Kepemimpinan Abah RSD Periode Kepemimpinan di Kasepuhan 1. Kepemimpinan Abah JSN

50 pemerintah penekanan kehidupan di Kasepuhan justru banyak di temukan bentuk- bentuk intervensi penekanan terhadap kehidupan masyarakat incu-putu Kasepuhan. Bentuk dari intervensi pemerintah tersebut seperti diterbitkannya Undang- undang pemerintahan desa nomor 5 Tahun 1979. Menurut Surianingrat 1981, bahwa sebelum diterbitkannya regulasi tentang penyeragaman sistem pemerintahan secara nasional yang telah di terapkan secara paksa oleh pemerintahan Presiden Suharto, desa-desa yang telah lama ada berbentuk kesatuan-kesatuan hukum adat baik yang bersifat teritorial maupun genelogis, serta beraneka ragam bentuk dan coraknya tergantung di mana kesatuan adat tersebut berada, seperti di Aceh gampong, Sumatera Barat Nagari, Jawa Barat Kampung, Makassar Gaukay dan seterusnya. Petikan dari isi Undang-undang nomor 5 Tahun 1979 adalah : “Bahwa karena jumlah adat-istiadat serta suku-suku yang ada di nusantara ini beranekaragam ditambah dengan nama-nama wilayah terkecil setingkat desa jawa beraneka ragam pula, maka Pemerintah merasa dinilai sangat perlu mengeluarkan regulasi tentang pemerintahan desa tersebut adalah untuk penataan administratif serta menjembatani perbedaan struktur administratif dan sistem pemerintahan desa di Jawa dan di luar Jawa.” Pada prinsipnya adalah penerbitan Undang-undang pemerintahan desa tersebut oleh pemerintah Orde Baru semata-mata adalah untuk menyeragamkan nama desa dan kampung sebagaimana yang ada di Jawa dipakai juga di daerah- daerah lain yang ada di Indonesia serta mengkerdilkan terhadap kesatuan-kesatuan adat yang ada di Indonsia yang pada intinya adalah pemerintah justru tidak menghargai falsafah Bangsanya sendiri yaitu BHINEKA TUNGGAL IKA, tetapi hanya menginginkan kepentingan penguasa secara sempit. Sehingga tidak sedikit dari kesatuan-kesatuan adat yang ada di Indonesia hilang akan identitasnya. Hasil kajian dari Aliansi Masyarakat Adat Nusantara AMAN 13 bahwa akibat penerapan Undang-undang Nomor 5 Tahun 1979 tersebut terjadi banyak benturan antara pemerintahan desa dengan sistem yang di anut oleh suku-suku setempat. 13 Jurnal edisi Mei 1999. Aliansi Masyarakat Adat Nusantara AMAN 51 Berdasarkan Undang-Uudang Nomor. 5 Tahun 1979, desa adalah suatu wilayah yang ditempati sejumlah penduduk sebagai kesatuan masyarakat termasuk di dalamnya kesatuan masyarakat hukum yang mempunyai organisasi pemerintahan terendah langsung di bawah Camat dan berhak menyelenggarakan rumah tangganya sendiri dalam ikatan Negara Kesatuan Republik Indonesia. Hak menyelenggarakan rumah tangganya dalam pengertian ini bukanlah merupakan hak otonomi, sehingga dapat dikatakan bahwa dengan UU No. 5 tahun 1979 administrasi desa dipisahkan dari hak adat istiadat dan hak asal usul. Desa diharuskan mengikuti pola yang baku dan seragam sedangkan hak otonominya yaitu hak untuk mengatur diri sendiri, ditiadakan. Desa sekedar satuan administratif dalam tatanan pemerintah. Akibat tekanan dari pemerintah, kegiatan hidup berpindah-pindah kemudian terancam, Legitimasi Abah RSD sebagai pemimpin Kasepuhan sebagai entitas sosial juga ikut terancam. Ini karena dampak dari penerapan undang- undang nomor 5 Tahun 1979, nantinya Abah harus mengakui kekuasaan lainnya, misalnya mengakui legitimasi kepala desa yang diangkat oleh pemerintah sebagai perpanjangan tangan mereka pemerintah, artinya kekuasaan Abah tidak akan otonom kembali. Kemudian pada tahun 1980 terjadi konflik dengan kementrian Agama yang mempertanyakan tentang status Agama yang dianut oleh Kasepuhan, karena pengakuan oleh pemerintah terhadap Agama di Indonesia hanya 5 lima Agama yaitu Islam, Kristen Katolik, Kristen Protestan, Budha dan Hindu. Sementara yang dianut oleh masyarakat Kasepuhan adalah Agama Islam namun masih memakai