Keberlanjutan Dimensi Hukum dan Kelembagaan

97 Gambar 27. Indeks keberlanjutan a dan atribut yang sensitif mempengaruhi keberlanjutan dimensi infrastruktur dan teknologi b pada kelas kesesuaian lahan sesuai marginal S3 Sarana dan prasarana terutama jaringan jalan sampai saat ini relatif terbatas dan belum semua jalan yang menghubungkan antar desa diaspal atau dilakukan pengerasan. Selain itu keterbatasan sarana transportasi, dan letak wilayah yang secara geografis lebih dekat dengan Malaysia, menjadi alasan bagi masyarakat di kawasan tersebut menjual hasil panen kakao dan membeli barang- barang kebutuhan sehari-hari ke Malaysia Tawau, karena jaraknya relatif dekat dan transportasi laut mudah serta murah. Standardisasi mutu produk pertanian sebagai atribut yang sensitif, disebabkan oleh belum diterapkannya standardisasi mutu bagi produk hasil kakao yang akan dijual ke pasar Malaysia, padahal permintaan produk ini cukup besar dan kawasan ini belum mampu memenuhi permintaan, baik secara kuantitatif maupun kualitatif. Oleh karena itu perbaikan berdasarkan skala prioritas terhadap atribut-atribut yang sensitif terhadap keberlanjutan dimensi infrastruktur dan teknologi perlu dilakukan dalam rangka meningkatkan indeks keberlanjutan dimensi tersebut.

