34
4.3. Sistem Religi di Kasepuhan
Incu-putu masyarakat Kasepuhan SRI pada hakekatnya telah beragama Islam sejak dahulu, tetapi dalam pelaksanaan ritual Kasepuhan masih
dicampurkan dengan sunda-wiwitan seperti adanya kemenyan, mengundang leluhur guna keselamatan dalam kegiatan. Menurut Sulhi sebagai ustadz di
Kasepuhan yang di tugaskan oleh Kementrian Agama yang ada di Kabupaten Sukabumi bahwa masyarakat Kasepuhan SRI dalam beragama mengaku
Slampangan dika Gusti Rasul. Slampangan dika Gusti Rasul diartikan sebagai masyarakat Kasepuhan beragama Islam, mempercayai Nabi Muhammad sebagai
Rasul. Karena diharuskan masyarakat Kasepuhan SRI sampai saat ini beragama Islam sebatas pengakuan dan keyakinan dalam hati, namun sangat sedikit dalam
pelaksanaan peribadatan. Abah ASNsebagai pemimpin di Kasepuhan SRI ketika diskusi dengan
Bapak Ustadz Sulhi mengenai Incu-putu yang sangat jarang melaksanakan peribadatan kecuali shalat Jum
‟at, dan jawab Abah: “Incu-putu mah tos pada gede, masa kudu disuruh-suruh ku
Abah, kan Abah geus nyontokeun ngiringan shalat Jum’at, cuman incu-putu tacan ngarti mun solat
Jum’at jeung solat lima waktu teh wajib”.
Dalam tatanan kehidupan agama di Kasepuhan dikenal adanya Kiyai
Marhaba dan Kiyai Kamaitan. Kiyai Marhaba adalah berfungsi sebagai pemimpin dalam pelaksanaan selamatan atau upacara adat yang ada di Kasepuhan SRI
dilaksanakan di dalam Imah Gede, Kiyai Marhaba adalah julukan bagi seseorang yang biasa membacakan do‟a-do‟a dan orang tersebut adalah seorang Panghulu
atau juga Dukun Kasepuhan. Kiyai Kamaitan juga sama fungsinya dengan Kiyai Marhaba namun
memimpin selametan dalam bidang pertanian huma dan hanya pelaksanaannya juga di ladang tidak dilangsungkan dalam Imah Gede, serta langsung di pegang
oleh urusan Pamakayaan
35
4.4. Sejarah Terbentuknya Kasepuhan 4.4.1. Kabuyutan
Sejarah adanya masyarakat Kasepuhan ini menurut Bapak Buhari
8
dimulai dari Sajira Banten, yang dipimpin oleh Buyut Agung dengan masa kepemimpinan
100 tahun. Kemudian diteruskan oleh Aki Buyut Bao Rosa, dan istrinya bernama Ambu Buyut Sampih dan bertempat di Cipatat Bogor. Dari Cipatat berpindah ke
Maja, setelah beliau wafat, Kabuyutan diteruskan oleh anaknya yang bernama Aki Buyut Warning dan istrinya bernama Ambu Buyut Samsiah, serta berpindah
tempat ke Lebak Larang. Ketika Aki Buyut Warning meninggal di Lebak Larang, Kabuyutan
diteruskan oleh Aki Buyut Kayon dan kemudian berpindah tempat ke Lebak Binong Banten selama 27 tahun. Ketika Aki Buyut Kayon meninggal, anak
pertamanya yang bernama Aki Buyut Ceboy belum dewasa, sehingga kepemimpinan Kabuyutan diwarnen
9
oleh Aki Buyut Santayan dan bertempat di Pasir Talaga Sukabumi selama 23 Tahun. Setelah Aki Buyut Ceboy dewasa maka
diangkat menjadi Aki Buyut bertempat di Tegal Lumbu Banten hingga ke Bojong Cisono selama 32 Tahun. Kemudian diteruskan oleh Uyut Jasiun lalu pindah ke
Cicemet. Kabuyutan, sangat terkait dengan kerajaan Pajajaran karena masih
keturunan Prabu Siliwangi. Pada masa itu, kerajaan Sunda Pajajaran berperang dengan Kesultanan Banten yang di pimpin oleh Sultan Maulana Yusuf. Akibat
dari kekalahan dalam peperangan tersebut, banyak dari keluarga raja dan rakyatnya yang senantiasa loyal terhadap rajanya melarikan diri ke arah selatan
kidul di kawasan pegunungan, dan satu kelompok dari keturunan inilah kemudian membentuk masyarakat Kabuyutan. Adimihardja, 1992.
Menurut Djajadiningrat 1983, bahwa pada Tahun 1579 Masehi ketika pengambilalihan kekuasaan dari Kerajaan Pakuan-Pajajaran ke Kesultanan Banten
yang di Pimpin oleh Sultan Maulana Yusuf, selain pengambilalihan kekuasaan juga terjadi penyebaran Agama Islam pada masyarakat Pakuan Pajajaran serta
8
Pak Buhori adalah menjabat sebagai Amil atau juru-basa sekretaris di Kasepuhan SRI dimasa kepemimpinan Abah ASN saat ini juga merangkap sebagai carik atau sekretaris desa di desa
Sirnaresmi kecamatan Cisolok Kabupaten Sukabumi.
9
Warnen adalah orang yang diserahi menjadi Pemangku adat karena penerusnya belum dewasa