Peranan Pemimpin Dalam Masyarakat Adat Kasepuhan

88 hubungan dengan masyarakat luar Kasepuhan, dan bagaimana menjaga ucapan omongan sehingga pada hubungan sosial tersebut tidak ada yang sakit hati, apalagi hubungan dengan incu-putunya. Kepemimpinan Kasepuhan yang telah sesuai dengan Tatali Paranti Karuhun yang sejalan dengan konsep kepemimpinan Jawa Menurut Anderson dalam Kartodiredjo, 1984 bahwa konsep Jawa mengenai kekuasaan berdimensi empat sesuai dengan konsep dalam pewayangan: sakti-mandraguna, mukti- wibawa. Mandraguna menunjukan pada kecakapan, kemampuan ataupun keterampilan dalam satu atau beberapa bidang, seperti olah- senjata, kesenian, pengetahuan dan sebagainya. Mukti lebih berhubungan dengan kedudukan yang penuh kesejahteraan. Wibawa berarti kedudukan terpandang prestige yang membawa pengaruh besar Kartodiredjo,1984. Maka seorang pemimpin juga harus mempunyai sifat ing ngarso sung tulada, seorang pemimpin harus mampu bersikap sehingga perilakunya dapat menjadikan dirinya sebagai panutan bagi orang-orang yang dipimpinnya, juga mempunyai sifat ing madya mangun karsa. Seorang pemimpin harus mampu membangkitkan semangat berswakarsa dan berkreasi pada orang-orang yang d ipimpinnya, serta “tut wuri handayani”, seorang pemimpin harus mampu mendorong orang-orang yang diasuhnya agar berani berjalan di depan dan sanggup bertanggung jawab atau dalam bahasa tatali paranti karuhun yang tertuang dalam tilu-sapamilu adalah tekad-ucap lampah. 9.2. Peranan Pemimpin dalam Pemeliharaan Sumber Daya Alam Sumberdaya alam bagi masyarakat kasepuhan merupakan hal yang sangat vital karena itu menjaga guna masa depan anak-anak mereka generasi penerus merupakan hal yang sangat berharga. Dalam masyarakat Kasepuhan sumberdaya yang sangat penting tersebut adalam hutan atau dalam masyarakat Kasepuhan disebut dengan leuweung. Menurut Adimihardja 1992, bahwa masyarakat Kasepuhan dikenal dengan aturan-aturan didalam pengelolahan hutan yang sudah di wariskan dari leluhur dan harus dijaga kelestariannya . Demikian sangat vitalnya fungsi Leuweung terhadap kehidupan masyarakat kasepuhan maka didalam pemenfaatan hutan leuweung tersebut incu-putu membagai fungsi hutan menjadi tiga zonasi hutan yaitu Leuweung tutupan, Leuweung titipan, dan Leuweung Bukaan. 1 Leuweung-titipan atau 89 dapat disebut dengan leuweung karamat atau leuweung kolot harus dijaga tidak boleh dirusak ditebang pohonnya karena terdapat sumber mata air sebagai kelangsungan hidup incu-putu Kasepuhan atau Leuweung sirah cai dan pusat keseimbangan ekosistem, 2 Leuweung titipan adalah kawasan hutan yang boleh dimasuki oleh manusia incu-putu atas seizin Abah, dan dengan tujuan untuk pengambilan hasil hutan kayu untuk kayu bakar dan membuat bangunan atau hasil hutan non-kayu berupa tanaman obat-obatan, madu hutan, rotan dan sebagainya. Serta yang terakhir adalah Leuweung Sampalan garapan adalah jenis hutan yang dapat dipergunakan dieksploitasi oleh incu-putu Kasepuhan. Leuweung Sampalan tersebut dapat dijadikan dimanfaatkan sebagai tempat berladang huma, berkebun, talun, untuk menggembala hewan peliharaan serta pengambilan kayunya untuk membuat rumah. Namun kesemuanya itu ada aturan yang mengikat seperti didalam pembukaan hutan garapan leuwueng sampalan untuk keperluan apapun harus mengadakan ritual selametan untuk meminta izin agar diberkahi oleh para leluhur. Incu-putu Kasepuhan memiliki indigenous knowledge, sehingga untuk menjaga keseimbangan alam mereka melakukannya dengan upaya pengawasan dan pelestarian agar hutan agar tidak rusak. Sesuai dengan keyakinan yang telah ada dalam Tatali Paranti Karuhun, seperti yang telah dikemukakan oleh Abah ASN “gunung teu meunang dilebur, lebak teu meunang diruksak, ulah