VI. REKOMENDASI KEBIJAKAN
Rekomendasi kebijakan peningkatan produktivitas lahan berkelanjutan untuk perkebunan kakao rakyat di kawasan perbatasan Pulau Sebatik, adalah
berdasarkan skenario yang telah disusun yaitu Skenario I, II dan III. Skenario tersebut dilaksanakan secara bertahap dan disesuaikan dengan potensi, kendala
dan ketersediaan sumberdaya. Masing-masing skenario dilakukan perbaikan terhadap faktor-faktor atau atribut dominan pada setiap dimensi keberlanjutan
pada masing-masing kelas kesesuaian lahan S2 dan S3. Pada skenario I, peningkatan indeks keberlanjutan dilakukan melalui
perbaikan atribut-atribut sensitif atau dominan, terutama pada dimensi yang tidak berkelanjutan. Atribut-atribut yang dinaikkan skoringnya adalah: sarana prasarana
pertahanan dan keamanan, sinkronisasi antara kebijakan pemerintah pusat dan daerah, sarana produksi pertanian, tindakan pemupukan, rata-rata umur tanaman,
tingkat serangan hama penyakit, daya saing kakao dari Pulau Sebatik. Pada skenario II, peningkatan indeks keberlanjutan dilakukan melalui
perbaikan atribut-atribut sensitif atau dominan pada keenam dimensi, tetapi belum optimal. Atribut yang dinaikkan skoringnya adalah: sarana dan prasarana
pertahanan dan keamanan, sinkronisasi antara kebijakan pemerintah pusat dan daerah, penguasaan dan penerapan teknologi budidaya dan pascapanen, sarana
produksi pertanian, keberadaan lembaga keuangan mikro LKM, tindakan pemupukan, umur tanaman kakao, tingkat serangan hama penyakit, daya saing
kakao dari Pulau Sebatik, dan industri pengolahan. Pada skenario III, peningkatan indeks keberlanjutan dilakukan melalui
perbaikan atribut-atribut sensitif atau dominan pada keenam dimensi, yang terletak pada skala berikutnya setelah skenario II. Atribut yang dinaikkan
skoringnya adalah: sarana dan prasarana pertahanan dan keamanan, sinkronisasi antara kebijakan pemerintah pusat dan daerah, penguasaan dan penerapan
teknologi budidaya dan pascapanen, sarana produksi pertanian, keberadaan lembaga keuangan mikro LKM, tindakan pemupukan, umur tanaman kakao,
tingkat serangan hama penyakit, daya saing kakao dari Pulau Sebatik, dan industri pengolahan.
138
Sesuai dengan faktor dominan yang dihasilkan berdasarkan hasil analisis prospektif, penggabungan antara indeks keberlanjutan dan kebutuhan
stakeholders, maka langkah-langkah operasional yang dapat dilakukan
berdasarkan skala prioritas adalah sebagai berikut:
a Sarana dan prasarana pertahanan dan keamanan Hankam
Masalah pertahanan dan keamanan menjadi sangat penting di Pulau Sebatik, karena berkaitan erat dengan kedaulatan dan keutuhan wilayah nasional
yang berbatasan langsung dengan negara tetangga. Sebagai wilayah yang berbatasan darat dan laut, sarana dan prasarana pertahanan keamanan sangat
dibutuhkan untuk menjaga keamanan dan kedaulatan Pulau Sebatik. Pos-pos pengawasan perbatasan PAMTAS di Pulau Sebatik saat ini telah disiapkan dan
dibangun, namun jumlahnya terbatas hanya 4 titik dan belum sesuai dengan keperluan pertahanan keamanan dan belum didukung oleh alat pertahanan yang
memadai. Selain itu batas atau patok perbatasan antar negara terutama di darat yang belum jelas akan bisa memicu perebutan tapal batas negara. Oleh karena itu
sarana dan prasarana pertahanan dan keamanan di kawasan perbatasan ini perlu diperhatikan kelayakannya melalui penambahan sarana dan prasarana, untuk
memberikan suasana kondusif dan ketenangan kepada masyarakat dalam berusahatani di Pulau Sebatik sebagai pulau terluar dan beranda depan negara.
