5 penting tersebut mendasari dinamika kepemimpinan di Kasepuhan SRI, baik
peristiwa nasional sebelum kemerdekaan, pada masa Orde Lama, sampai Orde reformasi saat ini, serta tentunya peristiwa penting yang bersifat lokal yang ada di
Kasepuhan SRI sendiri. Peristiwa-peristiwa besar yang terjadi baik nasional maupun lokal telah
berdampak pada gaya kepemimpinan yang di laksanakan oleh tiap Abah demi eksitensi Kasepuhan SRI sebagai masyarakat adat, serta berdampak pada
kehidupan sosial serta norma-norma yang ada. Kepemimpinan di Kasepuhan juga mengalami dinamika dengan norma-norma yang ada. Dengan batasan ruang
lingkup permasalah di atas, maka rumusan permasalahanan yang akan dikaji dari penelitian ini adalah:
1. Bagaimana kepemimpinan yang ada di Kasepuhan SRI?
2. Bagaimana norma-norma adat yang ada di Kasepuhan SRI?
3. Bagaimana kepatuhan masyarakat terhadap norma adat di Kasepuhan SRI?
4. Bagaimana peran pemimpin adat terhadap pemeliharaan norma adat?
1.3. Tujuan Penelitian
Berdasarkan uraikan pada latar belakang serta dalam rumusan masalah di atas, maka tujuan penelitian adalah :
1. Mengetahui pola kepemimpinan adat di Kasepuhan SRI saat ini.
2. Mengetahui norma adat di Kasepuhan SRI.
3. Mengetahui kepatuhan masyarakat terhadap norma adat di Kasepuhan
SRI. 4.
Mengetahui peran pemimpin adat terhadap pemeliharaan norma adat.
1.4. Kegunaan Penelitian
Kegunaan dari penelitian ini diharapkan dapat memberikan gambaran tentang dinamika kepemimpinan tradisional, pada masa sekarang yang dapat
memperkaya pengetahuan mengenai pola-pola kepemimpinan. Selain itu hasil studi ini dapat dimanfaatkan juga oleh pengambil kebijakan dalam pemerintahan
6 dalam rangka menyusun program pengembangan masyarakat agar dapat memiliki
pendataan yang lebih tepat.
7
BAB II TINJAUAN TEORITIS
2.1. Kepemimpinan Adat
Kepemimpinan merupakan
bagaimana cara
seseorang untuk
mempengaruhi orang lain, untuk melegalkantercapai segala hasrat tujuannya. Beberapa ahli mengatakan bahwa kepemimpinan merupakan kemampuan yang di
miliki seseorang di dalam melaksanakanmempengaruhi tindakan orang lain dalam menentukan respons yang diinginkan, serta mereka di dalam
menjalankannya dengan senang hati Dahama dan Bhatnager 1980. Kepemimpinan sebagai pola hubungan yang kuat antara pemimpin dan yang di
pimpin, serta disesuaikan tempat dan situasi di mana mereka berada di dalam melaksanakan kepemimpinannya Nordholt. 1987.
Menurut Kartodirdjo 1984, akibat interaksi antara orang dengan kepribadian yang kuat dengan faktor situasional akan menghasilkan pemimpin.
Secara terperinci lagi bahwa kepemimpinan adalah pertemuan antar berbagai faktor yang diantaranya adalah : 1 Sifat golongannya, 2 Kepribadian dan 3
Situasi atau kejadian. Ketiga faktor itu menunjukan sifat multidimensional gejala kepemimpinan, yaitu aspek sosial-psikologis, sosiologis-antropologis, dan sosial-
historis. Pendekatan sosial-psikologis akan memusatkan perhatian kepada sistem dan akan mengungkapkan banyak ciri-ciri kepemimpinan ataupun sifat
kepribadian yang menjadi indikator atau tolak-ukur kepemimpinan. Sebaliknya dapat dikatakan bahwa kepemimpinan adalah fungsi dari sistem kepribadian. Pada
dimensi sosiologis-antropologis bisa dilihat dari pola interaksi pemimpin dengan masyarakatnya, sedangkan dimensi sosial-historis dengan maksud agar konteks
sosial-historis lebih menekankan pada perbandingan tentang kepemimpinan, waktu atau masa kepemimpinan.
Dewasa ini banyak pengertian tentang pemahaman masyarakat adat dari berbagai pihak. Ada 3 tiga rujukan yang dapat digunakan untuk melakukan
pemahaman terhadap pengertian komunitas adat diterjemahkan umumnya sebagai traditional communities, atau juga disebut indigenous, yaitu menurut
8 Pemerintah, menurut LSM Kongres Masyarakat Adat Nusantara AMAN, dan
menurut Bank Dunia. Menurut Pemerintah Republik Indonesia memberi batasan pengertian
Komunitas Adat Terpencil adalah sebagaimana termaktub dalam Pasal 1 ayat 1 Keppres No. 111 Tahun 1999 tentang Pembinaan Kesejahteraan Sosial Komunitas
Adat Terpencil sebagai berikut : “Komunitas Adat Terpencil yang selama ini dikenal dengan
sebutan masyarakat terasing adalah kelompok sosial budaya yang bersifat lokal dan terpencar serta kurang atau belum
terlibat dalam jaringan dan pelayanan baik sosial, ekonomi maupun politik.
” Menurut Aliansi Masyarakat Adat Nusantara AMAN hasil kongres pada
tahun 1999, menyatakan bahwa: “Masyarakat adat adalah komunitas-komunitas yang hidup
berdasarkan asal-usul secara turun-temurun di atas satu wilayah adat, yang memiliki kedaulatan atas tanah dan
kekayaan alam, kehidupan sosial budaya yang diatur oleh hukum
adat, dan
lembaga adat
yang mengelola
keberlangsungan kehidupan masyarakat. ”
Sedangkan menurut Bank Dunia Panduan Oprasional 2001, menyebut Komunitas Adat Terpencil KAT dengan istilah Indigenous Vulnerable People
IVP mendefinisikan Masyarakat Adat sebagai berikut : “Kelompok-kelompok yang memiliki identitas sosial dan
budaya yang berbeda dari kelompok dominan dalam masyarakat dan menyebabkan mereka rentan dirugikan
dalam proses penanganan.
” Ada 2 dua point utama yang menunjukkan komunitas adat. Pertama
memiliki identitas sosial budaya berbeda unique dibanding kelompok dominan masyarakat dan cenderung berada dalam posisi dirugikan. Karakteristik
masyarakat adat menurut Pemerintah berdasarkan Pasal 1 ayat 2 Keppres No. 111 Tahun 1999 tentang Pembinaan Kesejahteraan Sosial Komunitas Adat
Terpencil adalah : 1.
Berbentuk komunitas kecil, tertutup dan homogen 2.
Pranata sosial bertumpu pada hubungan kekerabatan 3.
Pada umumnya terpencil secara geografis dan relatif sulit dijangkau