tradisi-tradisi leluhur di dalam menjalankan ritual keagamaan. Pihak Kasepuhan selalu mengakui bahwa kamimah tos-ti baheulana ngilu Agama Islam ku Nabi Muhamad, kami masyarakat Kasepuhan sudah sejak dulu menganut Agama Islam yang di ajarkan Nabi Muhamad. Tetapi masyarakat Kasepuhan didalam menjalankan kehidupan selalu selaras dengan adat istiadat yang kami junjung tinggi. Sebagaimana ungkapan dari Bapak Punta sebagai Dukun Kasepuhan SRI sebagai berikut: “Pas eta Kasepuhan SRI di handap kepemimpinan Abah RSD pihak Dinas Agama Kabupaten Sukabumi sering dongkap ka Kasepuhan jeung selalu naroskeun tentang kayakinan ni dianut 52 masyarakat Kasepuhan Agamana naon? Saha Pangerana tuhan?. Urang masyarakat Kasepuhan sering nagajwab bahwa urang teh Agamana Islam dan Gusti Alloh SWT eta Tuhan nu urang bacakeun upami selametan. Teras saha nu ngabacakeun?, teras dijawab, aya penghulu atawa dukun nu ngabacakeun atawa pamakayaan lamun diladang, nu nyieun pihak Kasepuhan tersinggung, tapi abah teu marah ka pemerintah. Malah bertindak sareng memindahkeun Kasepuhan ka Cigana. Dan sampe ayeuna, pihak Departemen Agama masih ngontrol tentang peribadatan Kasepuhan, terbukti ngirikmkeun ustadz ti Depag Kabupaten Sukabumi.” Artinya tuturan Dukun ketika Kasepuhan SRI di bawah kepemimpinan Abah RSD pihak dinas Agama Kabupaten Sukabumi sering datang ke kasepuhan dan selalu menanyakan tentang keyakinan-kepercayaan yang dianut masyarakat Kasepuhan Agamana naon? Saha pangerana tuhan dan itu sering. Kami masyarakat Kasepuhan selalu menjawab bahwa kami ini beragama Islam dan gusti Alloh SWT itu tuhan Kami; tapi kemudian terus menekan hingga tentang kemenyan, do‟a-do‟a yang kami bacakan setiap selametan. Terus siapa yang membacakan lalu dijawab ada penghulu atau dukun yang membacakan atau pamakayaan kalu di ladang, yang membuat pihak Kasepuhan tersinggung, tapi Abah tidak marah kepada pemerintah tersebut, melainkan bertindak dengan memindahkan Kasepuhan ke Ciganas. Dan sampai dengan sekarang pihak Agama masih mengontrol tentang peribadatan Kasepuhan terbukti telah mengirim ustadz dari Depag Kabupaten Sukabumi. Hasil dari kutipan wawancara dengan Bapak Punta sebagai Dukun Kasepuhan SRI tersebut bahwa prinsipnya hanya perbedaan persepsi pada pelaksanaan peribadatannya antara pihak kasepuhan dengan pemerintah, karena tidak ada titik temu Abah RSD memindahkan pusat pemerintahan Kasepuhan ke CiganasCimaja, guna menghindari konflik benturan secara fisik dengan pihak pemerintah. Pemindahan pusat pemerintahan Kasepuhan tersebut selain faktor eksternal juga adanya wangsit ilham dari leluhurnya agar memindahkan pusat Kasepuhan tersebut, serta akan selalu dipatuhi oleh incu-putu. Incu-putu Kasepuhan selalu memandang Abah sebagai panutan karena sebagai turunan dari Abah JSN dan para leluhurnya serta orang yang selalu di beri ilham wangsit setiap perjalanan kepemimpinan guna mempertahankan amanat yang telah di gariskan untuk menjaga norma-norma Kasepuhan, keturunan dan wangsit itulah 53 sebagai sumber kepemimpinan dari Abah RSD serta ditambah dengan kharisma yang dimiliki oleh Abah RSD. Maka incu-putu menilai dari faktor keturunan serta mempercayai Abah RSD orang yang selalu mendapatkan wangsit untuk menjaga incu-putu itulah kepatuhan incu-putu timbul dan meyakini menjadi mengkristal pada diri dari tiap incu-putu. Bukti kepatuhan itu adalah ketika mengindari konflik benturan secara fisik dengan pihak pemerintah, maka Abah RSD memutuskan untuk memindahkan pusat pemerintahan kasepuhan ke CiganasCimaja, dan incu-putu selalu mentaati keputusan Abah tersebut, serta bagaimana untuk menjaga adat istiadat amanat incu-putu selalu mengikuti Abah yang dipandang sebagai orang yang secara langsung mendapatkan wangsit tersebut lihat Gambar 5.2.. Keterangan : : Intervensi : Koordinasi : Instruksi : Turunan : Mempengaruhi