b Sikronisasi antara kebijakan pemerintah pusat dan daerah
Kebijakan pemerintah pusat dan daerah untuk pengembangan kawasan perbatasan sampai saat ini belum dilaksanakan sesuai dengan kebutuhan, kondisi
dan posisi strategis kawasan perbatasan. Kebijakan pemerintah pusat dan daerah belum dikoordinasikan dengan baik, yang terlihat dari lambatnya perkembangan
pembangunan di semua sektor, padahal pembangunan dan pengembangan kawasan perbatasan harus segera dilakukan dan bersifat mendesak. Pada tanggal
10 Desember 2009, DPR RI dan Pemprov Kalimantan Timur bersepakat tentang pentingnya sinkronisasi kebijakan di semua tingkatan dan semua departemen
untuk pembangunan yang terarah di kawasan perbatasan negara Pemprov Kaltim, 2009. Khusus untuk sektor pertanian, kebijakan pemerintah pusat dan daerah
139
belum berjalan dengan baik, karena kebijakan pertanian yang dilakukan oleh pemerintah pusat selama ini lebih bersifat umum dan belum sesuai dengan
kebutuhan pengembangan pertanian di kawasan perbatasan. Oleh karena itu untuk meningkatkan produktivitas lahan perkebunan kakao rakyat, kebijakan-kebijakan
yang akan dilakukan oleh pemerintah pusat dan daerah perlu diselaraskan dan sesuai dengan kebutuhan wilayah, terintegrasi dan holistik dari berbagai aspek.
c Penguasaan dan penerapan teknologi budidaya dan pascapanen
Masalah utama yang sering dihadapi dalam pengembangan kakao di Indonesia termasuk perkebunan kakao rakyat di Pulau Sebatik adalah ketersediaan
sumberdaya manusia yang terbatas atau kurang. Sekitar 90 persen petani kakao umumnya memiliki pengetahuan yang kurang tentang budidaya dan pascapanen
kakao dan mereka hanya mendapatkan keahlian bercocok tanam kakao yang diwariskan dari pendahulu mereka atau dari pengalaman mereka bekerja di
perkebunan kakao di Malaysia. Oleh karena itu agar perkebunan kakao rakyat di kawasan ini produktivitasnya tinggi dan ramah lingkungan, perlu dilakukan
diseminasi inovasi teknologi melalui penyuluhan, pelatihan dan sekolah lapangan konservasi lahan, pengendalian hama terpadu, pembuatan pupuk organik dan
pakan ternak dari limbah kakao, integrasi tanaman ternak.
d Sarana produksi pertanian
Sarana produksi pertanian terutama pupuk dan obat-obatan sangat dibutuhkan untuk meningkatkan produktivitas lahan kakao rakyat. Di Pulau
Sebatik sarana produksi pertanian relatif sulit diperoleh, terutama bagi mereka yang tinggal di wilayah yang jauh dari ibu kota kecamatan dan yang akses
jalannya belum baik. Hingga saat ini kios sarana produksi pertanian belum tersebar di wilayah-wilayah sentra pengembangan kakao, sehingga petani
biasanya membeli pupuk atau sarana produksi lainnya ke distributor lewat kelompok tani, ke ibu kota kecamatan Sebatik, atau ke pasar Aji Kuning. Oleh
karena itu agar produktivitas hasil kakao rakyat tetap tinggi, maka kios sarana produksi pertanian perlu dikembangkan pada wilayah-wilayah pengembangan
kakao di Pulau Sebatik, terutama pada daerah yang lokasinya jauh dari ibu kota kecamatan atau pusat perdaganganpasar kecamatan. Selain itu program penataan
140
penyediaan sarana produksi pertanian terutama distribusi pupuk perlu diperbaiki supaya sasarannya bisa tepat jumlah, waktu, jenis, harga dan mutu, sehingga
petani tidak tergantung pada sarana produksi pertanian dari Tawau Malaysia yang harganya relatif lebih mahal.
e Lembaga Keuangan Mikro LKM
Lembaga Keuangan Mikro LKM yang dapat membantu petani dalam usahatani kakao di kawasan ini belum berkembang, padahal keberadaan lembaga
ini sangat dibutuhkan oleh petani untuk mendapatkan modal dan diharapkan akan bisa membantu menyalurkan kredit untuk keperluan usahatani kakao. Agar
perkebunan kakao tetap berkembang dan berkelanjutan, maka lembaga keuangan mikro perlu dirintis dan dikembangkan di kawasan ini. Keterlibatan pemerintah
daerah dan lembaga perbankan sangat diharapkan untuk merintis dan mendukung pengembangan LKM, supaya dapat membantu permodalan petani dalam
mengembangkan perkebunan kakao di kawasan perbatasan Pulau Sebatik.
