Kepemimpinan Adat Dalam Pemeliharaan Norma Adat

12 dari waktu kewaktu. Kontak masyarakat luar memungkinkan suatu kelompok masyarakat mengalami perubahan sosial, dalam waktu cepat atau melalui kurun waktu yang panjang, tergantung dari berbagai aspek dorongan baik dari dalam maupun dari luar masyarakat tersebut. Menurut Havelock dalam Dama, 1987. pemimpin yang sukses adalah pemimpin yang dapat memodifikasi menyesuaikan kondisi diri dengan norma yang baru yang di inginkan oleh masyarakatnya, serta di dalam melaksanakan tugas kepemimpinannya harus memahami fungsi kepemimpinan yang di antaranya: 1. Memahami situasi dan kondisi kehidupan masyarakatnya. 2. Mempertahankan dan memodifikasi norma dan tujuan masyarakatnya sesuai kebutuhannnya. 3. Menumbuhkan peranan akan kelembagaan yang dapat menunjang pemenuhan kebutuhan masyarakat 4. Mengharmoniskan pola-pola hubungan kerja dalam masyarakat. Pemahaman pemimpin terhadap situasikondisi wilayahnya harus mempunyai kelenturan di dalam melaksanakan sebuah aturan untuk kepentingan masyarakatnya di tengah gempuran teknologi yang semakin maju dewasa ini, tanpa menghilangkan identitas dari masyarakat tradisional tersebut. Selanjutnya masyarakat adat yang ada di Indonesia telah dilegitimasi oleh perundang-undangan yang berlaku, berhak menjalankan segala tata-aturan norma-norma yang dimiliki oleh masyarakat adat masing-masing. Hal tersebut diperkuat dengan Undang-undang otonomi Daerah Nomor 22 Tahun 1999 mengakui masyarakat hukum adat yang di dalam undang-undang tersebut disebut dengan kata desa. Pasal 1 huruf O memberikan pengertian tentang desa sebagai berikut: Desa atau yang disebut dengan nama lain, selanjutnya disebut desa, adalah kesatuan masyarakat hukum yang memiliki kewenangan untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat berdasarkan asal usul dan adat istiadat setempat yang diakui dalam sistem pemerintahan nasional dan berada di daerah kabupaten. Masyarakat adat dari setiap wilayah yang ada di Indonesia mempunyai karakteristik sendiri-sendiri dan mempunyai norma-norma masing-masing pula 13 dalam menjalankan segala kehidupannya, sehingga senantiasa menjaga keseimbangan alam dan hubungan dengan pemimpinnya sampai dengan saat ini, namun terdapat kelemahan dari masyarakat adat tersebut terutama terhadap tanah lahan karena dalam masyarakat adat tanah dimiliki oleh adat atau kepemilikan kolektif serta tidak memiliki surat maupun sertifikat perorangan, hal tersebut banyak terjadi penyerobotan lahan adat oleh masyarakat luar 7 . Masyarakat Adat mulai bergeser dari pola kehidupan tradisional menuju ke pola kehidupan masyarakat modern, namun tidak seluruhnya meninggalkan pola kehidupan tradisional. Hal ini menimbulkan perubahan-perubahan dalam kehidupan masyarakat. Sebagai akibatnya timbul formalisme, yaitu adanya nilai- nilai pengaturan yang diterbitkan secara teoritis yang dalam hal ini adalah pemerintah yang dapat menerbitkan sebuah regulasi aturan, tetapi pada kenyataannya diabaikan dan masih cenderung menganut pola-pola lama Louer, 1993. Proses ini yang disebut perubahan pola tradisional menuju modernisasi telah melenyapkan atau setidaknya menghancurkan tradisi lama, seperti perubahan pada norma-norma yang ada di masyarakat tradisional. Dalam perspektif modernisasi masyarakat di pandang sebagai suatu entitas yang dapat tumbuh dan berkembang. Mulai dari bentuk masyarakat yang sangat sederhana, hingga masyarakat modern. Karena itu suatu masyarakat akan selalu mengalami perubahan-perubahan, walaupun perubahan sosial tersebut berjalan secara perlahan-lahan dan bertahap Suwarsono 1991. Menurut Talcott Parsons masyarakat selalu dilandasai dan diikat oleh norma dan nilai yang telah disepakati sebagai landasan di dalam kehidupan. Artinya masyarakat secara harmonis terikat dan berusaha mempertahankan nilai dan norma tersebut dalam kestabilan bersama, maka dalam sudut pandang ini, perubahan dan konflik berusaha diselesaikan sendiri di internal mereka agar tidak merusak tatanan sosial yang sudah ada. Ini menunjukan unsur norma merupakan hal yang penting di dalam masyarakat. 7 Salah satu kelemahan dari masyarakat adat adalah akan kepemilikan tanah lahan yang memang tidak tertulis dan dimiliki secara kolektif. Contoh kelemahan tersebut adalah permasalahan lahan di Baduy yang selalu diambil oleh masyarakat luar Baduy dengan alasan tapal batas dan surat tanah sertifikat yang tidak dimiliki oleh masyarakat Baduy, serta perambahan hutan. Lihat di http:feryfaturohman.blogspot.com200908keresahan-masyarakat-adat-baduy-dan.html 14 Dalam proses perkembangannya dinamika proses masyarakat tradisional dihadapkan pada dua permasalahan pokok, yakni perubahan yang terjadi karena dinamika internal secara sadar harus dihadapi sesuai dengan perubahan lingkungan sosial dan alamnya, khususnya yang disebabkan oleh tekanan penduduk. Masalah kedua adalah perubahan-perubahan yang dipaksakan kepada mereka oleh pemerintah resmi nasional dalam bentuk program pembangunan desa Dove, dalam Garna 1993. Menanggapi tekanan dari dalam maupun dari luar, menurut Dove, norma masyarakat tradisional Indonesia tidak statis melainkan merupakan suatu penyesuaian dan perubahan terus menerus dalam suatu proses adaptasi Dove, 1985. Berbagai bentuk strategi adaptasi di tempuh oleh masyarakat dalam menyeimbangkan integrasi sosialnya yang terguncang karena tekanan struktur tersebut Salman, 1995.