Gambar 5.2. Intervensi Pemerintah pada Kepemimpinan Abah RSD Kelemahan dari Kasepuhan adalah tidak adanya hukum tertulis didalam memiliki tanah adat dan mungkin semua masyarakat adat yang ada di seluruh Indonesia, karena bagi mereka adalah bahwa tanah adat merupakan amanat dan suatu wasiat yang harus dijaga oleh adat. Begitupun dengan tanah yang ada di ABAH Kasepuhan Agresi Belanda II Perum Perhutani TNGH DEPAG INCU-PUTU UU No. 05 Tahun 1979 ABAH Kasepuhan Agresi Belanda II Perum Perhutani TNGH DEPAG INCU-PUTU UU No. 05 Tahun 1979 54 Kasepuhan, terutama yang menyangkut tanah yang di atasnya ditumbuhi dengan tanaman. Dalam hal kepemilikan tanah adat menurut Abah ASNKasepuhan SRI sebagaimana hasil kutipan wawancara sebagai berikut: “Pada Tahun 1981-1982 terjadi konflik dengan pihak perhutani tentang tanah Adat dan sebagian tanah Kasepuhan dimiliki oleh Ferum-perhutani sebagai bagian Taman Nasional Gunung Halimun dengan merujuk pada Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria; Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1967 tentang Ketentuan- Ketentuan Pokok Kehutanan , perbedaan dalam hal legalisasi lahan Kasepuhan dengan pemahaman lahan versi pemerintah Perhutani. Pada saat itu masyarakat banyak yang ditangkap karena dianggap mencuri kayu di lahan perhutani. Sehingga Abah RSD kembali memindahkan Kasepuhan ke Cikaret .” Bagi masyarakat Kasepuhan hutan merupakan sumber kehidupan yang harus dijaga, maka fungsi hutan di bagi menjadi tiga zonasi yang diantaranya adalah: 1. Leuweung Titipan hutan titipan; merupakan hutan larangan atau hutan warisan dari leluhur yang harus dijaga dan terlarang untuk kegiatan apapun. 2. Leuweung Tutupan hutan konservasi adalah hutan yang boleh di ambil kayunya untuk keperluan rumah tangga Kasepuhan membangun rumah serta kegiatan Kasepuhan lainnya tetapi harus di tanam kembali tambal sulam. 3. Leuweung garapan hutan garapan hutan yang bisa dibuka untuk lahan pertanian huma. Adapun peristiwa-peristiwa nasional dan lokal ketika kepemimpinan Abah RSD seperti tertuang dalam Matriks 5.2. berikut ini. 55 Matriks 5.2 Peristiwa-Peristiwa Nasional dan Lokal Kepemimpinan Abah RSD No SituasiKondisi Ruangwaktu Dampak pada Kasepuhan 01 Agresi Militer Belanda II Tahun 1960-1963. Pada masa Orde Lama Kasepuhan menjadi tempat bagi militer TNI juga. Leuit sebagai lumbung pangan kasepuhan, menjadi perbekalan TNI atas kebijakan Abah RSD 02 Isu PKI Tahun 1965-1966 TNI menuduh pihak kasepuhan beraliran PKI karena kaspuhan menerima setiap tamu yang datang termasuk PKI sehingga terjadi kesalahpahaman antara pihak TNI dan Kasepuhan yang mengakibatkan kasepuhan mendapat tekanan secara mental dari TNI. Walau pada kepemimpinan korem Cisarua yang baru meminta maaf karena tuduhan tersebut tidak mendasar. 03 Penetapan dan pemberlakuan Undang- Undang Pemerintahan Desa Nomor 5 tahun 1979 Peralihan masa pemerintahan dari Orde lama ke masa pemerintahan Orde Baru. Adanya dualisme kepemimpinan di kampung tempat bermukimnya kasepuhan 04 Tekanan tentang keyakinan dan kepercayaan terhadap Agama. Tahun 1980 pada masa pemerintahan Orde Baru 1. Pihak kasepuhan mndapatkan tekanan mental dan psikologis drai pihak Departemen Agama Kantor wilayah Kabupaten Sukabumi 2. Pemindahan Kasepuhan dari Cikaret ke CimajaCiganas untuk menghindari konflik dengan pihak pemerintah. 05 Konflik dengan Ferum- Perhutani Tahun 1981-1982 masa Orde baru Tanah Adat yang di klaim oleh pihak Ferum perhutani, dan dijadikan sebagai Taman Nasional 1. Incu-putu banyak yang ditangkap oleh pihak Ferum-Perhutani karena dituduh mencuri kayu ditanah leluhurnya yang di klaim menjadi Taman Nasional Gunung 56 Gunung Halimun TNGH Halimun TNGH. 2. Kasepuhan dipindahkan kembali dari Ciganas ke Cikaret guna menghindari konflik terbuka dengan Ferum- Perhutani. Sumber data primer diolah, 2012

