinsi
Kalimantan Timur. Pembangunan sektor pertanian di kawasan ini relatif masih rendah jika dibandingkan dengan perkembangan pembangunan di daerah lain.
Sampai saat ini kawasan perbatasan tersebut relatif belum berkembang, karena paradigma pembangunan masa lalu yang menempatkan kawasan perbatasan
sebagai halaman belakang negara. Pertanian merupakan sektor andalan di Pulau Sebatik, dan tanaman kakao
merupakan komoditas unggulan yang telah dibudidayakan oleh masyarakat setempat sejak tahun 1980-an. Pengembangan perkebunan kakao rakyat di
kawasan ini diharapkan akan dapat mendorong pembangunan pertanian secara berkelanjutan. Pendekatan pembangunan pertanian berkelanjutan sangat beragam
dan bergantung pada keragaman masing-masing daerah. Beberapa pendekatan yang berkaitan dengan pembangunan berkelanjutan antara lain oleh: Etkin 1992
dalam Gallopin 2003 melalui pendekatan ekologi, ekonomi, sosial budaya dan
etika; Dalay-Clayton dan Bass 2002 melalui keberlanjutan ekologi, ekonomi, sosial budaya, kelembagaan, politik dan keamanan.
5.7.1. Analisis Keberlanjutan
Analisis status keberlanjutan produktivitas lahan perkebunan kakao rakyat di kawasan perbatasan Pulau Sebatik dilakukan melalui analisis keberlanjutan
dengan Multi Dimensional Scaling MDS yang disebut RAP-COCOA SEBATIK. Dimensi yang dianalisis untuk mengetahui status keberlanjutan meliputi ekologi,
ekonomi, sosial budaya, teknologi dan infrastruktur, hukum dan kelembagaan, serta pertahanan dan keamanan. Status keberlanjutan dari masing-masing dimensi
tersebut digunakan untuk melakukan perbaikan-perbaikan pada masa yang akan datang terhadap faktor-faktor atau atribut-atribut yang sensitif atau pengungkit
terhadap peningkatan produktivitas lahan perkebuan kakao rakyat.
88
Hasil analisis menggunakan RAP-COCOA SEBATIK menunjukan bahwa indeks
keberlanjutan pada kelas kesesuaian lahan cukup sesuai S2 dari dimensi ekologi sebesar 40,75 kurang berkelanjutan, dimensi ekonomi 48,58 kurang
berkelanjutan, dimensi sosial budaya 75,20 berkelanjutan,
dimensi infrastruktur
dan teknologi
40,49 kurang
berkelanjutan, dimensi hukum dan
kelembagaan 36,39
kurang berkelanjutan, serta dimensi
pertahanan dan
keamanan 36,39
kurang berkelanjutan.
Pada kelas
kesesuaian lahan sesuai marginal S3 dari dimensi ekologi sebesar
36,37 kurang berkelanjutan dimensi
ekonomi 44,87
kurang berkelanjutan, dimensi sosial budaya 75,20
berkelanjutan, dimensi infrastruktur dan teknologi 32,96 kurang berkelanjutan, dimensi hukum
dan kelembagaan
36,39 kurang berkelanjutan, dimensi
pertahanan dan
keamanan 36,39 kurang berkelanjutan.
Indeks keberlanjutan
dari masing-masing kelas kesesuaian
lahan dan dimensi keberlanjutan selengkapnya disajikan pada
Gambar 19 dan 20.
Gambar 19. Diagram indeks keberlanjutan pada kelas kesesuaian lahan cukup sesuai S2
20 40
60 80
100 Ekologi
Ekonomi
Sosial Budaya Infrastruktur teknologi
Hukum kelembagaan Hankam
20 40
60 80
100 Ekologi
Ekonomi
Sosial Budaya Infrastruktur teknologi
Hukum kelembagaan Hankam
Gambar 20. Diagram indeks keberlanjutan pada kelas kesesuaian lahan sesuai marginal S3
89
5.7.2. Keberlanjutan Dimensi Ekologi