2.1.2. Peranan Kepemimpinan Adat

Kepemimpinan adat tidak bisa dilepaskan dari kepemimpinan berbasis genealogic-hereditically keturunan dan kharismatik, namun diantara dua tipologi basis kepemimpinan ini, kepemimpinan berbasis kharismatik merupakan peletak dasar setiap kepemimpinan adat di berbagai entitas sosial. Peranan pemimpin adat mengacu kepada wewenang adat seperti yang dikemukakan oleh Weber, di mana kepatuhan tidak diterima sebagai peranan menurut aturan formal, akan tetapi kepada individu yang menduduki posisi wewenang yang didasarkan kepada tradisi Parsons dalam Ismady, 1992. Dalam menjalankan perannya, pemimpin harus mempunyai pengaruh yang dijadikan sebagai dasar kepemimpinan yang dilihat dari segala aspek. Dasar sumber pengaruh ini erat kaitanya dengan ukuran atau kriteria yang digunakan untuk menggolongkan masyarakat ke dalam lapisan-lapisan. Menurut Soekanto 1987, penggolongan masyarakat ke dalam lapisan-lapisan tersebut biasanya menggunakan ukuran atau kriteria: kekayaan, kekuasaan, kehormatan, dan ilmu pengetahuan. Hal itu juga dapat dijadikan landasan bagi seorang pemimpin. Menurut Prasadja 1986, kepemimpinan seseorang didasarkan pada kekuasaan formal, kepercayaan, dan kekayaan, akan tetapi untuk pemimpin informal seperti 15 halnya pemimpin adat, kepercayaan dan kekayaanlah yang paling utama sedangkan kekuasaan legal tidak harus ada.