5.1.3. Kepemimpinan Abah AJ

Dimasa pemerintahan Kasepuhan Abah AJ memimpin selama empat tahun mulai dari tahun 1982 hingga 1985 dengan jumlah pengikut 28.000 jiwa lokasi Kasepuhan yang awalnya di Cikelat, tetapi bergesekan dengan Kepala Desa Cikelat Bapak Usep Nuryana, yang disebabkan berbenturannya peraturan desa dengan sistem pemerintahan Kasepuhan sebagai imbas dari diberlakukannya Undang-undang pemerintahan desa nomor 5 tahun 1979. Maka pusat pemerintahan Kasepuhan dipindahkan ke Babakan Ciptarasa, sehingga Kasepuhan bernama Ciptarasa. Kepemimpinan Abah AJ dan setelah pindah ke Ciptarasa Di tempat baru inilah Abah AJ memurnikan kembali nilai-nilai adat baik dalam hal pemerintahan adat, pengelolaan sumberdaya, dan eksistensi hidup berpindah-pindah. Maka bentuk otoritarianisme pemimpin Kasepuhan Abah AJ cenderung kurang pada ranah konfrontasi melainkan lebih ke ranah pemurnian adat di dalam Kasepuhan itu sendiri. Karena Abah AJ mempunyai dua orang istri dan diantaranya memiliki keturunan laki-laki maka disinilah titik awal keretakan Kasepuhan terjadi. Kepemimpinan Abah AJ ini berhasil mengembalikan kemurnian norma Kasepuhan di bantu dengan peranan dari sistem kepemimpinannya baik itu Dukun, Panasehat dan lainnya, masyarakat Kasepuhan selalu mentaati segala ucapan yang telah tergariskan oleh Abah AJ. Sehingga kemurnian norma-norma apa yang terkandung didalam Tatali Paranti Karuhun dapat ditanamkan kembali di Kasepuhan, seperti dalam pemerintahan adat, pengelolaan sumberdaya, dan eksistensi hidup berpindah-pindah. Maka bentuk otoritarianisme pemimpin Kasepuhan Abah AJ cenderung kurang pada ranah konfrontasi melainkan lebih ke ranah pemurnian adat di dalam Kasepuhan itu sendiri. Seperti yang telah 57 diungkapkan oleh Bapak Dede Mulyana selaku panasehat Abah ASNKasepuhan SRI sebagai berikut: “Pas Abah AJ memimpin Kasepuhan segala aturan adat dikuatkan kembali, dan incu-putupun merasa senang dengan hal itu, Abah AJ sangat tegas pas memimpin. Dan Abah AJ mempunyai 2 dua orang Istri, kedua-duanya dar i kalangan kasepuhan.” Awal Perpecahan Kasepuhan Abah AJ mempunyai dua orang Ambu istri. Pada umumnya para Abah Kasepuhan memiliki lebih dari satu Ambu. Prinsip menikahi lebih dari satu istri disamping untuk memperbanyak keturunan, juga untuk mencari pemimpin Abah kelak. Sehingga sudah menjadi hal yang biasa dan tidak dilarang dalam aturan Kasepuhan. Melaksanakan pernikahan lebih dari satu buat Abah yang penting mendapat izin oleh Ambu agar tidak terjadi perselisihan dikemudian hari dan reaksi dari incu-putu menilai bahwa memiliki istri dari satu tidak menjadi masalah yang penting bagaimana bisa berlaku adil. Demikin juga yang dilakukan oleh seorang Abah AJ yang mempunyai dua Ambu istri. Dari Ambu pertama dikaruniai bapak Uum Sukma Wijaya kelahiran tahun 1939, Ibu Nyai Sukinten dan Bapak Ujat Sudjati kelahiran tahun 1945. Serta dari Ambu yang kedua dikaruniai anak laki-laki bernama Bapak EncupAnom lahir tahun 1966. Kasepuhan yang dipimpin oleh Abah AJ yang begitu kuatnya memegang teguh akan aturan-aturan adat terutama dalam pengelolahan sumber daya pertanian dan bertepatan dengan program pemerintah BIMAS akan tetapi tidak begitu mudah diterima dalam masyarakat Kasepuhan karena dinilai dalam penanaman padi hanya dapat dilakukan sekali setahun. Hal tersebut sesuai dengan falsafah dalam pengelolahan sumber daya pertanian di Kasepuhan “IBU BUMI, BAPAK LANGIT, TANAH RATU”. Pemerintah melalui Dinas Pertanian di Kabupaten Sukabumi tidak kehilangan akal untuk merealisasikan program pembangunan dibidang pertanian tersebut, sehingga pemerintah menarik anaknya Abah AJ untuk menjadi Kepala Desa di Desa Sirnaresmi dan Bapak Ujat Sudjati menjadi Kepala Desa guna memuluskan program pemerintah nantinya.