ngaruksak bangsa jeung nagara”. Hal tersebut dapat membuktikan bahwa adanya aturan adat yang menguatkan agar leuweung hutan jangan sampai disalahgunakan apalagi di ekspoitasi besar-besaran untuk kepentingan individu sangat dilarang, dan apabila membutuhkan kayu atau lahan dalam hutan untuk kepentingan incu- putu ada aturannya, karena aturan itu dibuat untuk dipatuhi bukan untuk dilanggar. Berdasarkan hal tersebut maka Abah mempunyai peranan penting guna menjaga serta melestaraikan leweung hutan untuk kepentingan incu-putu dimasa yang akan datang, yang sesuai dengan wangsit dari leluhur. Amanat tersebut harus dijalankan dan mengarahkan pada incu-putu untuk memanfaatkan hutan sebagaimana mestinya. 90 Kawasan hutan hutan garapan tersebut dapat dimanfaatkan oleh incu- putu kapan saja dan berapa luasan lahan tergantung kemampuan tenaga yang dimilikinya, terutama untuk berladang huma. Adapun dalam penggarapan huma tersebut terdapat huma-serang yaitu huma bersama untuk kepentingan Kasepuhan. Pada saat ini Abah dalam menjaga hutan untuk kepentingan Kasepuhan adalah hanya sebatas dengan aturan adat Tatali Paranti Karuhun, dan dari ketiga Kasepuhan juga telah mendatangi pihak pemerintah Kabupaten Sukabumi agar mengeluarkan peraturan daerah tentang perlindungan tanah ulayat tersebut yang sampai dengan saat ini belum ada titik temu. Berbeda dengan masyarakat Adat Baduy yang ada di Banten, oleh pemerintah Kabupaten Lebak yaitu dengan mengeluarkan Peraturan Daerah Kabupaten Lebak Nomor 32 Tahun 2001 Bab 1 Pasal 1 seperti berikut penjelasannya: “Bahwa Perlindungan Atas Hak Ulayat Masyarakat Baduy, Desa Kanekes ditetapkan sebagai tanah hak ulayat yang berarti kewenangan yang menurut hukum adat dimiliki oleh masyarakat hukum adat. Peraturan tersebut cukup menguatkan kepemilikan tanah ulayat Baduy dan merupakan salah satu solusi dalam penyelesaian konflik, di samping pemagaran dan pematokan batas tanah ulayat Baduy yang tidak permanen oleh Pemerintah Kabupaten Lebak. Upaya masyarakat adat Baduy dalam penyelesaian konflik adalah membuat perjanjian dengan warga luar Baduy untuk tidak mengulangi penyerobotan lagi. Perjanjian ini ditandatangani oleh pihak yang terlibat konflik, serta pelaporan kepada pihak kepolisian. ” Kasepuhan dinilai sangat penting untuk membuat pengakuan atas hak tanah ulayat seperti masyarakat adat Baduy, agar tidak terjadi kembali konflik- konflik tentang tanah adat dengan pemerintah seperti dahulu serta penyerobotan oleh masyarakat luar Kasepuhan yang lebih mengetahui tentang sertifikasi yang nantinya mengklaim kepemilikan beberapa lahan garapan yang dimiliki oleh adat Kasepuhan. Sebagai pembanding adalah hasil penelitian dari Sardi 2010, yang terjadi di orang rimba Suku Anak Dalam menunjukan bahwa pola pemanfaatan sumberdaya hutan di tingkat orang rimba dan warga desa sudah mengalami 91 pergeseran, dari pemanfaatan hutan yang berbasis akses pemanfaatan hutan yang berbasis akses penguasaan. Dalam hal ini, pergeseran pola pemanfaatan dan akses penguasaan dipandang sebagai produk situasi yang diciptakan oleh kelompok yang mempersempit akses kelompok sub ordinat terhadap sumberdaya hutan. Uraian diatas tentang peranan Abah didalam pemeliharaan sumberdaya alamnya menurut Peneliti berpendapat bahwa Abah harus melindungi akses pemanfaatan sumberdaya alam sebagai komponen penting di dalam kehidupan di Kasepuhan SRI, serta pada dasarnya incu-putu membutuhkan legitimasi berupa perda atau regulasi yang menyangkut hak-hak tanah ulayat dari Pemerintah. Karena legitimasi tersebut nantinya agar dapat menjamin pemanfaatan sumberdaya alam bagi kepentingan incu-putu Kasepuhan serta manfaatnya akan dirasakan oleh masyarakat yang ada di luar Kasepuhan.