2.2. Kepatuhan Adat Terhadap Norma Adat

Kepatuhan merupakan adalah tingkat kesesuaian perilaku seseorang terhadap norma atau kesepakatan dengan pihak lain. Dasar-dasar kepatuhan menurut Bierstedt dalam Soekanto 1987, diantaranya adalah: a. Introduction, b. Habituaion, c. Utulity, d. Group Identification. Adapun penjelasan mengenai dasar-dasar kepatuhan, sebagai berikut: a. Introduction Alasan utama masyarakat mematuhi peraturan adalah karena dia telah diindoktrinir untuk mematuhi peraturan dari sejak kecil. b. Habitiation Sejak kecil manusia mengalami sosialisasi maka lama kelamaan menjadi suatu kebiasaan untuk memenuhi kaedah-kaedah yang berlaku. Memang pada awalnya sukar untuk menerima peraturan itu tetapi karena setiap hari ditemui, maka lama kelamaan menjadi sebuah kebiasaan. c. Utility Alasan utama masyarakat mematuhi peraturan di sini adalah karena satu sama lain manusia itu berbeda. Apa yang pantas bagi dirinya, mungkin bagi orang lain dianggap tidak pantas. Dengan demikian, maka salah satu faktor masyarakat taat aturan karena kegunaan daripada peraturan tersebut, maka perlu disadari bahwa hidup itu perlu ada yang menjamin kehidupannya. d. Group Identification Seseorang mematuhi kaedah-kaedah yang berlaku dalam kelompoknya bukan karena dia menganggap kelompoknya lebih dominan dari kelompok-kelompok lainnya, akan tetapi justru karena ingin mengadakan identifikasi dengan kelompoknya.

Dokumen yang terkait

Upacara Adat Kenduri SKO (Studi Deskriptif di Desa Keluru, Kecamatan Keliling Danau, Kabupaten Kerinci)

18 180 93

Adaptasi lingkungan masyarakat kasepuhan dalam pembangunan pertanian yang berkelanjutan (Studi kasus Kampung Ciptarasa, Desa Sirnarasa, Kecamatan Cisolok, Kabupaten Sukabumi)

0 8 180

Karakteristik Lanskap Kampung Tradisional di Halimun Selatan dan Faktor-Faktor yang Mempengaruhinya (Sebuah Studi pada Kampung Kasepuhan di Kesatuan Adat Banten Kidul, Kampung Sirnaresmi, Desa Sirnaresmi, Kecamatan Cisolok, Kabupaten Sukabumi, Jawa Barat)

0 14 112

Sistem Pangan Dan Gizi Masyarakat Adat Kasepuhan Ciptagelar Di Jawa Barat

0 4 106

Etnozoologi Masyarakat Adat Kasepuhan Ciptagelar, Desa Sirnaresmi, Kabupaten Sukabumi, Jawa Barat

4 20 50

LEKSIKON ETNOFARMAKOLOGI DI KAMPUNG ADAT CIPTAGELAR, DESA SIRNARESMI, KECAMATAN CISOLOK, KABUPATEN SUKABUMI (KAJIAN ETNOLINGUISTIK).

4 12 25

TRADISI NGASEUK DI KAMPUNG ADAT SINAR RESMI DESA SIRNARESMI KECAMATAN CISOLOK KABUPATEN SUKABUMI SEBAGAI BAHAN PEMBELAJARAN MEMBACA ARTIKEL DI SMA.

3 19 36

PENGARUH KEPEMIMPINAN KEPALA DESA TERHADAP PARTISIPASI MASYARAKAT DALAM PEMBANGUNAN DESA (Suatu Studi di Desa Sirnaresmi dan Desa Cisolok, Kecamatan Cisolok, Kabupaten Sukabumi).

1 1 8

LEKSIKON ETNOFARMAKOLOGI DI KAMPUNG ADAT CIPTAGELAR, DESA SIRNARESMI, KECAMATAN CISOLOK, KABUPATEN SUKABUMI (KAJIAN ETNOLINGUISTIK) - repository UPI S IND 1006287 Title

0 0 3

RITUAL SAWER DALAM PERNIKAHAN ADAT SUNDA (STUDI KASUS DI KECAMATAN CICURUG, KABUPATEN SUKABUMI, JAWA BARAT)

0 0 117