Dokumen yang terkait

Upacara Adat Kenduri SKO (Studi Deskriptif di Desa Keluru, Kecamatan Keliling Danau, Kabupaten Kerinci)

18 180 93

Adaptasi lingkungan masyarakat kasepuhan dalam pembangunan pertanian yang berkelanjutan (Studi kasus Kampung Ciptarasa, Desa Sirnarasa, Kecamatan Cisolok, Kabupaten Sukabumi)

0 8 180

Karakteristik Lanskap Kampung Tradisional di Halimun Selatan dan Faktor-Faktor yang Mempengaruhinya (Sebuah Studi pada Kampung Kasepuhan di Kesatuan Adat Banten Kidul, Kampung Sirnaresmi, Desa Sirnaresmi, Kecamatan Cisolok, Kabupaten Sukabumi, Jawa Barat)

0 14 112

Sistem Pangan Dan Gizi Masyarakat Adat Kasepuhan Ciptagelar Di Jawa Barat

0 4 106

Etnozoologi Masyarakat Adat Kasepuhan Ciptagelar, Desa Sirnaresmi, Kabupaten Sukabumi, Jawa Barat

4 20 50

LEKSIKON ETNOFARMAKOLOGI DI KAMPUNG ADAT CIPTAGELAR, DESA SIRNARESMI, KECAMATAN CISOLOK, KABUPATEN SUKABUMI (KAJIAN ETNOLINGUISTIK).

4 12 25

TRADISI NGASEUK DI KAMPUNG ADAT SINAR RESMI DESA SIRNARESMI KECAMATAN CISOLOK KABUPATEN SUKABUMI SEBAGAI BAHAN PEMBELAJARAN MEMBACA ARTIKEL DI SMA.

3 19 36

PENGARUH KEPEMIMPINAN KEPALA DESA TERHADAP PARTISIPASI MASYARAKAT DALAM PEMBANGUNAN DESA (Suatu Studi di Desa Sirnaresmi dan Desa Cisolok, Kecamatan Cisolok, Kabupaten Sukabumi).

1 1 8

LEKSIKON ETNOFARMAKOLOGI DI KAMPUNG ADAT CIPTAGELAR, DESA SIRNARESMI, KECAMATAN CISOLOK, KABUPATEN SUKABUMI (KAJIAN ETNOLINGUISTIK) - repository UPI S IND 1006287 Title

0 0 3

RITUAL SAWER DALAM PERNIKAHAN ADAT SUNDA (STUDI KASUS DI KECAMATAN CICURUG, KABUPATEN SUKABUMI, JAWA BARAT)

0 0 117