9.3. Pengaruh Perubahan Kepemimpinan Adat Terhadap Kepatuhan

Masyarakat Pada Norma Adat Keretakan hubungan antara Abah dan Incu Putunya semakin dalam ketika masa kepemimpinan Abah Asep. Keretakan hubungan terbukti dengan terpecahnya kembali Kasepuhan SRI menjadi dua bagian antara lain : 1 Kasepuhan SRI; 2 Kasepuhan CMA. Abah Asep, dengan mudah ditunggangi oleh urusan-urusan politik pemerintah. Karena besarnya pengaruh Abah terhadap Incu Putunya maka Abah untuk meningkatkan populeritas elit-elit politik. Seperti yang telah diungkapkan sebelumnya, bahwa Abah ASNjuga menggunakan saluran ekonomi di dalam menjalankan kepemimpinannya. Abah kemudian memonopoli pembagian dan perdagangan saprodi kepada Incu Putunya. Kepemilikan barang- barang yang datang dari luar Kasepuhan modern juga dimiliki oleh “Abah Asep”, sehingga jarak sosial antara “Abah” dan “Incu putunya” semakin lebar. Akibat nilai-nilai materialime yang telah merembes ke sistem sosial Kasepuhan mengakibatkan runtuhnya rasa kebersamaan yang dibangun oleh pemerintahan Kasepuhan sebelumnya. Serta kemudian digantikan oleh sifat yang individual yang mulai tumbuh di Kasepuhan. Lemahnya solidaritas antara Abah dengan Incu Putunya nampak pada saat Incu-Putu di Kasepuhan SRI sering mengadakan rariungan diskusi ketika 92 bertani maupun pada waktu berada di rumah salah seorang panasehat Abah, mereka selalu menanyakan tentang segala kehidupan yang dilakukan oleh Abah serta keluarganya, yang dinilai sudah banyak keluar dari norma-norma Kasepuhan yang ada. Abah ASNjuga sudah jarang mendatangi para incu-putunya tiap rumah berbeda dengan Abah sebelumnya guna mengetahui keberadaan Incu-Putunya, tapi justru lebih intens berhubungan dengan para elit politik lokalnasional. Kasepuhan tidak adanya hukumansanksi secara langsung apabila ada yang melanggar cuma teguran dari Abah apabila yang melakukan adalah incu-putu. Tapi justru saat ini adalah bukan incu-putu yang hanya membuat pelanggaran akan tetapi Abah dan keluarganya yang melakukan pelanggaran tersebut. Sekali lagi, dampak dari bergesernya kepentingan Abah dan gaya kepemimpinannya berdampak pada renggangnya solidaritas sosial dan kepatuhan incu-putu kasepuhan kepada Abah. Kepatuhan menjadi indikator penting di dalam melihat dampak perubahan dari gaya kepemimpinan Abah. Melemahnya kepatuhan incu putu kepada Abah ditunjukkan dengan penurunan jumlah pengikut Kasepuhan. Dampak lainnya dari perubahan gaya kepemimpinan Abah selanjutnya adalah banyak incu-putu menyeberang ke Kasepuhan lain seperti Kasepuhan CGR maupun Kasepuhan CMA. Walaupun keyakinan terhadap Abah berpindah, akan tetapi tempat tinggal dibolehkan berada di kawasan Kasepuhan SRI, sehingga akhirnya kompetisi legitimasi diantara tiga Kasepuhan terpecah dibawah payung pancar pangawinan, guna mendapatkan keyakinan dari Incu-putu yang ada, karena ketiga Kasepuhan tersebut merasa memiliki akan pancar pangawinan. Ikatan yang sangat kuat yang sudah terbangun sejak leluhur Kasepuhan maka hubungan Incu-putu antar ketiga Kasepuhan yang ada di desa Sirnaresmi ini, yakni Kasepuhan SRI, Kasepuhan CGR maupun Kasepuhan CMA adalah saling menghargai karena bagi incu-putu tidak ada perbedaan yang mendasar terhadap Kasepuhan tersebut kecuali keyakinan dan kepatuhannya terhadap Abah sebagai pemimpin itu yang menjadi legitimasi di masyarakat incu-putu Kasepuhan lihat Gambar 9.1..