5.7.6. Keberlanjutan Dimensi Hukum dan Kelembagaan

Pada dimensi hukum dan kelembagaan, atribut yang diperkirakan berpengaruh terhadap keberlanjutan terdiri dari sembilan atribut yaitu 1 keberadaan dan peran lembaga penyuluhan pertanian, 2 keberadaan lembaga atau badan khusus kawasan perbatasan, 3 keberadaan dan peran perbankan Leverage of Attributes 0,61 3,22 3,86 4,86 5,11 4,72 3,58 3,12 1,85 1 2 3 4 5 6 Ketersediaan basis data sumberdaya lahan Sumber informasi teknologi dari dinas dan instansi terkait Tindakan pemupukan Sumber informasi teknologi dari negara tetangga Malaysia Tingkat penguasaan teknologi pertanian Dukungan sarana dan prasarana jalan Pedoman teknologi usahatani yang dimiliki Standardisasi mutu produk pertanian Ketersediaan industri pengolahan hasil pertanian A tt ri b u te Root Mean Square Change in Ordination when Selected Attribute Removed on Sustainability scale 0 to 100 RAP-COCOA SEBATIK Ordination 32,96 GOOD BAD UP DOWN -60 -40 -20 20 40 60 20 40 60 80 100 120 Sebatik Sustainability O th e r D is ti n g is h in g F e a tu re s 98 dalam kegiatan usahatani, 4 keberadaan lembaga keuangan mikro [LKM], 5 keberadaan kelompok tani, 6 keikutsertaan petani dalam kelompok tani, 7 mekanisme kerjasama lintas sektoral dalam pengembangan pertanian di kawasan perbatasan, 8 sinkronisasi antara kebijakan pemerintah pusat dan daerah, 9 perjanjian kerjasama pengembangan pertanian dengan negara Malaysia. Berdasarkan analisis keberlanjutan dari dimensi hukum dan kelembagaan Gambar 28a pada kelas kesesuaian lahan cukup sesuai S2 dan sesuai marginal S3 diperoleh indeks 36,39 kurang berkelanjutan. Hasil analisis leverage menunjukkan bahwa atribut-atribut sensitif terhadap keberlanjutan dimensi ini yaitu 1 mekanisme kerjasama lintas sektor dalam pengembangan kawasan perbatasan, 2 sinkronisasi antara kebijakan pusat dan daerah, 3 keberadaan kelompok tani, dan 4 keberadaan lembaga keuangan mikro. Atribut-atribut sensitif pada dimensi ini perlu dilakukan perbaikan atau diintervensi untuk meningkatkan status keberlanjutan. Hasil analisis leverage selengkapnya tertera pada Gambar 28b. a b Gambar 28. Indeks keberlanjutan a dan atribut yang sensitif mempengaruhi keberlanjutan dimensi hukum dan kelembagaan b Mekanisme kerjasama lintas sektor dalam pengembangan kawasan perbatasan menjadi atribut yang paling sensitif, disebabkah oleh koordinasi antara sektor atau instansi yang terkait belum berjalan secara optimal, dan bahkan lebih banyak melaksanakan programnya masing-masing secara parsial serta kurang melibatkan sektor lainnya. Sinkronisasi antara kebijakan pusat dan daerah Leverage of Attributes 2.42 1.82 3.38 3.81 3.83 4.75 4.20 1.19 2.04 0.5 1 1.5 2 2.5 3 3.5 4 4.5 5 Keberadaan Lembaga Penyuluhan Pertanian Perkebunan Keberadaan lembagabadan khusus kawasan perbatasan Keberadaan lembaga perbankan Keberadaan lembaga keuangan mikro LKM Keberadaan kelompok tani Mekanisme kerjasama lintas sektoral dalam pengembangan kawasan perbatasan Sinkronisasi antara kebijakan pusat dan daerah Ketersediaan perangkat hukum adatagama Perjanjian kerjasama pengembangan kws perbat dengan negara Malaysia A tt ri b u te Root Mean Square Change in Ordination when Selected Attribute Removed on Sustainability scale 0 to 100 Rap-SEBATIK Ordination 36,39 DOWN UP BAD GOOD -60 -40 -20 20 40 60 20 40 60 80 100 120 Sebatik Sustainability O th e r D is ti n g is h in g F e a tu re s 99 termasuk dalam atribut sensitif, karena kebijakan pembangunan pertanian yang dilakukan oleh pemerintah pusat selama ini lebih bersifat umum dan biasanya kurang melibatkan pemerintah daerah. Kelembagaan kelompok tani di Pulau Sebatik sudah ada, namun belum optimal. Padahal keberadaan kelembagaan kelompok tani ini sangat penting dalam pembangunan pertanian Mosher, 1969; Todaro, 1994. Hasil penelitian Anantanyu 2009 menunjukkan bahwa keberadaan kelompok tani juga belum mampu membantu petani keluar dari persoalan kesenjangan ekonomi. Di masa mendatang diharapkan peran kelompok tani lebih optimal dalam melayani kebutuhan anggotanya. Oleh karena itu pengembangan kelembagaan kelompok tani sangat diperlukan agar dapat berperan lebih aktif dalam mendukung pengembangan perkebunan kakao rakyat di Pulau Sebatik. Koperasi Unit Desa, LKM dan lembaga keuangan lain di kawasan ini belum berkembang atau masih terbatas. Padahal keberadaan kelembagaan tersebut terutama LKM sangat dibutuhkan oleh petani untuk mendapatkan modal dan diharapkan dapat menyalurkan kredit untuk keperluan usahatani di kawasan ini. Hal tersebut berkaitan dengan keperluan modal usaha untuk membeli sarana produksi pertanian. Pengembangan kelembagaan diperlukan karena: 1 banyak masalah pertanian yang hanya dapat dipecahkan oleh suatu lembaga petani, 2 sebagai sarana difusi inovasi teknologi dan pengetahuan kepada masyarakat, 3 untuk menyiapkan masyarakat agar mampu bersaing dalam struktur ekonomi yang terbuka Reed, 1979; Bunch, 1991 dalam Anantanyu, 2009. Di Kalimantan Timur pada tahun 2009 baru dibentuk badan khusus pengelola kawasan perbatasan. Badan ini dibentuk berdasarkan Peraturan Gubernur Kalimantan Timur Nomor 13 Tahun 2009 Tentang Organisasi dan Tata Kerja Badan Pengelolaan Kawasan Perbatasan Pedalaman dan Daerah Terpencil BPKPPDT. Tugas pokoknya adalah melaksanakan penyusunan dan kebijakan daerah di bidang pengembangan wilayah perbatasan dan sumberdaya, peningkatan infrastruktur, pembinaan ekonomi dan dunia usaha, pembinaan lembaga sosial dan budaya BPKP2DT, 2009. 100

5.7.7. Keberlanjutan Dimensi Pertahanan dan Keamanan