Kelembagaan Sosial di Masyarakat Adat
18 kehidupan masyarakat. Definisi tersebut menekankan pada sistem tata kelakuan
atau sistem norma untuk memenuhi kebutuhan. Polak dalam Kolopaking et al 2003, Kelembagaan sosial atau social institution
adalah “ suatu kompleks atau sistem peraturan-peraturan dan adat istiadat yang mempertahankan nilai-nilai
yang penting”. Kelembagaan itu memiliki tujuan untuk mengatur antar hubungan yang diadakan untuk memenuhi kebutuhan manusia yang paling penting.
Menurut Doorn dan Lammers dalam Kolopaking et al 2003, Kelembagaan sosial pada dasarnya menyangkut seperangkat norma atau tata laku.
Konsisten dengan itu, maka fungsi kelembagaan sosial adalah: 1.
Memberi pedoman berperilaku pada individumasyarakat: bagaimana mereka harus bertingkah laku atau bersikap di dalam menghadapi
masalah-malah dalam masyarakat, terutama yang menyangkut kebutuhan- kebutuhan,
2. Menjaga keutuhan: dengan adanya pedoman yang diterima bersama, maka
kesatuan dalam masyarakat dapat dipelihara, 3.
Memberi pegangan kepada masyarakat untuk mengadakan kontrol sosial social control: artinya pengawasan masyarakat terhadap tingkah laku
anggotanya, dan 4.
Memenuhi kebutuhan pokok manusiamasyarakat. Menurut Uphoff dalam Kolopaking et al 2003, sampai sejauh ini
memang belum ada yang membedakan secara eksplisit antara institusi dan organisasi. Uphoff menegaskan, bahwa kelembagaan dapat sekaligus berwujud
organisasi dan sebaliknya. Tetapi, jelas bahwa kelembagaan adalah seperangkat norma dan perilaku yang bertahan dari waktu ke waktu dengan memenuhi
kebutuhan kolektif, sedangkan organisasi adalah struktur dari peran-peran yang diakui dan diterima.
Pandangan lain melihat kelembagaan sosial sebagai kompleks peraturan- peraturan dan peranan sosial yang mempengaruhi perilaku orang-orang di sekitar
pemenuhan kebutuhan-kebutuhan penting. Terlepas dari perbedaan antara kedua perspektif tersebut, kunci dalam memahami kelembagaan sosial terletak pada
tekanan akan kebutuhan pokok manusia. Ciri-ciri pokok yang membedakannya
19 dari konsepsi-konsepsi lain seperti grup, asosiasi, dan organisasi adalah sebagai
berikut Soekanto, 1990: 1.
Merupakan pengorganisasian pola pemikiran dan perilaku yang terwujud melalui aktivitas masyarakat dan hasil-hasilnya,
2. Memiliki kekebalan tertentu, pelembagaan suatu norma memerlukan
waktu yang lama karena itu cenderung dipertahankan, 3.
Mempunyai satu atau lebih tujuan tertentu, 4.
Mempunyai lambang-lambang yang secara simbolik menggambarkan tujuan,
5. Mempunyai alat untuk mencapai tujuan tertentu, dan
6. Mempunyai tradisi tertulis atau tidak tertulis.
Proses perkembangan
kelembagaan sosial
tersebut dinamakan
pelembagaan sosial atau “institutionalization”. Proses ini meliputi lahirnya peraturan dan norma-norma baru yang mengatur antarhubungan dan antar aksi,
yaitu suatu proses strukturalisasi antarhubungan melalui ankulturasi konsep- konsep kebudayaan baru, misalnya nilai-nilai dan norma-norma baru. Proses-
proses seperti ini akan terjadi dimana-mana dan terus menerus dalam masyarakat, sepanjang mengenai kebutuhan pokok manusia dan melahirkan sistem yang stabil
dan universal. Dengan kata lain, kelembagaan sosial dalam masyarakat berkembang melalui prose pelembagaan sosial, yaitu suatu proses pengaturan dan
pembinaan pola-pola prosedur tata cara disertai beragam sanksi dalam masyarakat. Proses pelembagaan dimulai dari masyarakat mengenal, mengakui,
mengahrgai, mentaati, dan menerima norma-norma dalam kehidupan sehari-hari. Setelah norma-norma diterima berlanjut sampai ke tahap mendarah-daging
internalisation atau menghargai norma-norma tersebut. Tingkat internalisasi norma-norma tersebut dapat dinilai dengan
menggunakan tingkatan norma yang melembaga berdasarkan kuat atau lemahnya ikatan yang dimiliki oleh norma tersebut. Tingkatan norma tersebut diukur
berdasarkan sanksi moral dan sanksi masyarakat atas pelanggaran yang dilakukan. Sanksi moral merujuk kepada tingkat perasaan bersalah dari perilaku individu
atau kelompok atas pelanggaran yang dilakukannya atas tingkatan norma tertentu. Sanksi masyarakat merujuk kepada hukuman yang diberikan oleh
20 masyarakat yang mendukung suatu kelembagaan sosial tertentu terhadap pelaku
yang melakukan pelanggaran atas tingkatan norma tertentu.