f Tindakan pemupukan
Berdasarkan hasil analisis sifat-sifat tanah dari Pulau Sebatik, secara umum dapat diketahui bahwa tingkat kesuburan tanah kandungan hara relatif
rendah dan belum mampu mendukung pertumbuhan tanaman kakao yang optimal. Dengan demikian tambahan hara melalui pemupukan sangat dibutuhkan untuk
meningkatkan produktivitas lahan perkebunan kakao rakyat. Pemupukan jarang dilakukan oleh petani saat dilakukan penelitian karena harga pupuk relatif
mahal, pupuk sulit diperoleh, dan stok pupuk di distributor Pulau Sebatik terbatas serta belum sesuai dengan kebutuhan perkebunan kakao di kawasan tersebut. Pada
masa yang akan datang yang perlu diperhatikan adalah: i distribusi pupuk ke kawasan Pulau Sebatik khususnya untuk tanaman kakao perlu diperbaiki,
sehingga kebutuhan pupuk dapat tercukupi, ii perlu kebijakan khusus untuk memberikan subsidi agar harga pupuk di kawasan perbatasan ini terjangkau oleh
masyarakat setempat, iii pemupukan dilakukan sesuai dengan tingkat kesuburan tanah, kebutuhan tanaman serta ramah lingkungan, dan iv pemantaatan limbah
kakao sebagai pupuk organik untuk mengurangi pupuk anorganik.
141
g Umur tanaman kakao
Umur rata-rata tanaman kakao di Pulau Sebatik lebih dari 20 tahun, sehingga produktivitasnya mulai menurun dan perlu pemeliharaan yang optimal.
Oleh karena itu agar produktivitas hasil kakao di Pulau Sebatik tetap tinggi perlu dilakukan peremajaan tanaman dan penggantian tanaman kakao unggul baru bagi
tanaman yang rusak.
h Serangan hama dan penyakit
Hama dan penyakit yang sering menyerang tanaman kakao di kawasan ini adalah Penggerek Buah Kakao PBK, Conoppomorpha cramerella dan
penghisap buah Helopeltis spp. yang dapat menurunkan produksi antara 60 - 80 persen bila tidak dilakukan pengendalian. Hama lain yang sering menyerang
tanaman kakao adakah belalang Valanga nigricornis, ulat jengkal Hypsidra talaka Walker,
kutu putih Planoccos lilaci, dan penggerek batang Zeuzera sp. Penyakit yang sering ditemukan yaitu jamur upas dan jamur akar yang disebabkan
oleh jamur Oncobasidium thebromae dan penyakit busuk buah yang disebabkan oleh Phytoptera palmivora. Oleh karena itu agar produktivitas hasil kakao
optimal, perlu dilakukan pemberantasan dan pencegahan terhadap hama penyakit tersebut melalui cara-cara yang telah direkomendasikan dan ramah lingkungan,
serta dilakukan penggantian varietas unggul baru secara bertahap yang tahan terhadap hama dan penyakit.
i Daya saing kakao
Hingga saat ini daya saing kakao Indonesia asal Pulau Sebatik di pasar luar negeri Malaysia relatif rendah. Rendahnya daya saing kakao dari kawasan
ini antara lain karena belum didukung oleh mutu atau kualitas hasil biji kakao akibat kurang optimalnya perlakuan pascapanen.
Mutu biji kakao yang dihasilkan petani sampai saat ini relatif rendah karena tidak ada insentif bagi petani untuk
menghasilkan biji kakao berkualitas melalui proses fermentasi.
Oleh karena itu pada masa yang akan datang daya saing kakao dari kawasan ini perlu ditingkatkan
melalui perlakuan pascapanen yang memadai, dan perlu adanya perbedaan harga atau pemberian insentif bagi biji kakao yang difermentasi.
142
j Industri pengolahan Hingga saat ini industri pengolahan kakao skala kecil dan menengah di
Pulau Sebatik belum berkembang. Keadaan tersebut mengakibatkan ekspor biji kakao dari kawasan ini masih dilakukan dalam bentuk produk primer, sehingga
petani belum memperoleh nilai tambah. Oleh karena itu pada masa yang akan datang peningkatan nilai tambah kakao rakyat di Pulau Sebatik perlu dilakukan
agar ekspor biji kakao tidak lagi berupa bahan mentah biji, tetapi sudah dalam bentuk hasil olahan diversifikasi produk: kakao bubuk, pasta dll, antara lain
melalui penyediaan industri pengolahan, baik dengan teknologi sederhana, sedang maupun teknologi tinggi.
VII. KESIMPULAN DAN SARAN