Dokumen yang terkait

Upacara Adat Kenduri SKO (Studi Deskriptif di Desa Keluru, Kecamatan Keliling Danau, Kabupaten Kerinci)

18 180 93

Adaptasi lingkungan masyarakat kasepuhan dalam pembangunan pertanian yang berkelanjutan (Studi kasus Kampung Ciptarasa, Desa Sirnarasa, Kecamatan Cisolok, Kabupaten Sukabumi)

0 8 180

Karakteristik Lanskap Kampung Tradisional di Halimun Selatan dan Faktor-Faktor yang Mempengaruhinya (Sebuah Studi pada Kampung Kasepuhan di Kesatuan Adat Banten Kidul, Kampung Sirnaresmi, Desa Sirnaresmi, Kecamatan Cisolok, Kabupaten Sukabumi, Jawa Barat)

0 14 112

Sistem Pangan Dan Gizi Masyarakat Adat Kasepuhan Ciptagelar Di Jawa Barat

0 4 106

Etnozoologi Masyarakat Adat Kasepuhan Ciptagelar, Desa Sirnaresmi, Kabupaten Sukabumi, Jawa Barat

4 20 50

LEKSIKON ETNOFARMAKOLOGI DI KAMPUNG ADAT CIPTAGELAR, DESA SIRNARESMI, KECAMATAN CISOLOK, KABUPATEN SUKABUMI (KAJIAN ETNOLINGUISTIK).

4 12 25

TRADISI NGASEUK DI KAMPUNG ADAT SINAR RESMI DESA SIRNARESMI KECAMATAN CISOLOK KABUPATEN SUKABUMI SEBAGAI BAHAN PEMBELAJARAN MEMBACA ARTIKEL DI SMA.

3 19 36

PENGARUH KEPEMIMPINAN KEPALA DESA TERHADAP PARTISIPASI MASYARAKAT DALAM PEMBANGUNAN DESA (Suatu Studi di Desa Sirnaresmi dan Desa Cisolok, Kecamatan Cisolok, Kabupaten Sukabumi).

1 1 8

LEKSIKON ETNOFARMAKOLOGI DI KAMPUNG ADAT CIPTAGELAR, DESA SIRNARESMI, KECAMATAN CISOLOK, KABUPATEN SUKABUMI (KAJIAN ETNOLINGUISTIK) - repository UPI S IND 1006287 Title

0 0 3

RITUAL SAWER DALAM PERNIKAHAN ADAT SUNDA (STUDI KASUS DI KECAMATAN CICURUG, KABUPATEN SUKABUMI, JAWA BARAT)

0 0 117